- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Melina kembali ke ruang tamu sambil membawa palu besi berukuran besar. Meja ruang tamu terlihat sudah disingkirkan ke pinggir oleh Ahmad dan Rozi. Semua gelas yang tadi diisi minuman dan juga beberapa toples cemilan sudah disimpan ke meja makan oleh Zahri. Dela meletakkan kotak tadi di tengah ruangan yang kini menjadi cukup luas. Setelah Melina memberikan palu besi yang dibawanya ke tangan Dela, Dela pun segera membuka kotak tersebut untuk melihat isinya.
"Bismillahirrahmanirrahim," lirih Dela.
Semua orang tampak tegang saat menatap ke arah kotak tersebut. Setelah kotak itu benar-benar terbuka, Melina berusaha membaca ekspresi Dela. Benar saja, isi kotak tersebut memang benda ketiga yang Dela cari. Namun wanita itu tampak sangat berhati-hati ketika menatap isinya.
"Apakah isinya sesuai dugaanmu, Del?" tanya Melina, terlihat cukup tenang.
"Ya, isinya memang sesuai dengan dugaanku," jawab Dela.
Wanita itu merogoh saku celana untuk mengeluarkan kedua benda sebelumnya, yang masih terbungkus oleh sapu tangan. Ia membuka bungkusan itu lalu meletakkannya di lantai, tepat di samping kotak yang baru saja ia buka.
"Setelah mustika air dan mustika getih aku temukan waktu itu, sekarang benda ini benar-benar melengkapi ritual yang dijalani oleh dukun suruhan Eka," ujar Dela.
Ia mengeluarkan benda tersebut dari dalam kotak, menggunakan sapu tangan lainnya yang baru saja diberikan oleh Ahmad.
"Namanya adalah mustika geni. Iblis yang dipuja oleh Eka dan si dukun itu pastinya memiliki hubungan erat dengan api terpanas di muka bumi ini. Entah berasal dari gunung berapi mana sosoknya, yang jelas dia bisa membakar siapa pun yang dirasa mengganggu para pemujanya. Satu-satunya cara membuat Iblis itu kembali ke tempat asalnya adalah dengan menghentikan sampai tuntas ritual yang dijalankan oleh pemujanya."
"Dan apakah sekarang kamu akan menghancurkan ketiga benda itu, Del?" tanya Rozi.
"Untuk membebaskan Bian dari jeratan ritual yang mereka jalani, jawabannya adalah ya, aku jelas harus menghancurkan ketiga mustika ini. Tidak ada jalan lain. Meskipun setelahnya aku akan langsung diburu oleh Eka dan dukun yang membantunya. Di mana pun aku berada, maka dia akan bisa menemukan aku. Jadi ... saat ini aku sudah memikirkan bagaimana cara untuk mengakhiri kegilaan Eka. Tapi sebelum itu, sebaiknya di antara kalian harus ada yang segera pergi ke Polsek Purwodadi untuk menjaga Bian. Bian memang akan aman selama tidak pergi ke mana pun, tapi Eka jelas akan langsung mencoba mendatanginya saat merasakan hilangnya energi benda ini setelah aku hancurkan."
Melina segera meraih kunci mobil milik Dela dari sofa yang tadi diduduki oleh wanita itu. Zahri kembali mengambil jaketnya dan segera bersiap-siap.
"Aku akan ikut dengan Melina," ujar Zahri.
"Ya. Pergilah, Zah. Aku dan Rozi akan tetap di sini untuk mendampingi Dela," sahut Ahmad.
"Jangan lupa telepon kami jika kalian sudah sampai di sana," tambah Rozi.
"Nanti kita bertemu lagi di rumah Bian, ya. Jangan lupa jemput Mira dan buat perasaannya tenang sampai aku tiba di sana," pesan Dela.
Setelah Melina dan Zahri pergi, Rozi pun langsung menatap ke arah Dela. Wajahnya terlihat kebingungan, karena sejak tadi ada hal yang dirasa janggal oleh pria itu dalam pikirannya.
"Bagaimana caranya Eka bisa datang ke Polsek Purwodadi, tho? 'Kan dia tidak tahu kalau Bian sudah pindah tugas dan tidak lagi bekerja di kantor Polisi yang lama," heran Rozi.
Dela pun tersenyum, lalu melirik ke arah Ahmad. Ahmad juga tersenyum ketika menyadari jalan pikiran Dela saat itu.
"Eka tidak mungkin tidak tahu, Zi. Bahkan sejak awal pun aku yakin kalau dia sudah tahu mengenai Bian yang pindah tugas mendadak ke Polsek Purwodadi," jawab Dela.
"Bagaimana bisa? Apakah menurut kamu, Eka juga sering datang ke kantor lamanya Bian?"
"Tidak perlu. Dia tidak perlu repot-repot datang ke sana, jika hanya ingin tahu soal kegiatan dan gerak-gerik Bian setiap hari. Dia hanya perlu memiliki satu orang yang ada di sekitar Bian, yang mana orang itu bisa memberinya informasi," jawab Ahmad.
"Menurutmu ada pengkhianat di sekitarnya Bian selama ini?" kaget Rozi.
"Kenapa ditanya lagi, Zi? Coba saja kamu pikirkan, bagaimana bisa Bian menerima minuman yang sudah dibubuhi sesuatu oleh Eka tanpa ketahuan oleh orang lain? Tidak mungkin kalau itu bukan hasil dari bantuan orang dalam. Di sisi Bian pasti ada orang yang iri pada kesuksesannya. Orang itu pasti tidak suka pada bagusnya kinerja kerja yang Bian perlihatkan selama ini. Maka dari itu ketika Eka muncul untuk mengajaknya bekerja sama agar Bian benar-benar jatuh, orang itu pasti langsung mencoba meraih kesempatan yang datang padanya. Bian pasti tahu siapa orangnya, karena karir orang itu pasti langsung menanjak ketika karir Bian mulai menurun," jelas Dela.
Rozi tampak memikirkan semua penjelasan tersebut dengan sangat keras. Tidak bisa dipungkiri kalau dirinya merasa marah, jika apa yang Dela katakan soal pengkhianat itu benar adanya.
"Bian itu orang yang baik. Belum pernah aku lihat dia menyakiti orang lain demi mendapatkan keinginannya. Kalau pun karirnya bagus, hidupnya sukses, dan juga penuh dengan kebahagiaan, maka itu adalah hasil dari kerja kerasnya sendiri. Bukan hasil menjilat, bukan hasil menyogok, dan juga bukan hasil perbuatan kotor. Setelah semua urusan dengan Eka selesai, Insya Allah akan kucari orang yang selama ini sudah mengkhianati Bian. Aku tidak akan lepaskan dia, apa pun alasannya," janji Rozi.
"Mari kita laksanakan sama-sama. Kebetulan aku sudah punya rencana untuk membuat orang itu membayar mahal perbuatannya pada Bian," Dela ikut antusias.
Eka kembali keluar dari rumahnya ketika merasakan perasaan tidak enak. Ia merasa harus mencari udara segar agar perasaan tidak enak tersebut bisa segera menghilang. Pikirannya tertuju pada Bian dan informasi soal di mana pria itu bekerja saat ini. Ia merasa penasaran dan ingin tahu, soal siapa yang telah menunjuk pria itu agar bisa menduduki jabatan yang bagus. Sampai saat ini dirinya belum juga mendapat jawaban meski telah bertanya berulang-ulang pada orang yang selalu memberinya informasi.
"Setiap kali aku mendatangi rumah Bian, rumah itu selalu terlihat sepi. Tidak ada tanda-tanda bahwa Bian dan perempuan kurus itu ada di rumah mereka. Apakah mereka juga pindah rumah?" pikir Eka.
Mobil yang Eka kemudikan melaju dengan kecepatan sedang. Ia mengambil jalan yang biasa, agar lebih cepat tiba di depan Polsek Purwodadi. Benar saja, ketika tiba di sana ia bisa melihat mobil milik Bian terparkir di antara beberapa mobil milik anggota Polisi lainnya. Ia berhenti sejenak di pinggir jalan untuk mengawasi Polsek Purwodadi dari balik jendela mobilnya.
"Kamu tidak akan bisa lari ke mana-mana, Bian. Kamu akan selalu aku hantui, di mana pun kamu berada," gumam Eka, kemudian tersenyum menjijikan seperti biasanya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM
Horor[COMPLETED] Dela sedikit merasa aneh dengan undangan reuni yang ia terima dari SMP tempatnya belajar di Purwodadi. Pasalnya, ia hanya belajar di SMP tersebut tak sampai dua tahun, karena dulu dirinya terpaksa harus pindah sekolah ketika orangtuanya...