- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Bian langsung berdiri dari kursinya saat menerima tatapan dari Melina dan Dela.
"Tunggu. Tunggu dulu. Jawab dulu pertanyaanku. Bagaimana caranya Dela ...."
"Kamu enggak berhak bertanya apa pun saat ini, Bian. Kamulah yang harus memberikan jawaban pada kami berdua atas kejanggalan yang baru saja terjadi," tekan Melina, tidak main-main.
Dela mendekat pada Melina dan segera merangkulnya dengan lembut.
"Sabar, Mel. Tanyanya baik-baik, dong. Mana mau Bian menjawab pertayaanmu, kalau caramu bertanya seperti Emak-emak yang siap mengutuk anaknya menjadi batako," ujar Dela.
Melina mencebik dalam sekejap dan langsung menghadiahi Dela pukulan maut bertubi-tubi tepat di lengan. Dela meringis kesakitan, namun sama sekali tidak beranjak dari sisi Melina yang sedang meluapkan kekesalannya. Bian dan semua orang yang ada di kelas itu masih tidak bisa lupa dengan apa yang tadi dilakukan oleh Dela, sesaat setelah Melina meneriakkan namanya. Bahkan Ahmad--yang sejak tadi mencoba untuk tidak terlihat terang-terangan memperhatikan Dela--pun akhirnya memperhatikan wanita itu jauh daripada dulu, ketika mereka begitu dekat saat masih SMP. Melina pun kembali menatap Bian setelah puas memukuli lengan Dela.
"Cepat katakan, kenapa makhluk-makhluk halus tadi mendadak muncul? Apa benar yang Dela katakan, bahwa kamu adalah sasaran dari semua makhluk-makhluk halus itu?" tanya Melina.
"Apa yang tadi Dela lakukan? Kenapa makhluk-makhluk halus itu tidak bisa masuk ke sini, padahal biasanya mereka bisa menyerangku atau menakut-nakuti semua orang yang ada di sekelilingku, di mana pun aku berada. Dan ... bagaimana dia bisa mengusir semua makhluk halus itu, padahal selama ini tidak ada yang bisa membantuku mengusir semua makhluk halus itu?" Bian balik bertanya.
"Jawab pertanyaanku," titah Melina.
"Jawab dulu pertanyaanku, baru aku akan jawab pertanyaanmu," balas Bian.
"Lebih baik kamu duluan yang jawab pertanyaannya Melina. Kalau tidak ...."
"Ayo kita pulang, Del," ajak Melina, seraya berbalik dan hendak pergi.
"Duh ... kok cepat sekali tho kumat bapernya?" keluh Dela, sambil mencoba menyusul langkah Melina.
"Eka yang melakukan semua itu," ujar Bian, dengan suara lebih keras daripada sebelumnya.
Melina dan Dela mendadak menghentikan langkah, lalu kembali berbalik menatap ke arah Bian.
"Dia yang mengirimkan semua makhluk halus itu dan meminta mereka untuk menyerangku. Dia ingin menghancurkan hidupku sejak berbulan-bulan lalu dan dia berhasil. Karirku sebagai Polisi sudah berada di ujung tanduk, hidupku berantakan, dan bahkan keluarga dari pihak Istriku terus menghasut Istriku agar menceraikan aku. Tidak ada lagi yang mau berdekatan denganku, karena aku dianggap membawa sial. Maka dari itulah reuni ini diadakan. Hanya anggota kelas ini yang masih percaya padaku. Hanya orang-orang yang ada di ruangan ini, yang tersisa dalam hidupku," jelas Bian.
"Istrimu enggak dihitung? Kamu belum digugat cerai, 'kan?" Dela mengingatkan.
"Ya ... kamu benar. Termasuk Istriku. Dia juga salah satu yang masih bertahan di sisiku," sahut Bian.
Melina menatap ke arah Dela.
"Kamu percaya dia?" tanyanya.
"Mm ... sulit untuk tidak percaya, sih, Mel. Lagipula, untuk apa Bian mengarang cerita seperti itu hingga membawa-bawa soal kemungkinan perceraian dalam rumah tangganya, 'kan? Perkara rumah tangga adalah hal yang seharusnya dirahasiakan oleh kedua belah pihak, antara suami maupun istri. Jadi kalau Bian sampai membahas hal itu secara terang-terangan di depan semua orang dalam satu kelas ini, tidak mungkin hal itu adalah sebuah kebohongan," jawab Dela, tampak begitu santai.
"Terus ... menurutmu kenapa Eka mau menghancurkan hidupnya Bian?"
"Banyak faktor, sih. Salah satunya ... mungkin karena dia pernah ditolak oleh Bian," pikir Dela.
"Ditolak jadi pacar atau istri, maksudmu?"
"Kenapa kamu malah tanya aku, sih? Itu loh ada orangnya, Mel. Tanya langsung saja sama Bian. Biar jawaban yang kamu dapat lebih jelas," saran Dela.
"Kalau aku tanya dia, aku pasti disuruh jawab dulu pertanyaannya yang tadi soal kamu," bisik Melina.
"Ya, jawab saja. Saat ini semua orang sudah lihat apa yang bisa aku lakukan. Mereka menyaksikannya, tadi," balas Dela, ikut berbisik.
Melina pun kembali berjalan mendekat ke arah Bian. Dela kembali mengikuti langkahnya, sambil merangkul Fajar yang sejak tadi hanya bisa diam di depan kelas dekat papan tulis. Fajar santai-santai saja saat Dela merangkulnya. Pria itu bahkan mencoba menanyakan beberapa hal yang membuatnya penasaran sejak tadi.
"Aku akan percaya pada ceritamu, karena menurut Dela kamu tidak mungkin mengarang cerita. Soal yang Dela lakukan tadi ... dia memang mewarisi ilmu putih dari Almarhum Kakeknya, sejak dia masih kecil. Hanya saja selama ini dia lebih banyak menyembunyikannya dan hanya memakai ilmu yang dia miliki pada saat-saat tertentu. Misalnya, seperti pada keadaan yang terjadi tadi," jelas Melina.
Semua orang mendengarkan, lalu kembali menatap ke arah Dela yang sedang asik mengobrol berdua dengan Fajar di depan kelas. Dela tampak biasa-biasa saja ketika sedang mengobrol dengan Fajar. Bahkan, wanita itu sama sekali tidak terlihat istimewa seperti yang baru saja diceritakan oleh Melina. Dela terlihat seperti wanita pada umumnya.
"Dia terlihat sama saja seperti sosoknya yang dulu. Enggak ada bedanya dimataku," bisik Ahmad, pada Amir--teman sebangkunya.
"Sudah jelas dia terlihat sama saja seperti dulu. Kamu dengar sendiri tho, kalau Melina bilang bahwa Dela selama ini lebih banyak menyembunyikan kemampuannya daripada memperlihatkannya pada orang lain. Tadi dia jelas tidak punya pilihan dan merasa harus menggunakan kemampuannya demi melindungi semua orang yang ada di dalam kelas ini. Kamu harus memahami hal itu, agar tidak canggung saat ada kesempatan untuk bicara dengannya," jelas Amir, ikut berbisik.
Bian tampak masih mencoba memahami soal penjelasan Melina, mengenai kemampuan Dela dalam urusan yang berkaitan dengan makhluk halus.
"Sekarang coba jelaskan, Bi. Bagaimana bisa kamu tahu kalau orang yang mengirim semua makhluk halus tadi adalah Eka? Aku belum paham mengenai bagian itu," pinta Melina.
Wina mendekat pada Melina untuk menjadi penengah di antara mereka.
"Hampir semua orang di kelas ini pernah berurusan dengan Eka, Mel. Kamu dan Dela juga pernah berurusan dengannya, meskipun terhadap Dela dia tidak berurusan secara langsung, melainkan melalui Ahmad yang terus dia pengaruhi hingga ...."
"Hingga akhirnya Ahmad memutuskan hubungan dengan Dela tanpa alasan yang jelas," potong Melina. "Iya, aku tahu soal itu, Win. Dela pernah membahasnya setelah Ahmad memutuskan hubungan sebelah pihak terhadapnya."
Tatapan Ahmad kini bertemu dengan tatapan Melina, usai namanya ikut menjadi pembahasan karena terkait dengan Dela. Bagi Melina, Ahmad terlihat sangat menyesali sesuatu. Namun belum jelas pria itu menyesali apa.
"Dan untuk persoalan yang menimpa hidup Bian dan Istrinya ... Eka sendiri yang datang ke hadapan mereka dan mengatakan secara terang-terangan, bahwa dirinya adalah orang yang membuat hidup mereka berantakan. Eka sendiri yang memperlihatkan pada Bian dan Istrinya, bahwa dialah yang memerintahkan semua makhluk halus agar selalu menyerang serta menghantui hidup Bian," jelas Wina.
Melina pun menghela nafas sejenak. Ia berusaha menjernihkan pikirannya, lalu berbalik untuk meminta pendapat pada Dela.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM
Horror[COMPLETED] Dela sedikit merasa aneh dengan undangan reuni yang ia terima dari SMP tempatnya belajar di Purwodadi. Pasalnya, ia hanya belajar di SMP tersebut tak sampai dua tahun, karena dulu dirinya terpaksa harus pindah sekolah ketika orangtuanya...