- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Sayangnya ketika Melina berbalik, Dela justru tidak ada di sisinya dan malah terlihat sedang berbicara bersama dengan Fajar.
"Loh? Heh! Kamu ngapain di situ sama Fajar? Kenapa kalian berdua malah jadi ngerumpi di pojokan?" tegur Melina.
Tatap mata Dela dan Fajar pun teralihkan kepada Melina dengan kompak.
"Siapa yang ngerumpi, Mel?" tanya Fajar.
"Kita enggak ngerumpi, Mel. Kita berdua hanya sedang mencoba merundingkan keadaan orang-orang sekitar dengan menerapkan sistem focus group discussion," jawab Dela, dengan wajah penuh senyum.
"Singkatnya ... bergosip, 'kan?" gemas Melina.
Fajar dan Dela pun tertawa kompak usai melihat Melina mulai naik darah kembali.
"Jangan ketawa, Del! Kalau makhluk-makhluk halus tadi balik lagi, gimana? Coba pikirkan satu jalan keluar yang bisa kita lakukan sementara waktu untuk Bian, sebelum kita mencoba mencari Eka," pinta Melina.
Dela langsung berhenti tertawa, begitu pula dengan Fajar yang masih berada di sampingnya. Wanita itu beranjak dari sisi Fajar dan mendekat ke arah Bian yang saat ini sudah kembali duduk di kursinya.
"Makhluk-makhluk halus tadi enggak akan balik lagi ke sini. Kecuali Bian sudah tidak berada di sekitarku, barulah makhluk-makhluk halus itu akan kembali lagi," ujar Dela.
"Lah, iya, itu loh yang aku maksud, Del. Kalau nanti kita pulang, Bian akan kena serangan lagi setelah kamu tidak berada di sekitarnya. Ada jalan keluar atau tidak? Coba pikirkan sesuatu."
"Enggak akan ada jalan keluar, Mel. Kecuali Eka bisa ditemukan," ujar Bian, terdengar putus asa. "Aku sudah mencoba berbagai macam cara dan meminta tolong ke sana-ke mari. Tapi aku sama sekali tidak mendapatkan ...."
WUSH!!!
Tubuh Bian mendadak terasa dingin saat Dela membuka telapak tangannya dan mengarahkan tepat pada sisi belakang tubuh pria itu. Bian hendak berbalik, namun Melina segera menahan posisinya.
"Diam dulu. Biarkan Dela memberikan perlindungan pada dirimu menggunakan salah satu ajiannya," jelas Melina.
Asril--teman sebangku Bian--menatap kaget dalam diamnya ketika tak sengaja merasakan energi yang sedang Dela keluarkan melalui telapak tangannya. Ahmad dan Amir yang duduk tepat di belakang meja Bian pun ikut merasakan energi tersebut, meski tidak sebesar yang dirasakan oleh Asril.
"Apa yang yang sedang Dela lakukan? Memberikan perlindungan padaku?" heran Bian.
"Tahan saja, Bian. Kalau memang Dela bisa membantumu, maka kami semua yang ada di sini akan memastikan kalau kamu akan menerima bantuan darinya sampai benar-benar tuntas. Pikirkan Istrimu. Dia juga sama menderitanya seperti kamu saat ini," Wina membantu untuk membujuk Bian agar tetap tenang.
Zahri mendekat pada Melina bersama Rozi. Mereka juga ingin tahu persisnya soal hal yang sedang Dela lakukan terhadap Bian.
"Butuh waktu berapa lama bagi Dela untuk memperkuat perlindungannya terhadap Bian?" tanya Zahri.
"Biasanya, sih, enggak lama. Tapi ini sepertinya agak beda," jawab Melina, sambil terus memantau ekspresi Dela saat itu.
Dela berusaha keras untuk menembus sesuatu yang tampaknya tertanam di dalam diri Bian. Ia jelas harus mencari tahu dari mana asalnya sesuatu yang tertanam tersebut. Namun ia akan lebih mendahulukan untuk membuat Bian benar-benar aman.
"Dia akan muntah, Mel! Dia akan memuntahkan sesuatu!" Dela memberi peringatan.
Melina segera berlari ke sudut kelas dan meraih sebuah ember kosong yang biasa dipakai mengepel oleh siswa. Dirinya hampir saja terlambat memberikan ember itu, karena Bian benar-benar langsung memuntahkan sesuatu ketika ia tiba.
HOEEEKKKK!!!
"Keluarkan! Keluarkan saja! Jangan ditahan!" titah Dela.
Asril, Ahmad, dan Amir mencoba membantu menahan tubuh Bian dengan kuat. Zahri meminta Rozi membawa Wina menjauh agar Melina bisa menetap pada posisinya yang sedang memegangi ember untuk Bian.
HOEEEKKKK!!!
Sebuah benda berukuran tidak terlalu besar keluar bersamaan dengan muntah yang Bian keluarkan. Setelah itu, Dela akhirnya bisa memberikan perlindungan sepenuhnya terhadap Bian tanpa ada hambatan. Melina segera menyimpan ember tadi ke lantai, lalu membantu menyeka mulut Bian yang sedikit kotor menggunakan tisu. Dela menghentikan aliran energinya dan langsung mencoba memeriksa keadaan Bian.
"Bagaimana? Terasa jauh lebih enakan?" tanya Dela.
"I-iya, Del. Ra-rasanya ... jauh ... lebih lega," jawab Bian, terbata-bata.
Melina kembali menatap ke arah Dela.
"Apa itu tadi, Del? Kenapa bisa ada benda di dalam lambungnya?" tanya Melina.
Dela tidak langsung memberikan jawaban kepada Melina. Ia kembali menatap Bian yang kini sudah jauh lebih tenang.
"Kamu pernah menerima makanan atau minuman yang tidak diketahui siapa pengirimnya?" Dela ingin tahu.
"Entahlah, Del. Aku tidak ingat," Bian tampak kebingungan.
"Coba ingat-ingat lagi, Bi. Dela butuh jawaban agar bisa memberi bantuan terhadap kamu," saran Ahmad.
Dela melirik sekilas ke arah Ahmad, namun langsung kembali mengalihkan tatapnya kepada Bian. Jujur saja, Dela merasa senang karena bisa mendengar suara pria itu lagi. Namun keadaan Bian saat ini jelas tidak bisa membuatnya abai. Ia tidak boleh lengah, atau Bian benar-benar akan berhasil dihancurkan oleh Eka.
Bian mulai berpikir keras. Ia berusaha mengingat semua makanan dan minuman yang pernah diterimanya dari seseorang, termasuk yang mungkin pernah ia terima tanpa tahu siapa pengirimnya. Zahri menatap Melina dan berusaha bertanya melalui isyarat. Namun Melina memintanya untuk tenang sementara waktu, agar Bian bisa berkonsentrasi mengingat hal yang dibutuhkan oleh Dela.
"Ya ... sepertinya memang pernah aku menerima minuman yang tidak aku ketahui siapa pengirimnya. Saat itu kalau tidak salah adalah akhir bulan Juni. Beberapa hari sebelum aku mulai terkena serangan makhluk halus pada pertengahan bulan Juli," jelas Bian.
"Minuman apa itu? Kamu masih ingat minumannya?" tanya Dela sekali lagi.
"Ya, masih. Itu minuman kopi. Kalau tidak salah, Signature Mocha," jawab Bian.
"Starbucks? Maxx Coffee?"
"Maxx Coffee."
"Oke. Terima kasih atas informasinya. Benda yang ada di dalam muntahanmu itu akan aku ambil dan aku simpan sementara waktu. Hari ini juga aku dan Melina akan datang ke rumahmu. Kami harus memastikan bahwa Istri dan rumahmu tidak akan menjadi sasaran selanjutnya, setelah aku memberi perlindungan secara langsung pada dirimu. Jadi sebaiknya sekarang kamu langsung saja pulang ke rumah," saran Dela.
Melina pun menatap ke arah Zahri, Ahmad, dan yang lainnya.
"Siapa yang bisa mengantar Bian pulang?" tanya Melina.
"Kami semua akan mengantar Bian pulang. Hanya para wanita saja yang akan pulang ke rumah masing-masing," jawab Fajar.
Dela mengambil ember tadi dan langsung berjalan keluar dari kelas tersebut.
"Oke. Deal. Tolong kirimkan alamat rumahnya Bian padaku. Nomor teleponku atau Dela ada pada form yang tadi kuisi. Aku akan ikut dengan Dela," ujar Melina, cukup terburu-buru mengejar langkah Dela.
Asril dan Amir membantu Bian bangkit dari kursinya.
"Demi Allah, energinya Dela terasa kuat sekali. Seluruh pori-pori di tubuhku seakan terbuka lebar ketika dia mengalirkan energinya," ungkap Bian, apa adanya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM
Terror[COMPLETED] Dela sedikit merasa aneh dengan undangan reuni yang ia terima dari SMP tempatnya belajar di Purwodadi. Pasalnya, ia hanya belajar di SMP tersebut tak sampai dua tahun, karena dulu dirinya terpaksa harus pindah sekolah ketika orangtuanya...