- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Zahri dan Rozi benar-benar mengawasi rumah Eka hari itu. Hari libur yang mereka dapatkan sengaja digunakan untuk meminjam mobil milik Dela dan juga menyeret Ahmad agar ikut bersama mereka. Ahmad yang tadinya sudah punya segudang jadwal bersama Dela, mendadak harus membatalkan semuanya. Dela setuju Ahmad ikut bersama Zahri dan Rozi, karena Ahmad sudah pernah pergi bersamanya. Dengan begitu, Dela merasa dirinya tidak perlu diteror oleh Melina yang khawatir kalau Zahri akan tersesat saat mencari alamat rumah Eka.
"Bro, jangan cemberut terus begitu. Gantengmu itu pas-pasan. Kalau ditambah cemberut sepanjang hari, wajahmu akan jadi semakin tidak ganteng," ujar Rozi, berusaha meredam kekesalan Ahmad.
"Biar saja! Bagi Dela, aku ganteng tiada lawan!" balas Ahmad.
Zahri langsung terkikik geli, ketika dirinya sedang meminum Hot Moccacino yang tadi dibelinya di coffee shop milik Gista. Pria itu berusaha untuk tidak tersedak setelah mendengar balasan yang Ahmad beri kepada Rozi.
"Siapa yang tidak tahu, kalau bagi Dela gantengmu itu tiada lawan? Semua orang yang kenal Dela pasti paham kalau baginya kamu jelas sangat ganteng dari pria mana pun. Segitu dalamnya Dela cinta sama kamu, Ahmad. Jadi sudah jelas kamu tidak punya saingan di dunia ini, karena Dela akan selalu memilihmu meski diberi pilihan pembanding," sahut Zahri.
Ahmad pun mulai kembali tersenyum. Pria itu jelas langsung merasa perasaannya merekah saat ingat soal perasaan Dela kepadanya yang tidak pernah goyah. Rozi mengeluarkan ponselnya, lalu membuka papan chat untuk mengirim voice note.
"Del, jawab cepat! Pilih Ahmad atau Omar Daniel?" tanya Rozi.
Zahri dan Ahmad pun kompak menoleh ke arah Rozi, setelah voice note itu terkirim pada Dela. Tak lama berselang, sebuah balasan pun langsung masuk ke ponsel pria itu.
"Mas Ahmad," jawab Dela.
Zahri menoleh ke belakang untuk memastikan kalau Ahmad tidak akan mengalami kejang atau tantrum. Ahmad sendiri saat itu langsung menutupi wajah, agar tidak ada yang melihat kalau wajahnya telah memerah karena salah tingkah. Sayangnya, Rozi belum ingin menyerah.
"Ahmad atau Jefri Nichol?"
"Mas Ahmad."
"Ahmad atau Hyun Bin?"
"Mas Ahmad."
"Ahmad atau Mas Iqbal tetangganya Bian?"
Zahri dan Ahmad sama-sama terkejut dalam sekejap, ketika mendengar Rozi menyebut nama Iqbal.
"Ya, Mas Ahmad-lah! Ngapain Mas Ahmad kesayanganku harus dibadingkan dengan manusia arogan macam laki-laki itu? Apa pun yang terjadi dan bagaimana pun kondisinya, pilihanku tetap Mas Ahmad! Titik! Memangnya menurutmu kenapa aku lebih memilih sendiri selama belasan tahun setelah putus dari Mas Ahmad dan tidak mencoba membuka hati untuk orang lain? Jawabannya cuma satu, Zi. Karena aku cuma sayang sama Mas Ahmad dan akan selalu begitu. Aku harap kamu paham sekarang dan jangan pernah lagi coba-coba menyuruhku membandingkan Mas Ahmad dengan laki-laki lain. Aku enggak suka!"
Jawaban Dela terdengar sangat tegas. Wanita itu benar-benar marah saat Rozi membandingkan Ahmad dengan Iqbal, meski Rozi tidak benar-benar serius ingin Dela membandingkan keduanya.
"Wah ... Dela sepertinya sangat tidak suka saat aku menyebut nama Mas Iqbal," ujar Rozi.
"Kami berdua pun tidak suka jika ada yang mengungkit soal laki-laki itu, Zi. Kami kaget loh, barusan, waktu kamu mendadak menyebut nama Iqbal," ungkap Zahri.
"Ya ... mau bagaimana lagi, 'kan? Masalahnya aku berani meminta Dela membandingkan antara Ahmad dan Mas Iqbal itu karena aku tahu, bahwa Mas Iqbal sebenarnya ada perasaan suka sama Dela. Dia bersikap aneh begitu sejak awal, karena merasa tidak suka pada Ahmad yang begitu dekat dengan Dela. Kalian berdua sadar akan hal itu, 'kan?" tanya Rozi.
"Aku sadar," jawab Ahmad dengan cepat. "Tapi aku sadar juga, bahwa laki-laki itu bukan ancaman untuk hubunganku dan Dela. Insya Allah Dela akan selalu memilih aku, apa pun yang terjadi."
"Tapi dia bisa saja mencoba membuat hubungamu dan Dela kembali retak. Seperti yang pernah Eka lakukan," balas Rozi.
"Sudah ... sudah ...! Sebaiknya kita tidak perlu membahas-bahas lagi soal laki-laki itu. Kamu sudah dengar kalau Dela marah sekali bukan, saat kamu memintanya membandingkan Ahmad dengan laki-laki itu? Kalau begitu sudah, jangan bahas lagi," saran Zahri.
Eka terlihat keluar dari rumahnya dan langsung mengemudikan mobil yang terparkir di halaman depan. Zahri, Rozi, dan Ahmad menatap tepat ke arah mobilnya.
"Sebaiknya kita segera bersiap-siap," ujar Zahri.
"Aku akan menunggu di mobil selagi kalian berdua menyelinap masuk ke dalam rumahnya," tanggap Rozi.
"Yakin, kamu enggak apa-apa kalau cuma jaga di sini sendirian?" tanya Ahmad.
"Insya Allah, yakin, bro. Aku bisa ngajak calon Istrimu berdebat lewat chat kalau memang merasa bosan," jawab Rozi, sambil tersenyum lebar.
Belum sempat Ahmad dan Zahri keluar dari mobil, sebuah mobil mendadak datang dan berhenti tepat di samping mereka. Dela dan Melina terlihat keluar dari mobil tersebut, lalu mengetuk kaca mobil. Rozi langsung menurunkan kaca mobil tanpa merasa curiga sama sekali. Dela langsung menjewer telinga Rozi ketika kaca mobil tersebut benar-benar sudah terbuka. Membuat Rozi meringis menahan sakit. Melina hanya bisa tertawa, lalu membuka pintu mobil di sisi satunya agar Zahri bisa keluar.
"A-ampun, Del! Ampun!" mohon Rozi.
"Ampun, katamu? Seenaknya saja menyuruhku membanding-bandingkan Mas Ahmad dengan laki-laki lain! Aku sudah mengadukanmu sama Gista! Jadi tunggu saja, nanti Gista yang akan memarahi kamu habis-habisan!" omel Dela.
Ahmad ikut turun tak lama kemudian. Ia segera merangkul Dela yang baru saja melepaskan telinga Rozi dari jeweran mautnya. Rozi masih meringis kesakitan, namun tidak berani mengajukan protes karena takut diberi hukuman tambahan oleh Dela.
"Kalian berdua kenapa menyusul kami? Itu mobil siapa?" tanya Zahri.
"Kami berdua merasa tidak tenang jika harus membiarkan kalian menyelinap masuk ke rumah Eka. Entah apa yang akan terjadi di dalam sana, karena rumah itu adalah pemberian dari Iblis yang dipuja oleh Eka. Kita tidak pernah tahu," jawab Dela.
"Dan soal mobil, itu adalah mobilku. Selama ini aku jarang pakai, karena malas antri mengisi bensin. Jadi ke mana-mana, aku selalu memakai mobil milik Dela yang selalu full bensinnya," tambah Melina.
"Wah ... pacarmu terdengar seperti parasit di dalam hidupnya Dela, ya, Zah?" celetuk Rozi.
"Gista juga begitu, Zi. Dia malas mengantri untuk isi bensin, jadi lebih sering memakai mobilku jika sedang ada keperluan. Mau menyebut Gista sebagai parasit juga?" tawar Dela.
"Oke, sudahi perdebatannya," mohon Zahri. "Lalu siapa yang memimpin di kantor, jika kamu datang ke sini, Melina Sayangku?"
"Bian. Itulah gunanya aku menunjuk dia sebagai wakilku."
"Terus, aku akan tetap menunggu di sini, 'kan? Kalian berempat yang akan masuk, 'kan?" Rozi ingin tahu.
"Yang masuk ke dalam tentu saja Zahri, kamu, dan Dela. Dela harus ikut karena dia akan menjaga kalian berdua dari apa pun yang tidak kita ketahui. Ahmad akan tetap ada di sini bersamaku," Melina memberikan keputusan.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM
Horror[COMPLETED] Dela sedikit merasa aneh dengan undangan reuni yang ia terima dari SMP tempatnya belajar di Purwodadi. Pasalnya, ia hanya belajar di SMP tersebut tak sampai dua tahun, karena dulu dirinya terpaksa harus pindah sekolah ketika orangtuanya...