48 | Bertatap Muka

1.3K 105 30
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Melina tertawa lepas setelah mendengar pertanyaan yang Dela keluarkan untuk Eka. Wajah Eka mendadak memucat. Perempuan itu merasa takut setelah melihat bahwa Melina tidak memiliki keraguan sama sekali terhadap Dela, meski dirinya baru saja menyebut Dela sebagai seorang pembohong. Seharusnya Melina percaya pada tuduhan yang Eka layangkan, karena dengan begitu tidak akan ada yang mempercayai Dela meski yang dikatakannya adalah kebenaran. Sayangnya, Melina justru tertawa tanpa ragu untuk mengejek Eka secara langsung.

"Pembohong, katamu? Dela? Dela yang aku kenal baik selama belasan tahun itu menurutmu adalah seorang pembohong? Lalu, menurutmu aku atau yang lainnya akan percaya begitu saja atas tuduhanmu padanya?" ejek Melina.

Semua orang kini kembali memusatkan perhatian mereka kepada Eka. Melina mendekat pada Eka dan langsung menjambak rambutnya seperti yang pernah ia rencanakan. Eka tampak kesakitan, namun tidak bisa memberi perlawanan.

"Dengar, ya. Dengar baik-baik," titah Melina. "Jangankan berbohong menggunakan lisannya, Dela bahkan tidak bisa berbohong ketika sedang bernafas. Aku tahu persis berapa kali dia menghela nafas dalam sehari, terutama jika dia sedang merasa kesal. Dia tidak bisa berbohong padaku ataupun pada orang lain. Sikap dan sifatnya sangat mudah ditebak bagi orang yang sudah sering berada di sisinya."

Eka semakin memucat saat melihat wajah marah Melina dari jarak yang begitu dekat. Ia ingin sekali lari, namun tubuhnya sangat tidak berdaya akibat efek obat bius yang belum hilang.

"Jadi, jaga mulutmu!" tegas Melina. "Jangan coba-coba menuduh Dela lagi, karena aku tahu kalau dia tidak berbohong. Dan jika alasanmu menuduhnya adalah karena kamu takut mati ditangan dukun ataupun Iblis yang kamu puja, percayalah ... aku adalah orang yang akan menyerahkan kamu secara langsung pada mereka, agar kami tidak perlu lagi repot membawamu pergi dari sini."

Melina melepaskan jambakannya pada rambut Eka dengan sangat kasar, hingga Eka terjungkal dari posisinya. Wanita itu kini menatap ke arah Dela tanpa mengatakan apa pun. Rozi, Ahmad, dan Zahri jelas tahu kalau keduanya sedang bicara melalui kemampuan bertelepati yang Dela miliki. Melina terlihat mengangguk tak lama kemudian, lalu segera menatap ke arah Zahri dan Rozi.

"Bisa bantu aku? Aku butuh bantuan untuk menyeret perempuan bermulut busuk itu sampai ke tengah hutan. Setelah itu kita akan mengikatnya di sana, saat Dela mendatangi rumah dukun serta sarang Iblis yang biasa mereka puja," jelas Melina.

"Ya, tentu saja kami akan membantumu dengan penuh keikhlasan," Rozi maju paling pertama.

Zahri hanya terkekeh pelan, lalu segera mengikuti langkah Rozi menuju ke tempat Eka berada. Dela kemudian memberi tanda pada Bian dan Mira agar ikut dengannya. Ahmad ada bersama mereka dan sengaja memilih mengikuti dari belakang untuk berjaga-jaga.

"Lepaskan!!! Lepaskan aku!!!"

Eka benar-benar diseret oleh Zahri, Rozi, dan Melina menuju ke tengah hutan. Jarak mereka tidak begitu jauh dari kelompok yang Dela pimpin menuju ke arah rumah Mbah Naryo. Saat tiba di tengah hutan, Melina langsung mengeluarkan tali yang dibawanya dalam ransel. Tubuh Eka ditahan dalam posisi berdiri ketika Melina mulai mengikatnya di sebuah pohon paling besar, tepat di tengah hutan tersebut. Eka sendiri menyadari kalau pohon itu adalah tempat biasanya Eyang Rogo Geni membunuh seseorang. Mbah Naryo pernah memberi tahunya mengenai hal tersebut. Pada saat itulah ia sadar, bahwa Dela benar-benar memiliki kemampuan yang hebat hingga tahu persis di mana sebaiknya Eka ditempatkan.

"Tolong jangan tinggalkan aku di sini. Tolong bawa saja aku bersama kalian. Tolong. Aku tidak mau mati. Aku tidak mau disiksa oleh Eyang Rogo Geni di tempat ini, aku mohon," Eka mulai merengek dan menangis ketakutan.

Melina kembali menjambak rambut perempuan itu dengan kasar, lalu melayangkan tatapan marah tanpa segan.

"Seharusnya kamu memikirkan konsekuensi ini, sebelum menyakiti Bian dan membuat hidupnya hampir hancur! Seharusnya kamu memikirkan konsekuensi ini, sebelum berusaha menghancurkan rumah tangga Bian dan Mira, hingga Mira mengalami trauma! Seharusnya kamu memikirkan konsekuensi ini, sebelum membuat Bian menderita hingga tidak ada satu orang pun yang percaya padanya! Sekarang, jangan merengek! Terima saja nasib burukmu! Nasib buruk yang kamu undang sendiri ke dalam hidupmu!" tegas Melina, yang kemudian sekali lagi melepaskan jambakan pada rambut Eka dengan kasar.

Zahri segera menarik Melina agar tidak perlu lagi menanggapi Eka. Bahkan Rozi pun ikut membujuknya agar mereka bisa segera menyusul yang lain menuju ke rumah Mbah Naryo.

"Hei!!! Jangan tinggalkan aku, aku mohon!!! Aku takut di sini sendirian!!! Tolong bawa aku!!!"

Eka benar-benar mereka tinggalkan di tempat yang Dela inginkan. Meski perempuan itu terus menjerit, merengek, dan memohon, tetap saja tidak ada yang ingin memberikan bantuan padanya.

"Dela bilang, entah itu kita tinggalkan ataupun kita bawa, dia akan tetap menjadi korban dari dukun kepercayaannya ataupun Iblis yang dia puja. Jadi memang lebih baik kita meninggalkannya di sana, agar kita tidak perlu melihat bagaimana dia disiksa," ujar Melina, menyampaikan yang Dela katakan melalui telepati tadi.

"Pertimbangan Dela jelas benar dan sebaiknya memang kita ikuti. Melihat bagaimana orang lain meninggal secara wajar saja rasanya begitu memilukan, apalagi jika sampai melihat orang meninggal diiringi sebuah tragedi mengerikan. Aku yakin kita semua akan terbayang-bayangi oleh apa yang kita lihat dan menjadi mimpi buruk," Zahri setuju.

Melina pun tersenyum seraya menatap ke arah Zahri.

"Aku tidak bilang kalau dia akan meninggal, Zah. Aku hanya bilang kalau Eka akan menjadi korban dari dukun kepercayaannya ataupun dari Iblis yang dia puja. Untuk perkara meninggal ataupun tidak, tergantung takdir dari Allah. Jika umurnya masih panjang, maka mungkin Eka akan mendapatkan penderitaan selain daripada kematian."

Dela meminta Bian, Mira, dan Ahmad untuk berhenti. Mereka akhirnya tiba di sekitaran rumah milik Mbah Naryo yang hanya tinggal beberapa langkah lagi. Keadaan tempat tersebut terlihat sangat mencekam, padahal keadaan siang itu sangatlah cerah. Entah apa yang melingkupi area sekeliling rumah Mbah Naryo, sehingga begitu gelap bagi siapa pun yang melihatnya secara langsung.

"Gelap, ya. Seakan-akan malam akan segera tiba," bisik Bian, sangat berhati-hati.

"Itu adalah rumah dukun kepercayaan Eka. Sementara yang di belakangnya adalah sarang Iblis pujaan mereka. Itulah alasan mengapa tempat ini terlihat jauh lebih gelap daripada area lain yang tadi kita lewati, Bi. Tempat ini benar-benar penuh dengan kegelapan akibat ritual-ritual ilmu hitam yang dilakukan oleh dukun itu," jelas Dela.

Melina, Zahri, dan Rozi berhasil menyusul langkah yang lainnya hingga ke area sekitaran rumah Mbah Naryo. Ketiga orang itu merasakan hal yang sama seperti yang dijabarkan oleh Bian. Saat Dela baru saja hendak melangkah maju, sosok Mbah Naryo pun keluar dari rumahnya dan langsung menatap tajam tepat ke arah Dela.

* * *

DENDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang