27 | Penetral

1.4K 111 4
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Semua makhluk halus yang dikirim Mbah Naryo ke rumah Bian malam itu benar-benar tidak tersisa satu pun. Gagalnya ritual dan kembali hancurnya satu wadah berisi arang membara tidak bisa dihindari. Hal itu jelas membuat Mbah Naryo merasa marah. Dirinya belum pernah mengalami kegagalan sesering itu sebelumnya. Jika ia gagal pada usaha pertama, maka usaha selanjutnya akan selalu mulus sampai tuntas. Entah mengapa dalam dua hari terakhir ia benar-benar tidak bisa menyentuh Bian sama sekali. Itu adalah pertanyaan besar yang sedang bersarang dalam pikirannya.

Eka tiba di rumah Mbah Naryo malam itu dan bisa melihat kekacauan seperti yang ia lihat kemarin malam. Setelah melihat semua itu, Eka langsung tahu bahwa Mbah Naryo baru saja kembali mengalami kegagalan ketika mengirim serangan kepada Bian. Mbah Naryo keluar dari bagian dapur dan tampak sedikit terkejut dengan kedatangan Eka yang sama sekali tidak ia duga.

"Aku yakin kalau kamu sudah tahu kalau serangan dariku kepada laki-laki itu kembali gagal," ujar Mbah Naryo.

"Ya, aku tahu. Untungnya tadi aku belum tiba di sini. Kalau tidak, maka aku akan terkena ledakan arang lagi seperti yang terjadi kemarin malam," balas Eka.

Eka kemudian duduk di depan meja ritual, sementara Mbah Naryo duduk di seberangnya. Kedua orang tersebut sama-sama sedang memendam pikiran yang runyam, akibat kegagalan yang terus saja terjadi.

"Katakan, apakah menurutmu masih ada yang mau membantu laki-laki itu, setelah selama ini aku membuatnya dijauhi oleh orang lain?" tanya Mbah Naryo.

"Entahlah, Mbah. Aku tidak tahu. Setahuku, tidak ada lagi yang ingin mendekat padanya setelah sampeyan berhasil membuat dia terlihat seperti orang yang hidupnya penuh dengan kesialan," jawab Eka. "Tapi ...."

Mbah Naryo kembali menatap Eka dan kali ini dengan diiringi sedikit curiga.

"Tapi apa? Apakah ada sesuatu yang belum kamu katakan padaku?"

Eka balas menatap tidak suka ke arah Mbah Naryo, ketika sadar bahwa laki-laki tua itu sedang menatapnya seakan dia tengah menyembunyikan sesuatu.

"Tentu saja belum aku katakan, karena aku baru mendapat informasi tadi siang! Jangan menatapku begitu! Aku tidak suka!" tegas Eka.

"Cih! Menurutmu siapa sekarang yang bisa menatapmu secara baik-baik? Kamu adalah orang jahat, dan semua teman lamamu mengetahui hal itu!" ejek Mbah Naryo.

"Lalu karena mereka semua tahu, sampeyan merasa berhak untuk menatapku penuh rasa curiga seperti barusan? Begitu? Coba kita sama-sama tanyakan pada Eyang Rogo Geni. Ketika aku bertemu dengannya sebentar lagi, maka aku akan mengatakan padanya soal tatapanmu barusan dan mari sama-sama menunggu hal apa yang akan terjadi," Eka balas mengejek.

Mbah Naryo kemudian terdiam setelah mendengar ancaman yang Eka berikan. Ia tidak bisa menampik rasa takut dalam hatinya, karena tahu bahwa Eka telah menjadi manusia kesayangan Eyang Rogo Geni. Meski tidak bisa membuat orang-orang di sekitarnya patuh terhadapnya, tapi Eka ternyata mampu membuat sesosok Iblis berpihak di sisinya. Hal itu adalah yang paling tidak terduga bagi Mbah Naryo, karena sejak awal ia sering sekali memandang remeh terhadap Eka.

"Sudah, jangan terus-menerus membuat ancaman. Kamu mau laki-laki itu terus menderita atau kamu sudah merasa puas dengan penderitaan yang dia alami dan akan membiarkannya lepas?" Mbah Naryo memberikan pilihan.

"Tentu saja aku mau dia menderita terus-menerus tanpa henti! Mana mungkin aku akan membiarkannya hidup bahagia, setelah dia menolakku dan lebih memilih menikahi Dokter kurus kerempeng itu? Aku tidak akan pernah melepaskannya sampai dia mati! Dia harus menderita!"

"Lalu, informasi apa yang kamu dapat tadi siang? Kamu mau membaginya padaku atau tidak?"

"Seseorang menunjuk Bian untuk menjadi wakilnya, sehingga Bian akhirnya pindah tugas ke Polsek Purwodadi. Karirnya bukan hancur seperti yang aku harapkan, tapi malah menanjak tanpa aba-aba hingga hampir menduduki puncak. Dia sekarang menjabat sebagai Wakapolsek di Polsek Purwodadi. Hanya itu informasi yang aku dapatkan. Aku belum mendapat informasi lebih dari itu," jelas Eka.

Mbah Naryo bangkit, lalu beranjak menuju ke tempat air suci berada. Eka mengekorinya dengan cepat, karena ingin ikut melihat ke dalam air suci. Mbah Naryo kembali mencoba untuk melihat kehidupan Bian sejak kemarin melalui air suci tersebut. Namun sayang, air suci itu tidak lagi bisa menunjukkan sesuatu yang menyangkut dengan kehidupan Bian.

"Kurang ajar!" umpat Mbah Naryo. "Siapa sebenarnya yang membantu laki-laki itu, sehingga air suci pun bahkan tidak bisa menembus pertahanannya? Ini tidak bisa dibiarkan. Jika terus-menerus begini, maka akan ada kesempatan bagi laki-laki itu untuk bisa lepas dari cengkramanku!"

Eka akhirnya tampak berpikir keras, setelah melihat Mbah Naryo marah besar. Perempuan itu segera meraih tas miliknya, dan tampak akan segera pergi.

"Aku akan mencoba mencari tahu soal siapa yang telah menunjuk Bian sehingga dia bisa pindah tugas ke tempat yang baru. Mungkin dengan begitu, maka aku akan bisa mengetahui soal siapa yang membantunya menggagalkan semua serangan yang sampeyan kirimkan," ujar Eka.

"Kalau begitu jangan lupa untuk segera mengabari aku. Aku benar-benar tidak mau dikalahkan oleh orang yang tidak aku ketahui wujudnya seperti apa. Sampaikan padaku secepatnya, lalu biarkan aku mencari jalan baru untuk mengirimkan serangan pada laki-laki itu," pinta Mbah Naryo.

Eka pun segera pergi dari rumah itu tanpa mengatakan apa-apa lagi. Pikirannya juga sedang kacau akibat peristiwa yang terjadi tadi siang di halaman rumah milik orangtuanya. Namun dendam terhadap Bian berhasil mengalahkan kacaunya pikiran Eka, lalu menggantinya menjadi keinginan menggebu untuk melihat Bian hidup menderita bersama Mira.

"Lihat saja, aku akan kembali membawakan derita yang lebih menyakitkan untuk dirimu, Bian. Jangan pernah kamu merasa tenang, karena aku tidak akan membuat hidupmu setenang di dalam dongeng," batin Eka.

Dela meminta Bian dan Mira meminum air yang sudah ia doakan setelah mereka melaksanakan shalat isya berjamaah. Tidak ada satu pun di antara mereka yang menyisakan air tersebut. Mereka benar-benar menghabiskannya dengan cepat, seperti yang Dela pinta.

"Air itu akan membantu untuk mengeluarkan apa pun jenis sihir yang masih tertinggal di dalam tubuh kalian berdua. Dengan meminumnya, maka air itu akan membantu menetralkan apa pun yang bisa memicu dalam diri kalian agar mudah terkena serangan makhluk halus. Tetap perkuat ibadah dan jangan lupa untuk berdoa kepada Allah agar kalian tetap diberi perlindungan," jelas Dela.

"Insya Allah kami berdua akan terus memperkuat ibadah dan juga tidak lupa untuk berdoa, Del. Kami sangat berterima kasih karena kamu masih bersedia memberi bimbingan, meski serangan yang datang kepada Suamiku sangat banyak dan bisa terjadi berulang kali," ucap Mira.

"Bahkan sejujurnya, kami berterima kasih karena kamu tidak berpaling sama sekali setelah tahu mengenai hal yang terjadi. Melina mungkin merasa ragu pada awalnya, tidak seperti kamu yang langsung bersedia membantuku meski aku belum mengatakan apa-apa. Tapi kamu berusaha meyakinkan Melina untuk percaya padaku, bahwa aku tidak berbohong ketika menceritakan segalanya. Aku tidak akan pernah melupakan usahamu itu, Del," tambah Bian.

Dela pun tertawa pelan.

"Jangan terlalu memikirkan tindakanku, Bi. Kita sudah lama berteman, 'kan? Jadi kenapa aku harus meragukan kamu, ketika kamu lebih butuh dibantu daripada diragukan?" balas Dela, sangat santai.

* * *

DENDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang