20 | Benar-Benar Datang

1.4K 110 20
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Zahri berusaha keras menahan tawa usai mendengar isi voice note yang baru saja diputar oleh Melina tepat di sampingnya. Pria itu langsung datang ke kantor Melina dan menemuinya, ketika Melina menanyakan apakah Ahmad bisa dihubungi atau tidak. Zahri tahu bahwa nada pertanyaan Melina saat itu mengarah pada sebuah kecemasan. Sehingga dengan cepat dirinya memutuskan menemui wanita itu di tengah jam kerjanya. Namun siapa sangka setelah ia menerima penjelasan dari Melina soal niatan Dela mencari keberadaan Eka, dirinya malah harus mendengar balasan dari Dela melalui ponsel milik Ahmad.

"Jangan tertawa, Zah. Jangan coba-coba," ancam Melina, sambil menahan malu.

"Jangan tertawa, Zah, atau hidupmu akan berakhir dalam hitungan detik dan dihantui betulan oleh Melina seumur hidup!" seru Bian, dari balik jendela lantai dua yang terbuka.

"AAMIIN!" balas Zahri, tanpa ragu.

"Zahri! Jangan bikin aku tambah malu!" amuk Melina.

Bian tidak bisa menahan tawanya, ketika melihat tingkah Melina yang tampak seperti anak remaja jika sudah berhadapan dengan Zahri. Pria itu langsung mundur dan tidak lagi muncul dari balik jendela lantai dua. Zahri kini harus berjuang sendiri untuk membuat Melina kembali tenang dan berhenti merasa malu.

"Sejak kapan, sih, kamu jadi wanita pemalu? Dela tahu, kalau kamu bisa jadi wanita pemalu seperti ini?" tanya Zahri, sambil menangkupkan tangannya pada kedua pipi Melina.

"Enggak usah tanya-tanya hal aneh begitu, Zah. Kamu tanya hal yang biasa saja, aku sering bingung mau jawab apa. Aku takut salah ngomong. Aku takut kamu salah paham lagi, seperti dulu," jawab Melina.

Senyum di wajah Zahri berganti dengan ekspresi penuh sesal yang bisa Melina lihat dengan jelas. Melina mendadak merasa menyesal karena tak sengaja membahas masa lalu di depan Zahri. Namun bagaimana pun Melina berusaha menghindar, nyatanya pembahasan soal masa lalu yang pernah terjadi di antara mereka benar-benar sulit untuk dihalau. Entah siapa pun yang akan memulai lebih dulu, baik itu Melina ataupun Zahri, kenyataannya mereka tetap harus membicarakan hal itu agar benar-benar bisa terlepas dari bayang-bayang masa lalu yang menghantui.

"Ya ... kamu benar. Pasti rasanya sangat sulit bagi kamu, karena harus menghadapi aku yang pernah menjadi sosok terbodoh di hadapanmu. Aku seharusnya menjadi garda terdepan yang melindungi kamu, saat seseorang berusaha menyakitimu. Aku seharusnya menjadi orang pertama yang memberimu rasa tenang dan memberimu sandaran, saat ada orang yang berusaha menumbangkanmu. Tapi aku justru menjadi orang pertama yang tidak bisa percaya padamu waktu itu. Aku lebih percaya hasutan yang Eka beri, daripada percaya padamu yang benar-benar sayang padaku. Aku selalu salah paham setiap kali kamu bicara, sehingga membuat kamu akhirnya benar-benar tidak lagi ingin membicarakan apa pun kepadaku."

Melina membiarkan Zahri terus bicara tanpa berusaha menghentikannya. Ia rindu suara pria itu. Ia rindu bicara banyak dengannya. Sekarang, ia sedang menikmati pertemuan mereka yang hanya berdua saja, tanpa ada pengganggu.

"Aku menyadari itu setelah kamu pergi, Mel. Aku merasa kosong dan menyesal begitu dalam saat tahu bahwa Eka menertawai kebodohanku yang percaya dengan hasutannya. Tapi kamu sudah terlanjur pergi dan kita terlanjur putus. Sejak itu aku hanya bisa menatap foto kamu dari akun Facebook. Sama halnya dengan yang Ahmad lakukan, kami berdua selalu membuka akun Facebook hanya untuk menatap foto wanita yang kami lepaskan akibat ulah Eka. Terlebih, kamu dan Dela selalu saja bersama setelah lulus SMP. Kamu pindah ke Jakarta dan melanjutkan SMA bersama Dela disatu sekolah yang sama. Membuat aku bisa mengabari Ahmad jika ada postingan baru atau Ahmad yang akan mengabariku jika dia melihat postingan baru lebih dulu. Terdengar bodoh, 'kan? Saat ada, kami menyia-nyiakan. Saat tidak ada, kami berharap bisa kembali. Sangat bodoh, 'kan?" tanya Zahri.

"Dan aku masih cinta sama orang bodoh itu, Zah. Orang bodoh yang mudah sekali dihasut oleh perempuan seperti Eka dan memilih putus denganku itu masih aku cinta, Zah. Menurutmu ... aku harus bagaimana?" Melina balas bertanya.

Airmata mulai menggenangi mata wanita itu. Zahri dengan cepat menyeka airmata tersebut, agar tidak perlu membanjiri wajah cantik yang selalu ia ingat sejak pertama kali jatuh cinta. Ia kemudian membawa Melina ke dalam pelukannya, dan membiarkan wanita itu menumpahkan semua perasaannya yang tertahan selama ini.

"Jangan lepaskan aku lagi, Zah. Tolong jangan lepaskan aku lagi seperti waktu itu. Aku enggak bisa berpaling dari kamu meski rasanya sakit ketika kita putus. Aku sayang kamu apa adanya, Zah. Aku enggak peduli dengan betapa besar kebodohanmu. Aku masih cinta sama kamu. Titik," ungkap Melina.

"Ya. Setelah kamu membuka jalan dan memberi aku kesempatan kedua seperti ini, Insya Allah aku enggak akan pernah melepaskan kamu lagi, Mel. Aku akan berusaha sekuat yang aku mampu untuk terus berada di sisi kamu. Sesulit apa pun itu, aku enggak akan pernah mau mengulang kebodohanku dimasa lalu," balas Zahri, memberikan kepastian.

Melina membalas pelukan yang Zahri beri saat itu. Bian menatap lagi dari balik jendela lantai dua, lalu berinisiatif mengambil foto untuk dikirimkan pada Ahmad.

BIAN
Zahri dan Melina sudah CLBK. Kamu kapan?

AHMAD
Telat, Bi. Mereka masih kurang cepat. Aku sudah mengajak Dela menikah dan dia menjawab 'ya' sejak beberapa jam yang lalu.

Bian pun membuat screenshot chat antara dirinya dan Ahmad, lalu memajangnya pada WhatsApp story agar Zahri dan Melina bisa melihatnya secara bersamaan. Benar saja, tak sampai beberapa menit Melina langsung berbalik menatap ke arah jendela lantai dua.

"Bian!!! Sejak kapan kamu jadi hobi menyampaikan gosip melalui WhatsApp story, hah??? Kamu butuh kuadukan sama Mira atau bagaimana???" amuk Melina, tidak bisa dicegah oleh Zahri sekalipun.

Dela tertawa saat melihat WhatsApp story yang Bian buat saat itu. Ahmad juga tertawa pelan sambil menggeleng-gelengkan kepala ketika melihat hal yang sama melalui ponselnya sendiri.

"Melina pasti lagi ngamuk di depan Bian, sekarang," ujar Dela.

"Iya, sudah jelas. Dan tidak ada yang bisa menghentikan amukannya saat ini, termasuk Zahri, karena pawangnya sedang ada bersamaku," sahut Ahmad.

Tawa Dela seketika terhenti ketika melihat mobil milik Eka datang tak lama kemudian. Ahmad ikut menatap ke arah yang ditatap oleh Dela saat itu, lalu mulai merekam keadaan yang terjadi di rumah terbengkalai tersebut.

"Dia benar-benar datang, Dek," ujar Ahmad.

"Ya, dia jelas akan datang karena tidak tahan dengan bisikan yang terdengar di telinganya. Ajian mastani selalu membuat telinga orang yang aku pancing terasa panas dan pengar. Maka dari itulah dia datang ke sini, karena ingin suara yang didengarnya berhenti," jelas Dela.

* * *

DENDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang