- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Wina akhirnya mempertemukan Risti kepada Dela dan Melina sore itu juga. Seperti yang sudah Wina duga, Risti merasa sangat marah ketika Dela menanyakan soal masalahnya dengan Eka hingga terjadi keributan saat masih SMA, dulu. Namun sebisa mungkin, Wina tetap membantu untuk menengahi mereka bertiga meski tahu apa konsekuensi yang nantinya akan ia dapatkan.
"Ris, aku mohon pengertianmu kali ini. Ini masalah tentang hidup seseorang, Ris. Jika kedua temanku ini tidak mendapatkan informasi yang benar-benar terbuka mengenai Eka, maka jalan mereka ke depannya akan sangat sulit. Kami bertiga janji, apa pun masalah yang kamu ceritakan pada kami tidak akan bocor ke telinga siapa pun. Kami butuh tahu mengenai Eka sejelas-jelasnya, agar kami bisa mengatasi dia sampai benar-benar tuntas," bujuk Wina.
Risti pun menatap tajam ke arah Wina.
"Dan menurutmu aku akan percaya begitu saja bahwa hal itu tidak akan bocor pada siapa pun? Menurutmu aku ini mudah kamu yakinkan dengan iming-iming janji seperti itu?" ketusnya.
"Kalau bukan kamu yang menceritakannya, kami bisa membuat orang lain yang tahu tentang kehidupanmu menceritakannya pada kami. Kami yakin kedua orangtuamu tahu soal masalah antara kamu dan Eka, yang kamu simpan selama ini. Kalau pada akhirnya kami tidak bisa mendapatkan apa-apa, pasti nanti Eka sendiri yang akan membocorkannya ketika berhasil ditangkap. Semuanya bisa saja terjadi," ujar Dela.
"Tapi itu terserah kamu. Kalau kamu tetap tidak mau cerita sekarang, maka kami akan dengan senang hati mendatangi rumah dan tempat kerjamu setiap hari, sampai kami mendapatkan informasi yang kami butuhkan soal Eka," tambah Melina, memberikan opsi pada Risti.
Risti akhirnya tidak punya jalan lain selain menceritakan masalah sebenarnya, antara dirinya dan Eka. Meski ia enggan membicarakan lagi mengenai hal itu, tapi dirinya jelas lebih enggan didatangi oleh Melina dan Dela terus-menerus. Ia akan merasa sangat terganggu dan kenyamanan hidupnya akan terancam.
"Eka adalah perempuan simpanan Ayahku. Dia jadi perempuan simpanan Ayahku sejak masih kelas satu SMP," ujar Risti, membuka rahasianya sambil melirik tajam ke arah Wina.
Melina dan Wina merasa kaget akan fakta tersebut. Hanya saja mereka berupaya untuk menjaga ekspresi masing-masing, agar Risti tidak merasa dipermalukan. Beda halnya dengan Dela yang tampak datar-datar saja, seakan wanita itu sudah tahu sejak awal bahwa ada indikasi menuju ke arah yang sedang Risti bicarakan.
"Ayahku punya kelainan. Dia sangat tertarik pada gadis remaja dan senang jika bisa bermesraan dengan gadis-gadis berusia tiga belas tahunan. Hal itu dimanfaatkan oleh Eka untuk membuat Ayahku terjebak dalam jeratannya. Ayahku pernah tidak pulang ke rumah berminggu-minggu dan ternyata dia menghabiskan waktunya bersama Eka di sebuah rumah mewah yang sengaja disewa agar Eka bisa tinggal di sana. Suatu saat, akhirnya Ibuku tahu di mana keberadaan Ayahku dan membawa Polisi serta warga sekitar untuk menggerebeknya bersama Eka. Ayahku meminta ampun pada Ibuku dan memohon agar tidak diceraikan. Karena kalau sampai dia diceraikan, maka dia tidak akan lagi bisa menikmati uang milik Ibuku. Tapi sayangnya, Eka juga menolak meninggalkan Ayahku jika tidak mendapatkan apa-apa. Dia bahkan mengancam akan memenjarakan Ayahku dengan tuduhan telah berulang kali meniduri anak dibawah umur."
"Lalu, apa yang terjadi? Ayahmu memilih Eka daripada Ibumu?" tebak Melina.
"Ayahku tetap kembali pada Ibuku. Mereka rujuk. Soal Eka, Ibuku akhirnya memilih memberikan dia uang sebesar dua ratus juta untuk menutup aib serta mengakhiri hubungan dengan Ayahku. Setelah Eka menerima uang itu, barulah dia benar-benar pergi dari kehidupan keluarga kami. Tapi sialnya, dia malah bertemu lagi denganku saat SMA. Dan keributan yang terjadi di antara kami pada waktu itu disebabkan oleh dirinya yang berusaha kembali mencoba untuk mendekati Ayahku."
Setelah mengutarakan semua itu, Risti pun langsung bangkit dari kursinya dan mengambil tas tangan miliknya dari meja.
"Aku harap semua informasi itu sudah cukup bagi kalian. Aku akan pergi sekarang karena harus kembali ke kantor," ujar Risti. "Ayo, Win, aku masih perlu bicara sama kamu berdua saja," ajaknya pada Wina.
Wina pun berpamitan pada Melina dan Dela, lalu segera mengikuti langkah Risti keluar dari restoran tersebut. Melina dan Dela pun ikut pergi dari sana setelah urusan benar-benar selesai.
"Menurutmu, apakah hubungan antara Wina dan Risti akan baik-baik saja sekarang?" tanya Melina, setelah mereka tiba di mobil.
"Kalau Risti sudah memiliki pikiran yang matang, maka sudah jelas hubungan pertemanannya dengan Wina akan baik-baik saja. Karena jika pikirannya sudah matang, maka dia akan tahu mana yang lebih prioritas antara menyelamatkan kehidupan seseorang atau tetap menyimpan rahasia sampai mati," jawab Dela.
"Aku benar-benar kaget saat mendengar kalau Eka pernah menjadi perempuan simpanan laki-laki dewasa saat masih SMP. Dulu dia itu sombongnya setengah mati, seakan dia adalah manusia paling kaya yang ada di sekolah kita. Tapi nyatanya dia bisa punya banyak uang karena menjadi perempuan simpanan. Dan gilanya, dulu dia justru bilang pada Zahri bahwa aku sering bertingkah genit pada Om-om yang baru kukenal! Sialan!" umpat Melina.
"Kalau bahasa anak zaman sekarang, Eka itu simpanan para sugar daddy," celetuk Dela.
"Sugar daddy ... sugar daddy ...! Apa dia merasa dirinya mirip toples, ya, jadi kerjanya cari-cari sugar?" pikir Melina.
"Heh! Beda maksud, Mel! Beda maksud! Aku enggak lagi ngomongin sugar yang artinya gula. Maksudku sugar daddy itu Om-om mata keranjang yang berduit," jelas Dela.
"Oh ... itu tho maksudmu. Aku kira kamu lagi ngomongin gula betulan," Melina terlihat sangat malu.
Dela pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, karena dirinya saat itu sedang fokus menyetir.
"Tapi herannya, semua uang yang diberikan oleh Ayahnya Risti kepada Eka sama sekali enggak jadi apa-apa, loh! Dia tetap tidak punya rumah dan harus mengemis pada Iblis agar bisa punya tempat tinggal. Dia juga tidak punya usaha yang bisa membuatnya melanjutkan hidup. Heran aku. Ke mana semua larinya uang itu?" lanjut Melina.
"Habis untuk foya-foya dan bayar jasa dukun, lah. Uang haram ya habisnya pasti untuk yang haram-haram juga. Tidak mungkin dia mampu menahan diri, lalu memakai uang itu sedikit demi sedikit. Apalagi gaya hidupnya yang bak aktris Hollywood itu butuh dipenuhi setiap hari. Sudah jelas pasti uang sebanyak itu akan ludes hanya dalam sekejap mata," ujar Dela, dengan pemikirannya yang jarang meleset.
Ponsel Melina berdering tak lama kemudian, sehingga membuat obrolan yang tengah berlangsung berhenti sejenak. Wanita itu membuka ponselnya dan membaca pesan dari Zahri.
"Del, Zahri tanya padaku, apakah besok dia boleh pinjam mobilmu untuk dipakai mengawasi rumah Eka? Dia akan pergi bersama Rozi," ujar Melina, menyampaikan.
"Ya, tentu saja boleh. Katakan pada Zahri kalau aku tidak keberatan meminjamkan mobilku," tanggap Dela.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM
Horror[COMPLETED] Dela sedikit merasa aneh dengan undangan reuni yang ia terima dari SMP tempatnya belajar di Purwodadi. Pasalnya, ia hanya belajar di SMP tersebut tak sampai dua tahun, karena dulu dirinya terpaksa harus pindah sekolah ketika orangtuanya...