34 | Meminta Pada Bian

1.2K 104 4
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Zahri benar-benar menginjak rem secara mendadak, setelah mendengar perintah dari Dela. Melina juga menghentikan mobilnya dengan terburu-buru, karena tahu bahwa Dela akan segera keluar.

"Keluar dari mobil! Langsung masuk ke rumah berpagar oranye itu! Lindungi kotaknya, apa pun yang terjadi," titah Dela, sekali lagi.

Rozi dan Zahri segera mengamankan Ahmad yang tengah memegangi kotak tadi. Dela turun dan mendekat pada Melina. Melina masih menatap tepat ke arah makhluk yang sedang berusaha menjaga jarak dari Dela. Seakan makhluk itu tahu bahwa dirinya harus berhati-hati.

"Makhluk itu sengaja menampakkan dirinya agar membuat orang lain merasa takut berada di sisimu. Aku yang seharusnya tidak bisa melihatnya jadi bisa melihatnya dengan jelas. Sayang sekali, kalau makhluk itu pikir bahwa aku akan takut setelah melihat wujudnya, maka dia jelas salah besar," ujar Melina, sambil tersenyum sinis.

"Dia jelas tertarik untuk mengikuti aku, karena kotak yang aku temukan dari dalam lemari milik Eka. Dalam kotak itu pasti ada sesuatu yang penting, sehingga saat bukan penjaganya yang memegang, makhluk itu langsung muncul," jelas Dela.

"Lalu sekarang bagaimana? Apakah kamu akan melakukan sesuatu?" tanya Melina.

"Ya. Seperti biasa," jawab Dela, seraya bersiap-siap.

Zahri, Rozi, dan Ahmad hanya bisa mendengarkan pembicaraan itu dari balik pagar. Mereka dilarang keras mendekat oleh Dela dan hanya boleh membantu menjaga kotak yang masih dipegangi oleh Ahmad. Namun bagaimana pun, ketiganya merasa tidak tenang setelah mendengar pembicaraan di luar.

"Menurut kamu, apakah Dela akan melakukan hal seperti yang dia lakukan untuk Bian ketika hari reuni?" tanya Rozi kepada Ahmad.

"Sudah jelas pasti akan begitu, Zi. Dela tidak akan membiarkan makhluk halus itu berhasil sampai ke sini dan mencoba mengganggu kita," sahut Zahri.

"Kita tunggu saja. Entah apa yang akan dilakukan oleh Dela, aku yakin bahwa hal itu sudah dipikirkan olehnya matang-matang," jawab Ahmad.

Melina melangkah sedikit menjauh, ketika Dela sudah benar-benar siap. Wanita itu telah mengumpulkan energinya pada kedua telapak tangan yang masih dikepalnya erat-erat.

"Bismillahirrahmanirrahim. Robbi a'uudzubika min hamazaatisy-syayaathiin wa a'udzubika robbi ayyahdhuruun," lirih Dela.

Rozi mencoba mengintip dari celah pagar yang renggang. Pria itu jelas penasaran dengan apa yang akan Dela lakukan terhadap makhluk yang tadi mengikuti mereka. Zahri dan Ahmad berusaha mencegahnya, namun Rozi benar-benar sudah terlanjur penasaran. Makhluk yang sejak tadi mencoba menjaga jarak dari Dela mendadak melesat ke arah wanita itu untuk menyerang. Dengan sigap, Dela langsung membuka kedua telapak tangannya dan mengibaskan secara berlawanan tepat ke arah datangnya makhluk tersebut.

BLAMMM!!!

Makhluk itu terpecah dalam sekejap, lalu menghilang dan hanya meninggalkan aroma hangus yang sangat menyengat. Kedua mata Rozi membola ketika menyaksikan hal tersebut. Ini bukan pertama kalinya bagi Rozi melihat yang Dela lakukan, namun pertama kali ia melihat dari dekat dan tanpa ada penghalang seperti sebuah dinding kelas. Pria itu tidak bisa menyembunyikan perasaan kaget yang seiring dengan perasaan takjub pada wajahnya. Hal itu jelas membuat Zahri dan Ahmad merasa menyesal karena tidak mencoba mengintip seperti yang Rozi lakukan.

"Alhamdulillah," ucap Melina dan Dela, kompak.

Kedua wanita itu kini saling menatap satu sama lain, setelah keadaan kembali netral seperti biasanya. Melina membuka pagar rumahnya dan juga pagar rumah Dela, agar mereka bisa memasukkan mobil masing-masing ke garasi. Rozi, Zahri, dan Ahmad kini bernaung di teras rumah Melina. Sementara Dela datang menyusul mereka tak lama kemudian setelah menyimpan mobilnya.

"Jadi ... ini rumah Melina atau rumahmu?" tanya Rozi.

"Apa yang terjadi di luar pagar tadi, Dek?" tanya Ahmad.

"Lebih baik kamu menjawab pertanyaan Ahmad daripada menjawab pertanyaan Rozi," saran Zahri.

Dela pun tersenyum. Melina masih mencoba menyimpan mobilnya di garasi dan belum menyusul mereka.

"Ini adalah rumah Melina. Keseluruhan warna catnya sangat melambangkan warna favorit sahabat baikku itu. Oranye," ujar Dela, menjawab pertanyaan Rozi. "Dan yang terjadi di luar pagar tadi, sama persis dengan yang aku lakukan ketika kita pertama kali bertemu pada hari reuni. Aku mengusir makhluk halus yang sengaja menunjukkan wujudnya tadi, agar tidak mencoba mengejar kalian demi mendapatkan kotak itu."

Dela menunjuk ke arah kotak yang masih Ahmad pegang. Melina muncul tak lama kemudian, lalu membukakan pintu untuk para tamunya. Mereka semua masuk ke dalam rumah itu, lalu sama-sama duduk di sofa--kecuali Zahri, yang langsung mengekori langkah Melina menuju dapur--untuk bicara lebih lanjut. Ahmad memberikan kotak itu kepada Dela, agar Dela bisa membuka kotak tersebut dan memperlihatkan isinya kepada mereka.

Melina dan Zahri kembali muncul di ruang tamu sambil membawa minuman serta cemilan. Dela masih saja diam, lalu mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Bian.

"Halo. Assalamu'alaikum, Del," sapa Bian.

"Wa'alaikumsalam, Bi. Kamu masih di kantor, 'kan? Belum keluar untuk makan siang, 'kan?" tanya Dela.

"Ya, aku masih di kantor dan belum berencana akan keluar untuk makan siang. Mira bilang padaku kalau dia akan makan siang di kantornya saja hari ini, karena masih ada beberapa pekerjaan lagi yang perlu dia awasi di laboratorium," jawab Bian.

"Bagus. Kamu juga makan siang di kantor saja. Jangan ke mana-mana. Aku sedang mengusahakan sesuatu untuk kamu, jadi sebaiknya kamu tetap berada di tempatmu saat ini. Pesan saja Go-Food. Insya Allah nanti ongkos kirimnya akan kuganti," pinta Dela.

"Enggak perlu ganti ongkos kirimnya, Del. Aku paham kalau memang kamu meminta agar aku tetap berada di sini. Aku akan lakukan apa pun untuk memenuhi hal itu."

"Oke. Jangan lupa kabari Mira. Kalau begitu aku tutup dulu teleponnya. Nanti akan aku kabari kamu lagi. Assalamu'alaikum," pamit Dela.

"Wa'alaikumsalam," balas Bian.

Setelah selesai menelepon Bian, tatapan Dela langsung tertuju pada Melina yang sejak tadi belum duduk di sofa dan lebih memilih berdiri di ambang pintu ruang tamu. Wanita itu tampaknya sudah tahu arti tatapan yang Dela lakukan ke arahnya. Hal itu jelas membuat Rozi, Zahri, dan Ahmad merasa semakin penasaran.

"Akan aku siapkan hal yang kamu butuhkan. Tunggu sebentar," ujar Melina, yang kemudian segera pergi menuju ke bagian belakang rumah.

"Eh? Kapan Dela meminta disiapkan sesuatu, Mel? Kalian berdua barusan hanya saling tatap-tatapan, loh!" heran Zahri.

"Jangan bilang, kalau kamu dan Melina bisa berkomunikasi melalui telepati. Demi Allah aku tidak akan percaya hal yang satu itu, jika kamu sampai ...."

Rozi mendadak diam sebelum sempat menyelesaikan kalimat omelannya. Bahkan Ahmad dan Zahri pun ikut terdiam, lalu menatap ke arah Dela dengan kompak.

"Kadang aku tidak perlu mengeluarkan suara jika ingin membicarakan hal yang rahasia di tengah-tengah sekumpulan orang banyak. Percaya atau tidak percaya, telepati itu memang benar-benar ada dan aku adalah salah satu orang yang menguasainya. Kadang Gista juga kuajak bicara melalui telepati seperti ini. Jadi jangan terlalu kaget," jelas Dela, melalui telepati yang tengah ia lakukan.

* * *

DENDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang