Bab 193. MULUS

61 4 1
                                    

"Hah, gak mau Pak!" Aida jelas menolak tegas tak berkeinginan melakukan itu!

Bayangannya sudah mengerikan saja memikirkan ini.

"Katamu itu yang dilakukan ibumu, kamu menipuku?''

"Enggak lah Pak! Masa ya saya berani nipu Bapak? Cari mati saya!"

"Ya udah lakuin, ssssh ... sakit ni perutku!" Reiko meringis lagi menahan perih, ngilu, campur baur rasa perutnya. Dia berusaha untuk buang angin tapi memang tidak bisa-bisa.

"Kamu ingin ngobatin aku, kalau setengah-setengah gini gimana?" makanya Reiko langsung bicara lagi. "Aku beneran gak bisa buang angin. Mampet, perih perutku, kayak sesek juga!"

"Makanya Pak kalau ditanya sakit itu bilang sakit jangan pura-pura bilang nggak apa-apa!"

"Heish, jangan mengajakku ribut! Perutku benar-benar sakit sekarang!"

Masih sambil tangan Aida mengerik di bagian pinggang Reiko, telinganya mendengar celetukan Pria yang masih diposisi berdiri dikerikinnya.

Bahkan tangan Aida merasa lebih pegal mengerik sambil berdiri daripada duduk.

Sssh, iya juga sih! dia harus bisa membuat Reiko buang angin. Makanya ucapan Reiko barusan yang mengatakan kalau perutnya seperti mampet dan tidak bisa mengeluarkan gas jadi kepikiran lagi untuknya dalam sepersekian detik itu.

Aku memang mau menolongnya, tapi masa ya aku harus kerokin sampai ke sana? tapi jujur ini membuat Aida lemas dan dia harus berpikir dulu sebelum melakukan apa yang biasa dilakukan oleh ibunya dan memang manjur.

Gimana ya? Duh, ini semua harusnya nggak usah diceritakan, Aida! pekik di hati Aida sendiri menahan gusar sambil menyesali ucapannya.

Tapi dia memang tidak berbohong dan memang cara seperti itu yang dilakukan oleh ibunya.

Bahkan pas kena angin duduk dulu, tangan ayah ada di atas kompor yang baru dimatikan dia tidak bisa merasakan panasnya kompor itu. Walaupun sudahannya tangan ayah ya merah-merah melepuh. Aish, fokus Aida! aku mesti gimana? Ibu memang mengeriknya seperti itu dan hampir ke seluruh tubuhnya sampai ayah buang angin.

Andaikan yang sakit Ayahnya atau Ibunya atau Adiknya Lingga dan Adiknya yang lain mungkin Aida akan melakukannya dengan mudah. Dia gak masalah mengerik sampai ke sana.

Tapi ini adalah Reiko. Lain lagi urusannya!

"Ssssh!"

Kalau aku tidak menolongnya dia akan semakin sakit begini! Dan angin duduk ini bahaya bisa membunuh kata ibu!

Tapi memang Reiko kesakitan jelas tak pura-pura dan Aida memang sudah menyelesaikan bagian atas semua kerikannya cuma belum mau keluar anginnya.

Aish, anggap sajalah aku memang benar-benar mau menolongnya! ayo Aida, lakukan ini dengan niat yang lurus!

Aida berbisik dihatinya menyemangati dirinya sendiri dan dia tanpa banyak bicara menurunkan celana panjang Reiko akhirnya..

Harusnya aku terus memejamkan mata dan tidak melihatnya! Tapi bagaimana cara mengerik tanpa melihat? Aida berbisik lirih saat membuka matanya dan hampir menangis karena pandangan itu.

Celana panjang sudah tidak menutupi bagian belakang Reiko meski tak dikeluarkan dari kakinya. Jatuh di mata kaki.

Tapi ada masalah baru.

Kotor sudah mataku!

Aida bisa melihat jelas kain segitiga belakang yang menutupi bagian bawah pria itu dan tentu saja bagian kaki belakang Reiko yang menggangunya.

Bidadari (Bab 1 - Bab 200)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang