Bab 153. PASTI CUMA BUALAN

54 3 1
                                    


Apa dia sekarang meninggalkanku ke kantor?

Aida yang tadi belum sempat bertanya pada Reiko tentu saja menduga seperti ini apalagi melihat pria itu sudah membawa perlengkapan kerjanya seperti laptop dan beberapa berkas meski masih ada beberapa berkas juga yang ditinggalkannya.

"Haaah!"

Aida hanya menghempaskan napas ketika dia menyandarkan tubuhnya di sandaran tempat tidur dan melihat ke arah kaki dan tangannya bergantian.

"Pergi ke puncak?" Aida diam dan memikirkan ini sebelum senyum kembali muncul di bibirnya.

"Pasti dia bercanda aja tuh! Karena nggak mungkin dia bawa aku ke sana. Mau dirajam sama pacarnya? Hahaha!"

Ada tawa tersengat ketika dia mengutarakan ini.

"Tapi aku di sini gimana? Aku kan nggak bisa keluar! Apa dia lama ke kantornya?"

Aida tentu saja tidak tahu rencana Reiko yang ingin melakukan zoom meeting. Dia hanya menduga saja.

"Tapi, apa dia masih lama ya pulangnya?" Namun lagi-lagi Aida bertanya pada dirinya sendiri sambil mengambil piring yang ada di sampingnya dan menghabiskan snack yang memang disiapkan untuk dirinya.

"Ah, biarlah! Kalau dia memang gak pulang-pulang, ya aku kalo mau ke kamar mandi aku tinggal lakuin seperti semalem. Mau dimarahin juga biarin aja!"

Untuk yang satu ini Aida memang tidak mau menurut. Dia sudah punya pemikirannya sendiri.

Apalagi ...

"Sudah sejam setengah aku nggak jelas begini!" Aida tidak main handphone, tidak melakukan apapun hanya duduk saja diam setelah makanan itu semua habis sambil memikirkan puncak.

Dan yang paling meresahkan, menahan tanya pada seseorang yang belum juga menampakkan batang hidungnya.

"Ah, biarlah!"

Toh bukannya lebih baik begini dia jadi tidak harus bertemu Reiko dan tidak harus banyak bicara dengannya atau berdebat?

"Ya, aku harus terbiasa jauh dengannya supaya dengan begini aku tidak terlalu berharap lebih dan tidak terlalu sakit hati."

Aida tahu, rasa sesak di dalam hatinya itu memang tidak terlalu baik. Tapi kalau dia semakin dekat dengan Reiko bukankah akan membuat suasana semakin buruk untuk dirinya sendiri?

"Dan kenapa pula hatiku seperti ingin juga diajak pergi? Puncak itu seperti apa? Mirip gak kaya di Batu Malang?"

Gara-gara obrolan tadi antara Reiko dengan Alif jadi ada harapan dalam hati Aida.

Dia memikirkan satu tempat yang pernah didatanginya lebih dari tujuh tahun lalu bersama keluarganya ketika mereka liburan ke Batu Malang.

Liburan pertama dan terakhir yang masih membekas dalam benaknya.

"Haish, sudahlah! Itu semuanya nggak mungkin dan nggak perlu dipikirin!"

Itu planning Aida, dia tidak mau lagi sampai terpaut oleh seseorang yang menurutnya tak baik untuk dirinya.

"Sudah hampir jam dua belas. Itu artinya dia pergi hampir tiga jam?" tebak-tebakan Aida dan ini membuat dirinya lemas.

"Aku mau ke kamar mandi ya! Tadi dia belum mengantarku ke kamar mandi kan? Terakhir dia mengantarku ke kamar mandi jam berapa?"

Aida memang tak banyak minum. Dia hanya makan cemilan saja karena khawatir kalau minum banyak, dia akan ke kamar mandi terus.

Tapi seseorang yang sudah menahan diri untuk tidak ke kamar mandi hampir enam jam itu pasti tidak akan tahan bukan?

Bidadari (Bab 1 - Bab 200)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang