43 | Mengirim Jin

1.3K 107 6
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Kemarahan yang sejak tadi dirasakan oleh Mbah Naryo tidak kunjung membaik. Dadanya serasa dibakar dan dirinya memiliki kehendak untuk meledakkan amarah tersebut. Namun ia bisa apa selain menyusun rencana selanjutnya. Marah hanya akan membuatnya menjadi lebih ceroboh daripada Eka. Ia tidak mau dirinya ikut tenggelam dalam kubangan yang Eka buat untuk Bian. Ia tidak mau menjadi pengganti Bian yang seharusnya berkubang dalam kesakitan. Ia boleh kalah dalam beberapa hari terakhir, tapi bukan berarti ia akan kalah untuk selamanya. Ia masih akan memikirkan jalan keluar dari masalah. Ia masih akan berusaha untuk memburu Bian lagi, dan membuatnya semakin menderita melebihi penderitaan yang sebelumnya.

Air suci yang sedang dilihat oleh Mbah Naryo masih saja menunjukkan hal yang sama, yaitu soal keberadaan Eka tanpa bisa melihat siapa saja yang ada di sekelilingnya. Laki-laki tua itu terus menyiapkan sesajen sambil mengawasi air suci. Ia berniat akan melakukan ritual baru, yang mana dalam ritual itu ia akan memanggil beberapa makhluk yang cukup kuat, yang selama ini sering membantunya ketika ia sedang mengalami kesulitan. Apa yang terjadi pada Eka jelas menjadi ancaman bagi Mbah Naryo. Mbah Naryo saat ini sedang merasa takut, kalau pada akhirnya Eka akan membuka mulut dan mengatakan di mana dirinya berada kepada orang yang sedang menawannya.

"Aku harus waspada. Selama aku sedang mengemban tugas dari Eyang Rogo Geni untuk menemukan orang yang sudah menghancurkan ketiga mustikanya, maka aku harus bisa memberi perlawanan jika ada yang mencoba untuk menumbangkan diriku. Siapa pun itu, aku tidak akan segan membuatnya mati. Sekalipun itu adalah Eka, manusia yang sangat disukai oleh Eyang Rogo Geni. Dia juga harus merasakan penderitaan jika sampai berani mengkhianati aku," batin Mbah Naryo.

Ketika sedang menyusun sesajen, Mbah Naryo kembali teringat dengan Bian. Kegagalan untuk membuat Bian menderita setelah ketiga mustika milik Eyang Rogo Geni hancur membuatnya merasa marah. Kebodohan Eka yang tidak bisa menjaga mustika geni menjadi kunci dari kegagalan itu. Dalam pikirannya terus saja terngiang-ngiang beberapa kekesalan yang sulit untuk diungkapkan setelah kejadian itu terjadi.

"Aku benar-benar masih penasaran. Sebenarnya siapa yang sudah membantu laki-laki bernama Bian itu agar terlepas dari penderitaan yang aku kirimkan? Bagaimana dia bisa tahu di mana letak semua mustika milik Eyang Rogo Geni, termasuk yang ada di dalam tubuh Bian? Apakah dia memang sehebat itu, atau dia hanya sedang beruntung sehingga bisa mengalahkan aku? Aku benar-benar penasaran dan ingin sekali berhadapan langsung dengannya untuk beradu kemampuan. Aku ingin buktikan seberapa jauh dia bisa melawanku," Mbah Naryo kembali membatin.

Kembang tujuh rupa, air kelapa muda, nasi ketan, dan juga darah ayam cemani sudah disusun di atas meja ritual. Tidak ada satu pun yang terlupakan oleh Mbah Naryo ketika mempersiapkan semuanya. Bahkan kopi pahit pun tidak lupa ia sajikan di tengah-tengah.

"Seandainya hanya mustika air dan mustika getih yang berhasil diambil oleh orang yang membantu laki-laki itu, maka saat ini seharusnya masih ada harapan untuk membuat laki-laki itu kesakitan. Sayangnya karena ketololan Eka yang sombrono menyimpan mustika geni, akhirnya aku harus melewati masa yang sulit seperti saat ini. Entah bagaimana dia bisa menjadi manusia yang disukai oleh Eyang Rogo Geni dengan segala kebodohan dan sikap sembrono yang dia miliki! Mungkin Eyang Rogo Geni hanya menyukai tubuhnya saja, ketika mereka sedang bersenang-senang!" geram Mbah Naryo.

Di tengah rasa geramnya yang sedang memuncak, Mbah Naryo pun terpikirkan tentang satu hal yang belum pernah ia coba. Bian selama ini selalu saja diganggu oleh makhluk halus yang ia kirimkan. Dan beberapa hari terakhir, Bian tidak bisa lagi diganggu oleh makhluk-makhluk halus yang diutusnya untuk menyerang. Mbah Naryo memikirkan soal mengirim makhluk halus ke sisi Bian tidak untuk menyerangnya, tapi hanya untuk mengawasi siapa saja yang saat ini sedang ada di sekeliling Bian. Dengan begitu, akan ada peluang yang cukup bagus bagi dirinya untuk kembali memegang kendali permainan.

"Hm ... sepertinya hal itu patut untuk aku coba. Tidak akan ada perlawanan terhadap makhluk halus yang aku kirimkan, jika aku mengirimnya hanya untuk mengawasi Bian dari jarak dekat. Bian tidak akan kesakitan, jadi orang itu tidak akan tahu kalau di samping Bian ada utusanku yang sedang mengawasinya. Dengan begitu, aku akan menjadi lebih mudah untuk menyerang Bian, jika orang yang membantunya mulai lengah. Kendali akan benar-benar kembali ke tanganku," pikir Mbah Naryo.

Laki-laki tua itu kemudian bangkit dari tempatnya duduk sejak tadi. Ia membuka lemari berisi keris dan juga wadah tanah liat yang penuh arang. Ia menyalakan arang pada wadah yang diambilnya, lalu membawa wadah tersebut ke meja ritual. Sebuah keris ia buka dan ia simpan pada wadah tersebut hingga mulai memanas. Mulutnya mulai berkomat-kamit membaca mantra sambil menutup kedua matanya. Dengan perantara keris yang tengah dibakar tersebut, ia mencoba memanggil salah satu yang paling ia percaya. Ia tidak mau rencananya kali itu gagal lagi, jadi ia mencoba untuk mengirim yang terbaik ke sisi Bian.

Makhluk itu muncul tepat di hadapan Mbah Naryo tidak berapa lama kemudian. Sosoknya benar-benar tenang, tidak penuh dengan kemarahan seperti makhluk-makhluk halus lainnya. Mbah Naryo membuka kedua matanya dan tersenyum menjijikan seperti biasa.

"Aku ada tugas untukmu," ujar Mbah Naryo.

"Katakan, tugas apa itu?"

"Sebagai Jin betina yang paling kuat, aku ingin kamu mendatangi laki-laki ini dan awasi siapa pun orang yang ada di sekelilingnya. Laporkan padaku jika kamu menemukan adanya orang yang membantu laki-laki ini untuk terlepas dari guna-guna. Jangan sampai ada yang terlewat dari pengawasanmu," titah Mbah Naryo, sambil memperlihatkan foto Bian yang ada padanya.

"Sesajenmu harus lebih dari biasanya."

"Tenang saja. Aku akan penuhi yang kamu inginkan jika berhasil menjalankan tugasmu," janji Mbah Naryo.

"Baiklah. Akan segera aku laksanakan tugas darimu."

Makhluk itu kemudian menghilang dalam sekejap dari hadapan Mbah Naryo. Mbah Naryo pun mulai merasa senang, sambil mulai menaburkan dupa merah ke dalam wadah tanah liat tadi.

"Kamu tidak akan bisa lepas dariku semudah itu, Bian. Jangan terlalu banyak berkhayal. Siapa pun yang membantumu selama beberapa hari terakhir tidak akan bisa mengalahkan Jin betina yang aku kirim. Sehebat apa pun dia, dia tidak akan tahu kalau Jin itu ada di dekatmu. Jin itu akan terus berada di sekitarmu seperti yang aku perintahkan dan memata-matai kamu. Ha-ha-ha-ha-ha!"

* * *

DENDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang