"Tadi kan bapak yang minta liat."
Apa salah jika Aida bicara begini?
Bukankah tadi Reiko sendiri yang meminta dan bahkan sempat menuduhnya dengan sesuatu yang negatif jika tidak bisa menunjukkan itu?
"Saya nggak bisa buka tadi di depan bapak. Makanya buat buktiin saya buka dulu tadi."
Reiko membuang wajahnya ketika Aida malah menjawab tanpa rasa bersalah begitu.
Reiko mengumpat kesal di dalam hatinya.
"Kamu gak liat aku lagi makan?" Reiko meninggikan suaranya.
"Jauhkan. Itu bau ya." Reiko menutup hidungnya, hilang sudah nafsu makannya, membuat dirinya sebelum Aida datang sudah menggigit sebagian bakwan kelima, jadi menaruhnya di piring begitu saja.
"Ya kan kalo--"
"Ssh, diam!" Riko tidak mau mendengar kalau, jika, maka, yang keluar dari bibir Aida
"Itu menjijikkan. Bau amis lagi. Jauhkan. Ke mana sih manner-mu sampai membawa itu ke hadapan orang yang lagi makan?" protes Reiko, masih menggerutu.
"Saya juga nggak gila, Pak. Kalau bapak tadi nggak minta juga saya nggak akan bawa ke depan mata kepala Bapak, toh."
Aida menyeringai dan justru dengan tenangnya dia duduk di kursinya kembali dengan tangan kanannya mengambil sisa bakwan yang dilemparkan Reiko.
"Cih." Hingga mata Reiko yang tadi tak mau menatapnya jadi meliriknya sebentar.
"Apa begitu ingin kamu makan bekas makananku, indirect kiss planning gitu?"
"Dih, ge-er." Untung saja Aida tidak tersedak saat menelan bakwan.
"Makanan yang udah dibuat itu mubazir kalau nggak dimakan Pak. Lagian saya laper banget soalnya makanan saya dihabisin sama bapak. Padahal bapak yang bilang kalau saya boleh makan apapun yang ada di sini," cicit Aida lagi tak mau kalah.
"Yang ada dari tadi bapak yang melakukan indirect kiss tuh. Bakwan saya yang pertama juga bapak yang makan. Garpu bekas saya makan juga bapak pake kan. Mau nyobain liur saya Pak?" protes Aida lagi dengan senyum di bibirnya masih dengan tangan kirinya yang memegang pembalut dengan darah di sana.
"Kamu tuh, ya. Apa gak diajarin adab sopan santun sama orang yang lebih tua di rumah sama di sekolah?"
"Saya rasa harusnya saya memanggilnya Mbah aja ya? Soalnya bapak pengen kelihatan tua bukan? Mbah Reiko temennya Mbah Mijan?"
"Cangkemmu, tuh--" kesal Reiko. Mau bicara tapi kepalanya pening menahan emosi di tangannya yang mengepal karena tak mau memukul Aida lagi.
Aku rasa, dia benar-benar cocok sekali menjadi pengacara di pengadilan, kesal hati Reiko, selalu saja Aida membalikkan kata-katanya.
Wajah Reiko ditekuk, sedang Aida terlihat senang sekali sudah skak mat Reiko dan kini menunggu jawaban pria yang masih meliriknya kesal itu.
"Buang itu." Reiko tak menjawab lagi soal indirect kiss tuduhan gadis 14 tahun lebih muda darinya
"Cepet buaaaaang. Bau ya." Reiko tak sabaran.
Hanya matanya saja yang melirik sebentar pada tangan kiri Aida, lalu membuang wajahnya lagi dengan kedua tangan Reiko sudah ada di pinggang, menunggu Aida membuang sesuatu yang membuat dirinya mual.
Bahkan aku nggak pernah ngeliat darah Bee kalau lagi datang bulan gitu. cih. Anak ini.
"Sebentar Pak."
"Hey, hey."
Ugh, untung saja remku pakem. Kalau tidak tangannya sudah menyentuh tubuhku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 1 - Bab 200)
Romansa"Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria Reiko Byakta Adiwijay...