- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Zahri ikut menepi secara mendadak, begitu pula dengan Bian. Banting setir yang Ahmad lakukan jelas terlihat aneh, karena Ahmad adalah orang paling berhati-hati jika sedang mengemudi. Zahri dan Bian selalu ingat akan hal tersebut, sehingga tidak bisa mengabaikan yang mereka lihat.
Di dalam mobil, Ahmad ingin membantu Dela sehingga terburu-buru membuka seat belt yang dipakainya. Namun sayangnya, Dela justru mendorong Ahmad agar menjauh.
"Keluar, Mas!!! Keluar!!!" perintah Dela.
"Tapi, Dek ...."
"Keluar, Mas!!!"
Suara Dela yang begitu keras terdengar dari luar. Pintu mobil dibuka oleh Melina, membuat Rozi dan Zahri bisa segera mengeluarkan Ahmad dari sana agar bisa dibawa menjauh. Melina kemudian masuk dan membantu Dela mendorong Eka agar kembali ke bagian belakang. Sayangnya, tenaga Eka kali itu menjadi sangat kuat berkali-kali lipat dari tenaga manusia pada umumnya. Membuat Dela maupun Melina mengalami kesulitan untuk menghalaunya.
Ahmad berusaha melepaskan diri agar bisa tetap berada di mobil dan membantu Dela. Namun Rozi dan Zahri benar-benar menyeretnya ke mobil milik Bian, agar pria itu bisa tenang sementara Dela dan Melina berusaha menaklukkan Eka.
"Lepas, Zah! Demi Allah, lepaskan aku!" mohon Ahmad.
"Tenang, Ahmad! Tenang!" bentak Zahri.
"Kalau kamu memaksa begini, Dela tidak akan bisa berkonsentrasi untuk menghentikan Eka. Melina juga akan gagal membantunya jika kamu memaksa agar tetap berada di sana. Konsentrasi Dela akan terbagi, Ahmad. Tenangkan dirimu," jelas Bian.
"Tetap di sini bersama kami. Percayakan saja pada Dela dan Melina. Kita sama-sama tahu kalau mereka mampu menghentikan Eka. Dela memintamu keluar bukan tanpa alasan, Ahmad. Ayo, cobalah istighfar. Buat hatimu tenang," ajak Rozi.
Ahmad masih berusaha menetralkan nafasnya yang tidak beraturan.
"Astaghfirullah hal 'adzim. Astaghfirullah hal 'adzim. Astaghfirullah hal 'adzim," lirih Ahmad.
Bian menyodorkan air minum kepada pria itu dan Ahmad pun menerimanya. Mira yang sejak tadi menatap ke arah mobil milik Dela dari jauh merasa begitu khawatir. Bian mendekat padanya tak lama kemudian, lalu merangkulnya agar tenang.
"Lihat itu, Mas. Perempuan itu sepertinya memberi perlawanan yang cukup menyulitkan Dela dan Melina," ujar Mira, sambil menunjuk ke arah kaca bagian belakang mobil Dela yang tidak berwarna gelap.
"Iya, aku juga bisa melihatnya. Tapi apa boleh buat, kita tidak bisa mendekat karena berbahaya. Dela bahkan cepat-cepat mengusir Ahmad dari sana, karena dia pasti sudah tahu bahwa perempuan itu kali ini tidak bisa ditangani dengan cara biasa," tanggap Bian.
Zahri dan Rozi juga terlihat khawatir ketika menatap ke arah yang sama. Ahmad menyimpan air yang tadi diberikan oleh Bian, lalu bergabung dengan yang lainnya.
"Apakah kita benar-benar tidak bisa mendekat ke sana? Sama sekali?" tanya Ahmad.
"Melina bahkan sudah memperingatkan aku untuk tidak mendekat ke sana, sebelum kami turun dari mobil. Dia sudah punya firasat lebih awal ketika kamu mengerem mendadak dan menepi," jawab Zahri.
Dela terus mendorong tubuh Eka dengan kuat, sementara Melina berusaha menahan kaki dan tangan perempuan itu agar tidak berontak. Eka tidak mau kalah kali ini. Ia begitu marah saat tahu bahwa diam-diam dirinya dilawan oleh Melina dan Dela dari belakang.
"Hanya demi Bian, kalian berdua sampai sejauh ini melawanku, hah? Apakah kalian tidak merasa takut kalau aku juga akan membalas dendam pada kalian setelah aku membuat Bian hancur?" tanya Eka, sangat tajam.
"Balas dendam? Pada kami? Seharusnya kami yang balas dendam pada kamu jika memang kami mau! Kamu yang bikin ulah terhadap kami, kenapa kamu juga yang punya niatan balas dendam, hah?" amuk Melina.
"Tutup saja mulutmu yang beracun itu! Kamu tidak ada gunanya sama sekali meski terus bicara! Kami akan lakukan apa pun untuk membantu Bian, karena Bian adalah teman baik kami!" tambah Dela.
"KALIAN TIDAK AKAN BISA MENGALAHKAN AKU!!! KALI INI KALIAN TIDAK AKAN MEMENANGKAN APA PUN DAN BIAN AKAN BENAR-BENAR AKU HANCURKAN!!!" teriak Eka.
Dela tahu bahwa tubuh Eka saat itu sedang dirasuki oleh makhluk utusan dari dukun yang dicarinya. Itulah alasannya mengapa Eka sampai harus ditahan oleh dua orang pada waktu bersamaan. Karena itu, akhirnya Dela memutuskan menggunakan ajian pegat tapak dan menyerang bagian belakang kepala Eka, sebagai titik pusat kesadaran perempuan itu.
"Bismillahirrahmanirrahim!!!"
BUGH!!!
"ARRRGGGHHHH!!!" teriak Eka, cukup panjang.
Sekejap kemudian, perempuan itu kembali tidak sadarkan diri setelah makhluk yang merasuki tubuhnya keluar secara paksa. Melina berhenti menahan tubuh Eka dan mendorongnya dengan cepat hingga terbanting pada kursi bagian tengah. Nafas kedua wanita itu naik-turun tak beraturan, namun mereka tetap bekerja sama untuk mengikat Eka kembali pada posisinya.
Ahmad dan Zahri menjadi orang pertama yang mendekat ke mobil itu, setelah mereka melihat keadaan sudah cukup tenang. Melina duduk sebentar pada kursi tengah, tepat ketika Zahri membuka pintu di sampingnya. Zahri langsung mendekap Melina dan membiarkannya bersandar sambil mengatur nafas. Ahmad juga membuka pintu dari arah lain dan mendapati Dela sedang bersandar sambil memejamkan mata.
"Dek ... kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Ahmad, sambil menangkup kedua pipi Dela dengan lembut.
"Iya, Mas. Alhamdulillah aku baik-baik saja," jawab Dela.
Wanita itu kemudian langsung memeluk Ahmad, setelah perasaannya lega karena tahu bahwa Ahmad tidak terluka sedikit pun setelah tadi ia mendorongnya dengan kasar.
"Maaf, ya, Mas. Tadi aku mendorong kamu terlalu keras. Maaf," bisik Dela, mulai menangis di pelukan Ahmad.
"Dek ... tolong jangan nangis, Sayang. Dorongan yang kamu lakukan tadi sama sekali tidak keras dan tidak menyakiti aku. Kamu enggak perlu minta maaf," balas Ahmad, sambil menyeka airmata di wajah Dela.
"Harusnya dari awal kamu serang dia pakai ajian pegat tapak itu, Del. Kenapa baru kamu lakukan setelah kita hampir kehabisan tenaga, sih?" protes Melina.
Dela melepaskan tangan Ahmad dari wajahnya dan berbalik.
"Mana aku tahu kalau makhluk yang merasuki Eka akan sekuat itu, Mel? Jika aku tahu, maka akan aku serang dengan ajian pegat tapak sejak awal. Aku pikir makhluk itu mudah ditaklukkan seperti makhluk-makhluk lainnya, jadinya aku agak sedikit terlambat," sahut Dela.
"Sudah ... sudah ... jangan saling menyalahkan," lerai Mira. "Kalian berdua sudah berusaha sangat keras, jadi jangan saling menyalahkan. Dela juga benar, Mel. Andai dia tahu sejak awal bahwa makhluk halus itu sulit ditaklukkan, maka dia tidak akan terlambat mengeluarkan ajian yang dia miliki. Hanya saja, Dela juga manusia biasa yang bahkan tetap harus meraba-raba dulu jika menghadapi makhluk halus. Dia tidak bisa mengambil keputusan seenaknya, karena bisa jadi hal itu akan berimbas buruk pada diri Eka."
"Itu benar, Sayang. Dela sudah berusaha semaksimal mungkin dalam hal yang sedang kita hadapi. Kalau ada keterlambatan soal keputusannya dalam memakai ajian, maka itu adalah hal yang manusiawi. Kamu juga harus memahami hal itu. Kamu tidak boleh terbawa emosi dan kemudian menyalahkan Dela. Kamu paham, Sayang?" bujuk Zahri.
Melina pun menganggukkan kepala, lalu memeluk Dela dengan erat.
"Maaf. Aku hari ini merasa sangat marah pada Eka dan tidak tahu harus melampiaskannya pada siapa. Maaf, karena aku melampiaskannya padamu," ungkap Melina.
"Enggak apa-apa. Aku enggak marah kok, sama kamu. And I promise that nobody's gonna love you like me*," balas Dela.
"Enggak usah nyanyi!" Melina kembali mengomel.
* * *
*petikan lagu berjudul Me! dari Taylor Swift feat Brendon Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM
Horror[COMPLETED] Dela sedikit merasa aneh dengan undangan reuni yang ia terima dari SMP tempatnya belajar di Purwodadi. Pasalnya, ia hanya belajar di SMP tersebut tak sampai dua tahun, karena dulu dirinya terpaksa harus pindah sekolah ketika orangtuanya...