Bab 132. RASA TERBAKAR

47 2 1
                                    

Aida: Kakek serius kan? Atau, kakek cuma mau nyenengin aku doang?

Adiwijaya: Masa kakekmu ini pura-pura!

Aida: Jadi kakek serius mau nolongin aku?

Senang bukan kepalang Aida ketika mendengar ini bahkan dia kini menghapus air matanya dan tersenyum bahagia.

Dia nggak akan tahu kalau aku nangis gara-gara ini. Aku akan bilang kalau aku kangen saja sama adikku. Ya, kalau dia ngelihat di CCTV. Dia nggak akan dengar kan apa yang aku katakan? bisik hati Aida yang memang tidak bisa menutupi kebahagiaannya dengan campur aduk perasaannya.

Adiwijaya: Iya. Kakek serius. Nanti biar Kakek bicara dengan suamimu tentang ini.

Aida: Tapi, Kakek jangan bilang pada mas Reiko ya kalau aku yang minta.

Wajah memelas itu kembali dipasang oleh Aida mengharap supaya kakeknya Reiko mengerti.

Aida: Soalnya aku ndak mau kalau mas Reiko berpikir aku ini manja sampai harus minta-minta ke Kakek.

Lalu di sini Aida juga menghempaskan napas dengan wajahnya yang terlihat khawatir.

Aida: Tolong maafkan aku ya Kakek kalau aku ndak sopan sampai ikut campur urusan Mas Reiko dan telepon Kakek. Habis aku bingung gimana lagi aku harus minta tolong ke orang lain? Aku sendiri ndak punya modal dan nanti kalau misalkan mas Reiko kepikiran modal terus, kecapekan, mas Reiko sakit, aku gimana?

Di sini mata Aida berkaca-kaca sebelum Adiwijaya sempat bicara.

Aida: Aku trauma sekali mengurus orang sakit Kakek. Karena semua yang aku urus baik mbak Aisyah maupun ayahku semuanya meninggal.

Adiwijaya: Hush. Jangan bicara sembarangan. Kamu nih gampang banget ngomong meninggal, mati sama seperti pakdemu Waluyo.

Tak tahan Adiwijaya makanya dia langsung memotong ucapan Aida meski tadi sebetulnya dia sedang tersenyum menatap gadis itu. Tapi tentu saja mendengar nama pakdenya disebut Aida jadi ingin tertawa lagi.

Adiwijaya: Yowes gak usah kamu pikirin, nduk. Itu urusanku. Yang penting kamu sehat yo. Nanti tak bantu suamimu jadi ndak harus sibuk-sibuk lagi dan cari-cari modal kemana-mana.

Aida: Terima kasih Kakek. Aku bener-bener nggak tahu harus bilang kayak gimana lagi buat bilang terima kasih ke Kakek.

Adiwijaya: Wes, ra sah nangis. Nanti suamimu malah tahu kalau kamu menangis begitu. Di rumah itu banyak CCTV-nya kan?

Tentu saja Aida mengangguk ketika mendengar ini.

Aida: Nanti aku bilang saja aku diganggu sama Lingga kalau misalkan Mas Reiko tanya kenapa Aku nangis.

Adiwijaya: Pinter kamu, nduk.

Ada senyum dari Adiwijaya ketika dia mengutarakan itu.

Adiwijaya: Ya sudah, aku tutup dulu teleponnya, ya nduk. Coba nanti aku cari cara sama Lesmana bagaimana cara bicara dengan Reiko supaya kamu tidak ketahuan.

Aida pun mengangguk makin lega mendengar itu.

Aida: Baiklah Kakek. Dan Kakek jaga kesehatan ya. Aida juga masih mau ketemu Kakek dan liat Kakek hidup panjang. Sama juga sama pakde Lesmana.

Adiwijaya: Iya Nduk. Kamu juga ya sehat-sehat di sana. Nanti Kakek telepon lagi.

Aida: Assalamu'alakum.

Adiwijaya: Waalaikumsalam.

Astaghfirulloh, Ya Rob ... Maafkan aku karena aku sudah membuat Kakek Adiwijaya jadi kepikiran masalah ini.

Bidadari (Bab 1 - Bab 200)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang