"Heish. Aku tidak boleh terlambat."
Sudah sangat buru-buru sekali Reiko. Dia juga memikirkan perusahaannya.
Inilah yang membuat Reiko yang sudah masuk ke dalam mobilnya dan keluar dari lingkungan cluster rumah Hartono, dia langsung menginjak pedal gasnya agak dalam. Reiko tidak mau buang banyak waktu di jalan.
"Akunya mau cepat tapi jalan ke arah sana bagaimana ini? Lambat sekali. Macet banget."
Keluar dari kota wisata Cibubur Reiko langsung menemukan kemacetan yang lumayan padat merayap. Ini juga yang membuat dirinya menggerutu.
Ini masih siang hari. Tapi jalanan lumayan padat untuk kecepatan 40 km/jam saja sulit. Menyebalkan sekali untuknya. Jalanan yang hanya selebar itu penuh dengan mobil.
"Macam mana ini? Apa aku tidak akan telat ini?"
Reiko benar-benar tidak bisa berkonsentrasi lagi, yang dipikirkannya hanya rapatnya saja.
Harap-harap cemas. Dia tidak pernah se-keteteran seperti sekarang ini. Tapi memang kejadian hari ini lumayan berat untuknya.
"Untung saja. Hanya lima menit telatnya."
Telat tetaplah telat. Meski Reiko masih sangat bersyukur sekali karena dia sampai jam tiga lewat lima.
"Dan untungnya rapatnya belum dimulai karena klien kami juga telat."
Ini sebuah keberuntungan terbesar juga untuknya siang menjelang sore itu, sehingga dia bisa duduk dulu di ruangannya mengecek sesuatu yang menurutnya penting.
Biasanya klien mereka tidak pernah terlambat. Tapi sepertinya kondisi lalu lintas memang sangat buruk sekali hari itu.
Bee tak sama sekali mengirimiku pesan? agak galau sih saat dirinya melihat handphonenya dan menaruhnya di ruang kerjanya.
"Ah, biarlah sekarang aku fokus ke rapat dulu dan tenangkan diriku setelah habis jadi pembalap," serunya pada dirinya sendiri.
"Kalau Bee meneleponku dalam kondisiku belum stabil begini bisa-bisa kami ribut."
Reiko juga sudah bersyukur karena dia bisa salip menyalip dan selamat. Dia yang tadinya tidak pernah main klakson juga sudah seperti supir metromini yang terus saja memencet klakson karena ingin cepat-cepat.
Memang agak mengesalkan. Tapi Reiko tak punya pilihan selain menjadi pengemudi mengesalkan, asalkan dia bisa cepat-cepat sampai tujuannya.
"Ehm, aku ingin mengecek sesuatu juga untuk apartemenku."
tok tok.
"Permisi Pak. Client yang ditunggu sudah datang."
Ada yang mau dilakukan olehnya pun jadi tertunda.
Reiko meninggalkan laptopnya. Pergi menuju ke ruang rapat di mana di sana juga sudah tersedia laptop untuknya jadi dia tidak perlu ngangkut-ngangkut lagi barang-barang dari ruang kerjanya.
Fokus.
Reiko kalau sudah kerja begini tidak ada yang bisa mengalihkan dunianya. Bahkan telepon dari Brigita pun juga tidak akan pernah berpengaruh. Reiko hanya fokus pada kliennya dan apa yang harus mereka bicarakan sampai akhirnya rapat selesai barulah dia bisa bernapas lega dan menatap papanya
"Nah, gimana Papa? Apa sekarang sudah lega?"
Jam setengah enam sore akhirnya rapat itu sudah terselesaikan.
Pertanyaan ini diberikan oleh Reiko saat klien mereka sudah meninggalkan ruang rapat. Hanya tinggal dirinya dengan Endra kala itu.
"Ya syukurlah. Aku rasa ini project bagus untuk kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 1 - Bab 200)
Romansa"Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria Reiko Byakta Adiwijay...