47 | Kekesalan Terhadap Eka

1.3K 105 14
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Rozi membuka ponselnya, tepat pada saat mobil yang Bian kemudikan berhenti bersamaan dengan kedua mobil lainnya. Pesan dari Gista baru saja masuk dan ia membacanya dengan cepat. Mira memperhatikannya, begitu pula dengan Bian.

"Ada kabar lagi dari Gista?" tanya Bian.

"Iya, Bi. Ini kabar baru dari Gista," jawab Rozi. "Dia bilang padaku kalau Hari saat ini sudah meninggalkan rumah perempuan yang menjadi selingkuhannya. Dia sedang kembali mengikuti Hari."

Mira pun menatap ke arah Bian dengan penuh rasa cemas.

"Apakah tidak sebaiknya kita minta pada Gista untuk berhenti, Mas? Dia sendirian saat ini. Aku takut terjadi sesuatu padanya ketika sedang mengikuti Hari," ungkap Mira akan keresahannya.

"Sulit, Mira," sahut Rozi dengan cepat.

Bian dan Mira kembali menatap ke arah Rozi, saat mendengar pria itu menyahut.

"Gista sama kerasnya dengan Melina dan Dela. Jika mereka sudah melakukan sesuatu, maka akan sulit bagi kita untuk meminta mereka agar berhenti. Mereka akan berhenti dengan sendirinya, jika mereka rasa hal yang dilakukan sudah cukup dan bisa menghasilkan sesuatu. Aku sudah mencoba membujuk Gista sejak tadi, tapi Gista tetap bersikeras ingin melanjutkan meski hanya sendirian."

Rozi pun menunjuk ke arah luar mobil, sehingga Mira dan Bian kini mengalihkan tatap ke arah yang Rozi tunjukkan. Ketiganya bisa melihat bagaimana Eka kembali diseret keluar dari mobil milik Dela oleh Melina dan Zahri. Dela tampak sedang mengamati keadaan di sekitarnya dan didampingi oleh Ahmad.

"Sebaiknya kita ikut turun. Kita harus tahu apa yang akan terjadi ke depannya setelah tiba di sini. Dan ... aku rasa kita butuh penjelasan panjang soal jin yang tadi Dela lawan ketika kita masih dalam perjalanan," ajak Rozi.

"Ya, kamu benar, Zi. Sebaiknya kita ikut turun," Bian setuju.

Ketiga orang tersebut keluar dari mobil dan langsung beranjak menuju ke tempat yang dijadikan titik kumpul oleh Melina. Eka masih tidak bisa menggerakkan tubuhnya akibat efek obat bius kedua yang Dela berikan. Perempuan itu akhirnya dibiarkan duduk dan bersandar pada sebuah pohon yang cukup besar, agar tidak perlu terbaring seperti mayat. Bian hendak mendekat pada Dela, namun Melina mencegahnya dengan cepat.

"Biarkan Dela berkonsentrasi untuk saat ini. Hutan ini cukup luas. Untuk menemukan keberadaan dukun itu jelas tidak mudah bagi kita. Jadi biarkan Dela yang mencari keberadaannya menggunakan ajian temu wujud," jelas Melina, tanpa diminta.

Mira mendekat padanya dan Melina langsung memeluknya dengan lembut agar merasa tenang. Wanita itu tahu kalau Mira saat ini tidak bisa menenangkan dirinya sendiri. Maka dari itu ia berusaha membantunya untuk tenang, meski Mira belum mengatakan apa-apa.

Bian mendekat pada Zahri. Mereka sama-sama menatap ke arah Ahmad yang terus berada di samping Dela sejak tadi. Pria itu tampaknya sudah mulai terbiasa dengan kelebihan yang Dela miliki, sehingga tidak merasa ragu untuk berada di sekitar Dela meski saat ini wanita itu sedang menggunakan kemampuannya. Ahmad sama sekali tidak memperlihatkan bahwa dirinya tidak nyaman. Dia sangat tenang, melebihi Dela yang sedang berkonsentrasi penuh.

"Ahmad terlihat kesal saat aku dan Melina mendekat ke mobilnya Dela untuk menyeret Eka keluar. Secepat mungkin aku bertanya padanya tentang raut wajahnya yang terlihat kesal itu. Dan jawabannya hanya satu ... dia merasa kesal karena Eka masih saja berusaha menghasutnya agar kembali meninggalkan Dela," bisik Zahri.

"Kamu serius? Ahmad mengatakan bahwa Eka masih saja berusaha menghasutnya agar meninggalkan Dela?" Bian terlihat tidak percaya.

"Ya, itu yang dia katakan. Ahmad tidak pernah berbohong. Jadi aku yakin seratus persen bahwa apa yang dikatakannya adalah hal yang baru saja terjadi. Dia tidak menunjukkan kekesalannya di depan Dela, tapi tidak menyembunyikannya dariku dan Melina. Dia ingin mengungkapkan rasa kesalnya, tapi tidak di hadapan Dela."

Kedua pria itu kini sama-sama melirik ke arah Eka dengan tajam. Eka tampak terus menatap ke arah Dela dan Ahmad, seakan perempuan itu telah mengalihkan dendamnya kepada Dela setelah tidak berhasil membuat Bian menderita.

"Apa kubilang tadi! Dia itu aneh, karena memiliki dan selalu menggunakan ilmu yang tidak jelas! Kenapa kamu masih juga bertahan di sisinya?" Eka mulai mempengaruhi Ahmad secara terang-terangan.

Kini bukan hanya Bian dan Zahri yang melayangkan lirikan tajam kepada perempuan itu. Bahkan Melina, Mira, dan Rozi pun ikut menatapnya dengan tajam karena merasa kesal setelah mendengar usahanya menghasut Ahmad. Ahmad tidak menanggapi, karena dirinya sudah berjanji pada Dela untuk tidak menggubris ucapan Eka meski ucapannya terasa sangat mengganggu di telinga. Ia tidak ingin membuat Dela kecewa, terutama pada saat dirinya sedang berada di sisi Dela yang butuh ketenangan agar bisa berkonsentrasi.

Melina baru saja akan membuka mulutnya, ketika suara Rozi sudah terdengar lebih dulu di telinga semua orang.

"Memangnya kenapa kalau Dela terlihat aneh dengan kemampuan yang dia punya?" tanya Rozi, dengan nada mengejek.

Eka mengalihkan tatapannya ke arah Rozi setelah tidak mendapat tanggapan sama sekali dari Ahmad.

"Meski Dela terlihat aneh dengan kemampuan yang dia miliki, setidaknya dia tidak pernah mencoba menyakiti orang lain seperti yang kamu lakukan bersama dukun kepercayaanmu itu! Dia justru menggunakan kemampuan yang dia miliki untuk membantu Bian yang sedang berada dalam kesulitan akibat ulahmu. Wajar kalau Ahmad memilih bertahan di sisinya daripada mendengar omongan busukmu soal Dela. Dela lebih pantas dipertahankan oleh Ahmad jika dilihat dari sudut pandang mana pun, ketimbang Ahmad harus mendengarkan hasutanmu tadi. Kamu itu serba kurang. Kurang berakal, kurang waras, dan kurang tahu diri! Jadi cobalah untuk sadar diri dan tutup saja mulutmu rapat-rapat, sebelum aku merobeknya dengan tanganku!"

"Zi, sudah. Abaikan saja," saran Melina, seraya menarik Rozi agar segera mundur.

"Biar saja, Mel. Anggap saja aku saat ini sedang mewakili Gista. Gista sudah sejak awal geram sekali pada perempuan tidak tahu diri itu, setelah melihat bagaimana nasib nama baikmu dan Dela harus menjadi buruk di hadapan Zahri dan Ahmad dimasa lalu. Dia mengatakannya padaku dengan jujur saat kami bicara berdua, kemarin," ungkap Rozi, apa adanya.

Dela telah selesai menggunakan ajian temu wujud. Wanita itu kemudian menatap Ahmad dan tersenyum, sebelum akhirnya berbalik menatap ke arah yang lainnya.

"Aku menemukan di mana keberadaan Mbah Naryo," ujar Dela.

"Pembohong! Mana mungkin kamu bisa menemukan keberadaannya di tengah hutan yang luas ini? Kamu ingin disebut hebat, hah? Kamu ingin pamer dan mendapat pujian dari semua orang? Iya, 'kan?" bentak Eka.

"Ugh! Ingin sekali rasanya aku potong lidah perempuan sinting itu!" ungkap Zahri, jujur.

Senyum di wajah Dela semakin mengembang, meski wanita itu kini tampak sedang menggeleng-gelengkan kepalanya seraya menatap ke arah Eka.

"Kenapa? Kamu takut kalau akhirnya akan mati di tangan Mbah Naryo atau di tangan Iblis pujaanmu dalam waktu dekat?" tanya Dela, sangat tenang.

* * *

DENDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang