Bab 145. KESEMPATAN

46 3 1
                                    

"Eh itu...." Reiko belum menjawab saat Brigita menunggu responnya.

"Tapi Aku lelah sekali Bee. Untuk kali ini aja, ya," bujuk Reiko.

"Hmmm ... kamu tahu kan kita tadi habis ngapain? Bisa gak aku masaknya kapan-kapan aja?"

"Kamu nolak aku lagi?" Brigita tak pernah mendapatkan penolakan sampai berkali-kali dalam sehari seperti ini.

"Habis kepalaku pening sekali harus memikirkan tentang urusan Mesir dan kecapean juga habis olah raga tadi. Kalau aku masak rasanya pasti nggak akan karuan dan kamu nggak akan suka."

Betul sebenarnya yang dikatakan Reiko. Masak kalau lagi tak semangat ya tentu saja tidak akan enak. Apalagi dia memang sudah kelelahan dan tidak punya motivasi untuk melakukannya saat ini.

Dia mau pipis gak ya? malah ini yang mengganggu benak Reiko.

"Aku benar-benar ingin makan masakan kamu padahal!" Brigita masih cemberut yang membuat pikiran Reiko teralihkan lagi untuk membujuknya.

"Iya gimana dong sekarang? Aku beneran cape banget Bee."

"Ya udahlah!" Brigita menyerah.

"Makasih ya Bee!" senang Reiko karena negosiasinya berhasil.

"Sebentar ya aku pesankan makanan dulu," seru Reiko, betulan lega.

"Eh iya!" Tapi saat itu juga ketika Brigita menyadari sesuatu dia memegang tangan Reiko.

"Jari tanganmu ini kenapa?"

Tanya yang membuat Reiko pun tersenyum.

"Tadi aku potong buah dan kena pisau, sayang."

"Kamu sendiri potong buahnya? sejak kapan kamu jadi teledor gini? Aku enggak pernah lihat kamu luka di dapur, loh sayang."

Bener yang dikatakan Brigita. Reiko ini adalah orang yang perfeksionis melankolis dan dia memang sangat berhati-hati sekali melakukan segala hal, termasuk memegang sesuatu di dapur.

Bukan typical orang yang ceroboh.

"Aku buru-buru tadi karena aku harus menghadiri zoom dan aku harus menyiapkan buah itu untuk juice! Sial memang, jadi gak fokus! Tapi gak pa-apa kok sayang, cuma luka kecil."

Jawabannnya sendiri yang membuat kesal dalam hati Reiko. Tapi ini juga yang membuat dirinya senyum menahan kesal saat menjelaskan itu dengan ketidakpuasan di dalam sanubarinya.

Bahkan dia gak menyinggung sama sekali masalah tanganku yang terluka. Heish, benar-benar tidak peka! Ngomel aja bisanya, ngusir aku aja bisanya, gak tahu gimana aku terluka gara-gara dia? Beda sama Bee yang perhatian banget ke aku, gak salah memang pilihanku, seru hati Reiko yang sudah mengambil kesimpulan tapi tetap tak menghilangkan kesal di lubuk sanubarinya.

Entah kenapa ini membuat Reiko jadi tak enak mood, mengomel pada dia yang divisualisasikan dalam benaknya tanpa menyebut nama.

"Aku akan pesankan dulu ya makanan yang kamu mau," ujar Reiko saat yang bersamaan.

"Tunggu dulu sayang! Ini kenapa lagi mengelupas?" Brigita mengelus tangan kiri Reiko yang kasar.

"Telapak tanganmu ini kenapa pada ngelupas? Yang kiri lebih banyak dari yang kanan loh!" Brigita mencecar. Mereka berpisah baru semalaman dan waktu di Bali tangan pria di sampingnya itu sangat halus sekali.

Heran Brigita. Matanya jauh menatap dalam pada netra Reiko meminta penjelasan.

Oh, ini gara-gara aku harus mencucikan pembalutnya! Ditambah lagi aku harus mengurus baju-bajunya di mesin cuci, cuci piring karena buru-buru gak pake sarung tangan. Sabun-sabun itu. Aku benar-benar tidak kuat dengan sabun yang seperti itu dan kenapa dia beli sabun yang murahan macam itu meski sama-sama sabun untuk mesin cuci atau cuci piring, tetap itu gak bagus ke tanganku yang sensitif.

Bidadari (Bab 1 - Bab 200)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang