44 | Berupaya Tidak Memberi Celah

1.3K 109 6
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Eka masih menatap begitu sinis ke arah Dela, ketika tiba-tiba Dela menoleh dan melayangkan tatapan yang aneh kepada Eka. Padahal wanita itu sedang berupaya menenangkan Ahmad sebelumnya, namun dengan singkat ekspresinya telah berubah menjadi tidak tertebak.

"Kenapa kamu menatapku begitu?" tanya Eka, sedikit merasa takut.

"Dukun kepercayaanmu itu ternyata masih punya nyali yang besar, meski aku telah membalas semua serangannya terhadap Bian berulang-ulang kali. Sekarang dia sedang mencoba lagi menyerang untuk yang kesekian kalinya," jawab Dela.

Eka pun tersadar akan sesuatu. Ia baru ingat kalau Dela adalah orang yang tadi menyerang kepalanya--ketika makhluk kiriman Mbah Naryo merasuki tubuhnya--menggunakan kekuatan yang tidak ia pahami. Hal itu membuat Eka akhirnya tahu, bahwa Dela adalah orang yang telah membantu Bian agar terlepas dari jeratan serangan makhluk halus selama beberapa hari terakhir.

"Halo, assalamu'alaikum, Zi. Coba periksa keadaan Bian. Apakah dia baik-baik saja dan tidak mengalami sesuatu?" pinta Dela, sekaligus menyalakan tombol loudspeaker pada ponselnya.

"Wa'alaikumsalam, Del. Ini aku, Mira. Rozi masih dihukum oleh Ahmad dan Zahri, sehingga tidak bisa mengangkat telepon dari kamu. Jadi, mau tidak mau akulah yang angkat teleponnya," jelas Mira.

Dela pun terkekeh pelan, begitu pula dengan Ahmad.

"Suamiku alhamdulillah baik-baik saja, Del. Tidak ada hal buruk yang terjadi padanya saat ini," lanjut Mira.

"Ada apa memangnya, Del? Apakah kamu merasakan sesuatu yang tidak wajar?" tanya Bian.

Eka bisa mendengar suara Bian dengan jelas saat itu. Perasaan marahnya terhadap pria itu kembali membuat hatinya terasa panas. Namun sayangnya, ia bahkan tidak bisa menggerakkan tubuhnya sendiri saat ini untuk bisa menyakiti Bian secara langsung. Ia hanya bisa menahan semua dendamnya dalam hati.

"Kamu benar, Bi. Aku merasakan sesuatu yang tidak wajar. Cobalah untuk menyalip mobil Melina dan mobilku. Berjalanlah di depan mobilku agar aku bisa melihat hal yang tidak wajar itu. Oh ya, tolong sekalian lepaskan Rozi. Dia harus membantuku menjaga kamu dan Mira, agar aku bisa jauh lebih tenang ketika tidak ada di dekat kalian."

Mira segera membuka ikatan sapu tangan pada tangan dan juga sumbatan pada mulut Rozi. Wajah Rozi masih tertekuk ketika akhirnya dirinya dibebaskan dari hukuman.

"Kalau bukan Dela yang bermurah hati, tidak ada satu pun di antara kalian yang mau membebaskan aku. Kalian jahat!" protes Rozi.

"Sudah ... jangan drama, Zi. Tolong jaga saja Bian dengan baik," mohon Dela, yang masih terhubung melalui telepon.

Rozi menerima ponsel dari tangan Mira, lalu maju ke sela-sela kursi depan untuk mengamati Bian yang sedang mencoba menyalip.

"Kalau menurut pengamatanku, Bian saat ini terlihat sangat sehat, sangat bahagia, dan sangat ganteng. Tapi untuk urusan ganteng, itu adalah pendapat Mira. Karena jika harus dibandingkan, aku jelas lebih ganteng daripada Bian," ujar Rozi, lengkap.

"Heh! Seorang pria mendapat predikat ganteng itu kalau orang lain yang memberi predikat, bukan diri sendiri! Kalau memberi predikat pada sendiri itu bukan ganteng namanya, tapi over-PD!" omel Dela.

Ahmad hanya bisa tertawa saat mendengar omelan yang tertuju untuk Rozi. Bahkan Mira dan Bian pun--mau tak mau--ikut tertawa karena melihat secara langsung bagaimana ekspresi Rozi usai terkena omelan. Bian berhasil menyalip mobil Melina dan Dela, lalu melaju paling depan seperti yang Dela inginkan. Dela pun segera memperhatikan lebih detail ke arah mobil milik Bian.

"Gimana, Del? Ada sesuatu yang kamu lihat?" tanya Rozi.

Tidak ada jawaban. Sambungan telepon masih berlangsung, namun mereka tidak mendapat kejelasan. Mira tampak mulai cemas karena Dela tidak kunjung bicara. Ia menggenggam tangan kiri Bian yang bebas dari kemudi dengan sangat erat. Wanita itu mulai memanjatkan semua doa yang ia hafal, agar suaminya tetap terlindungi meski ada hal yang kembali mengancam.

Bian bisa merasakan kegelisahan Mira saat itu. Baru saja ia ingin meminta Dela agar memberi jawaban, mobil milik Dela ternyata sudah menyamai laju mobil Bian. Dela terlihat membuka kaca mobilnya, lalu menyerang sesuatu yang ada di bagian luar mobil Bian menggunakan kekuatannya.

BLAMMM!!!

Suara serangan itu terdengar jelas bagi Bian, Mira, dan Rozi. Ahmad berupaya keras untuk menyeimbangkan kecepatan mobil itu dengan mobil Bian, sementara Bian mengarahkan mobilnya agak lebih ke bagian pinggir. Zahri dan Melina hanya bisa memperhatikan dari belakang, karena mereka sudah tahu kalau ada sesuatu yang pasti telah Dela curigai sejak tadi. Dela masih berusaha melakukan sesuatu pada Jin yang dikirimkan oleh Mbah Naryo. Eka menatap tak percaya ketika melihat secara langsung bagaimana Dela menyerang Jin kiriman tersebut. Ia tidak menyangka kalau Dela bisa memiliki ilmu sehebat itu, padahal sosoknya terlihat biasa-biasa saja.

"Mau apa kamu, hah? Mbah Naryo kembali menyuruh mengganggu Bian rupanya!" geram Dela.

"Bagaimana kamu bisa tahu? Seharusnya tidak ada satu manusia pun yang tahu mengenai keberadaanku. Seharusnya tidak ada yang bisa merasakan hawa kehadiranku, karena aku telah berusaha menyembunyikannya."

"Jangan remehkan aku. Aku bukan manusia yang bisa kamu remehkan," balas Dela.

Serangan demi serangan kembali terlontar. Jin yang dikirim oleh Mbah Naryo melakukan perlawanan yang cukup sengit terhadap Dela. Namun Dela tidak mudah menyerah dan terus membalas perlawanannya. Hal itu jelas membuat Jin tersebut mengalami kesulitan yang tidak bisa diatasi. Terlebih karena Mbah Naryo tidak mengatakan sama sekali bahwa di sekitar Bian ada orang yang memiliki kelebihan seperti Dela. Setelah terus-menerus menerima serangan balik, akhirnya Jin itu menyerah dengan cepat sebelum keadaan menjadi lebih buruk.

Setelah Jin itu pergi, Dela segera meminta Ahmad untuk kembali ke posisi semula. Dela meraih ponselnya yang tadi ia simpan sementara pada laci dashboard, lalu kembali mencoba berkomunikasi dengan Rozi.

"Oke, Zi. Katakan pada Bian untuk kembali melaju dengan tenang seperti tadi. Keadaan sudah aman. Sebentar lagi kita akan sampai di tujuan," ujar Dela.

"Iya, Del. Bian sudah dengar yang kamu katakan. Tapi ... bolehkah kami tahu, soal apa yang kamu serang tadi di bagian luar mobil ini?" tanya Rozi.

"Jin. Aku meyerang jin yang dikirim oleh Mbah Naryo untuk mengawasi Bian. Mbah Naryo ataupun jin itu merasa bahwa tidak akan yang menyadari mengenai keberadaannya, jika tidak melakukan serangan terhadap Bian. Tapi dia jelas salah besar, karena aku sangat peka dan selalu tahu jika ada makhluk halus yang muncul di sekitarku. Mbah Naryo salah perhitungan akibat putus asa, karena tidak bisa mengetahui siapa yang membantu Bian selama beberapa hari terakhir. Tidak ada yang bisa memberinya informasi, karena saat ini Eka sudah ada di dalam genggaman kita," jawab Dela, sambil menatap tenang ke arah Eka.

* * *

DENDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang