18 | Fakta Masa Lalu

1.5K 115 8
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Ahmad menghentikan laju mobil tersebut usai mengajukan pertanyaan kepada Dela. Dela tersenyum sambil menahan debaran jantungnya yang mendadak meningkat. Wajahnya memerah dan itu jelas tidak bisa disembunyikan dari tatapan Ahmad. Ahmad juga sedang merasa berdebar-debar, namun mencoba untuk tetap tenang di hadapan Dela.

"Iya, Mas. Aku bersedia menikah dengan Mas, jika memang Mas Ahmad benar-benar sudah siap. Tapi ... bisakah Mas Ahmad tanyakan hal itu sekali lagi di depan Melina dan Zahri, jika kita berkumpul seperti di coffee shop tadi?" pinta Dela, usai memberi jawaban.

Ahmad pun akhirnya tertawa pelan setelah mendengar permintaan itu. Ia masih belum mengalihkan tatapnya dari wajah Dela, yang selama ini hanya bisa ia lihat melalui foto-fotonya di Facebook. Ia benar-benar merindukan wanita itu, dan merasa begitu lengkap setelah bertemu serta berbicara lagi dengannya.

"Aku tahu apa tujuanmu, Dek. Kamu benar-benar sering melakukan hal jahil, rupanya. Dan, ya, aku akan segera memenuhi permintaanmu barusan," tanggap Ahmad.

Dela hanya bisa menahan malu ketika Ahmad mengungkit soal hobinya menjahili seseorang. Wanita itu sama sekali tidak menyangkalnya, karena Ahmad sudah pernah melihat satu kali, saat ia mengusir Eka menggunakan cara jahilnya.

"Sekarang lihatlah ke rumah tua itu, Dek," pinta Ahmad, seraya menunjuk ke arah sebuah rumah.

Dela menatap ke arah yang Ahmad tunjukkan padanya. Rumah itu tampak gersang dan dipenuhi tumbuhan menjalar pada bagian luarnya. Bahkan rumput-rumput di halaman rumah itu juga sangat tinggi, hingga hampir menutupi pandangan siapa pun yang mencoba melihat rumah tersebut.

"Rumah siapa itu, Mas? Apakah rumahnya Eka?" tanya Dela.

"Ya, dulu itu adalah rumahnya Eka. Lebih tepatnya, itu adalah rumah kedua orangtuanya sebelum mereka meninggal dunia. Dulu aku dan Zahri mendengar kabar, bahwa Eka pindah ke sekolah kita karena Ibunya sudah tidak mampu membayar SPP di sekolah swasta tempat Eka bersekolah sebelumnya. Hal itu terjadi setelah Ayahnya meninggal dunia. Lalu setelah Ibunya Eka meninggal ketika dia baru memasuki awal SMA, akhirnya dia tidak lagi tinggal di rumah itu. Entah dia tinggal di mana, tapi yang jelas dia tetap berlagak seperti orang kaya saat itu dan semakin hobi mencari-cari masalah dengan orang lain," jawab Ahmad.

Dela pun mulai mengawasi keadaan lingkungan di sekitar rumah tersebut. Kawasan itu masuk ke dalam sebuah komplek perumahan mewah, yang mana rumah-rumah lainnya terlihat sangat apik dan terawat. Hanya rumah milik kedua orangtua Eka saja yang tampaknya menjadi rumah terbengkalai di komplek tersebut.

"Ayo kita turun, Mas. Aku mau mencari tahu sesuatu," ajak Dela.

"Iya, Dek. Ayo, aku akan menemani kamu," tanggap Ahmad.

Mereka berdua turun dari mobil dan mulai berjalan menjauh dari rumah yang tadi mereka perhatikan. Dela mengajak Ahmad menemui salah satu satpam di komplek tersebut, dan bertanya tentang keberadaan rumah Ketua RT. Satpam itu akhirnya menunjukkan salah satu rumah yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri saat itu. Setelahnya, mereka berdua segera mendatangi rumah yang tadi ditunjukkan dan bertemu langsung dengan Ketua RT di komplek tersebut.

"Rumah nomor 17 B? Maksud Mbak dan Mas, rumah satu-satunya yang terbengkalai di komplek ini?"

"Iya, Pak. Benar sekali. Kami berdua ingin tahu siapa pemilik rumah terbengkalai tersebut dan alasan mengapa rumah itu ditinggalkan," jawab Dela.

Ahmad hanya mendengarkan dan tidak berani ikut campur. Karena bagi Ahmad, apa pun yang ingin Dela ketahui pasti berkaitan dengan bantuan yang akan diberikan kepada Bian. Dela butuh melihat ke berbagai sisi, agar bisa menemukan keberadaan Eka yang benar-benar pasti.

"Entah bagaimana caranya saya harus menceritakan, Mbak. Saya sebenarnya bingung harus memulai dari mana. Karena sebelum saya menjadi Ketua RT di komplek ini, sudah ada enam orang mantan RT yang tahu dengan pasti bahwa rumah itu memang sebaiknya tidak ditempati lagi oleh siapa pun."

Dela dan Ahmad sama-sama mengerenyitkan keningnya usai mendengar hal tersebut. Mereka cukup bingung dengan apa yang disampaikan oleh Ketua RT tersebut.

"Maksudnya bagaimana, ya, Pak? Rumah itu sebaiknya tidak ditempati lagi oleh siapa pun? Kenapa bisa begitu? Apakah ada kejadian buruk, yang pernah terjadi di rumah itu?" Dela mulai penasaran.

"Kejadiannya bukan hanya buruk, Mbak. Tapi mengerikan."

"Mengerikan? Kenapa Bapak bisa sampai menyebut kejadian yang terjadi di rumah itu mengerikan? Sebenarnya, apa yang terjadi?" Ahmad akhirnya ikut penasaran.

Ketua RT tersebut akhirnya menghela nafas sejenak, ketika akan mulai menceritakan kejadian dimasa lalu kepada Dela dan Ahmad.

"Begini, rumah itu dulunya adalah milik pasangan suami-istri bernama Bu Asmi dan Pak Warjono. Mereka memiliki seorang anak perempuan bernama Eka. Pak Warjono ini dulunya adalah seorang kontraktor yang cukup sukses pada awal tahun sembilan puluhan. Hanya saja, karirnya harus berakhir menjelang awal tahun dua ribuan, akibat krisis moneter yang waktu itu tidak bisa diatasi. Sejak karirnya berakhir, Pak Warjono lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. Uang simpanan keluarga itu akhirnya mulai menipis akibat banyaknya keperluan rumah tangga serta gaya hidup Bu Asmi dan anaknya yang tidak mau terlihat miskin di depan orang lain. Singkat cerita, Pak Warjono akhirnya mencari jalan keluar yang instan. Dia mendatangi dukun yang dipercaya bisa membantu membuat seseorang menjadi cepat kaya raya. Dukun itu didatangkan ke rumah mereka, lalu terjadilah hal yang tidak disangka-sangka oleh siapa pun. Hari itu juga, Pak Warjono meninggal dunia setelah salah menyiapkan sesajen yang sudah disebutkan oleh dukun yang dipanggilnya. Pak Warjono jatuh dari lantai dua rumah itu hingga kepalanya pecah akibat membentur di lantai akibat didorong oleh makhluk halus yang mengamuk. Setelah kejadian itu, mau tidak mau, Bu Asmi-lah yang akhirnya meneruskan kegiatan perdukunan tersebut. Namun pada akhirnya mereka tetap saja tidak kembali menjadi kaya raya seperti sebelumnya, dan nyawa Bu Asmi juga akhirnya harus menjadi tumbal selanjutnya."

Dela pun mendadak tertawa usai mendengar kenyataan yang terjadi terhadap kedua orangtua Eka dimasa lalu. Hal itu jelas menarik perhatian Ahmad dan Ketua RT yang baru saja selesai bercerita.

"Dan sekarang anak dari keluarga itu juga jadi hobi bermain-main dengan dunia perdukunan. Hebat ... benar-benar hebat. Tidak ada rasa kapok ternyata di dalam otaknya," gumam Dela.

"Apakah yang Mbak maksud adalah, Eka?"

"Iya, Pak. Eka adalah orang yang saya maksud. Dia saat ini sedang kami cari keberadaannya, karena telah berani mengirimkan serangan dari makhluk halus kepada salah satu teman kami hingga hidupnya menjadi kacau. Maka dari itulah kami datang ke sini dan mencoba mencari tahu tentang kehidupannya," jawab Dela. "Oh, ya ... bolehkah kami berdua mengunjungi rumah terbengkalai itu, Pak? Ada hal yang ingin kami lakukan di sana, untuk membuat Eka keluar dari tempatnya bersembunyi."

* * *

DENDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang