40 | Mendapatkan Namanya

1.3K 113 10
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- TIGA EPISODE (KHUSUS HARI INI)
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

BOOMMMM!!!

Lagi-lagi sebuah ledakan terjadi di kediaman Mbah Naryo, setelah makhluk yang diperintahnya merasuki tubuh Eka berhasil dikeluarkan secara paksa oleh Dela. Mbah Naryo melempar salah satu kepingan wadah tanah liat yang ada di dekatnya dengan penuh emosi. Amarahnya benar-benar memuncak, karena setiap tindakan yang ia lakukan berhasil digagalkan oleh seseorang yang tidak bisa ia lihat wujudnya melalui air suci.

"KURANG AJAR!!! SIAPA SEBENARNYA ORANG ITU??? BAGAIMANA BISA DIA SAMPAI MEMBUATKU GAGAL BERULANG-ULANG KALI SEPERTI INI??? NAMA BAIKKU SEBAGAI DUKUN SAKTI MENJADI TERCORENG KARENA ORANG ITU!!! AKU TIDAK TERIMA!!! AKU AKAN MEMBUNUHNYA JIKA SAMPAI KAMI BERTEMU!!!" amuk Mbah Naryo.

Laki-laki tua itu kembali mendekat ke tempat air suci. Ia kembali mencoba melihat sosok Eka dari sana dan berharap bisa melihat siapa saja orang-orang yang berhasil menyandera perempuan itu. Sayangnya, ia hanya bisa melihat sosok Eka yang kini sudah kembali terikat dalam keadaan tidak sadarkan diri. Ia tidak bisa melihat orang lain yang ada di sekitarnya, padahal air suci itu menunjukkan adanya keberadaan orang lain.

"Siapa orang-orang itu sebenarnya? Kenapa Eka sampai bisa disandera oleh mereka tanpa bisa melawan? Apakah mereka semua sehebat itu, sehingga aku pun tidak kuasa mengalahkan mereka?" gumam Mbah Naryo, sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat.

Ia kemudian teringat dengan hancurnya ketiga mustika milik Eyang Rogo Geni. Pikirannya langsung tertuju pada orang-orang yang ada di sekitar Eka saat ini. Ia mulai menduga, bahwa salah satu dari orang-orang itu adalah orang yang telah menghancurkan ketiga mustika, yang akhirnya membuat Bian terlepas dari penderitaan akibat ritualnya.

"Aku tidak bisa diam saja. Aku harus melakukan sesuatu agar orang-orang itu tidak terus-menerus mengalahkanku. Mereka tidak boleh bertindak terlalu jauh dari yang sudah mereka lakukan. Mereka harus tahu diri. Mereka harus paham, bahwa aku ini bukanlah orang yang mudah untuk dikalahkan!" batin Mbah Naryo.

Ketiga mobil itu kembali berhenti di pinggir jalan setelah menempuh perjalanan selama setengah jam. Mereka sepakat untuk beristirahat dan makan siang, setelah tadi tidak sempat melakukan apa pun. Mira duduk bersama Melina dan Dela di dalam mobil, sambil mengawasi Eka yang masih pingsan akibat efek obat bius. Eka terbangun tadi hanya karena dirinya dirasuki oleh makhluk halus. Seandainya tubuhnya tidak dirasuki, maka keadaan akan setenang biasanya. Bian sendiri memilih berkumpul di luar mobil bersama Zahri, Rozi, dan Ahmad setelah selesai makan. Para pria sesekali mengintip lewat jendela samping untuk memastikan bahwa keadaan di dalam tetap kondusif.

"Ada yang ingin aku tanyakan, Bi," ujar Rozi.

"Ya, boleh. Tanyakan saja," tanggap Bian.

Zahri dan Ahmad mulai menduga-duga mengenai hal yang akan Rozi tanyakan pada Bian.

"Tadi setelah Melina dan Zahri pergi ke Polsek Purwodadi untuk mencegah kedatangan Eka agar tidak bisa bertemu langsung denganmu, Dela mengatakan padaku dan Ahmad bahwa Eka pasti sudah mendapat informasi soal kamu yang pindah tugas mendadak. Saat aku tanya bagaimana dirinya sampai bisa berpikir demikian, Dela menjawab kalau dirinya punya firasat bahwa ada orang di sekitarmu yang berkhianat. Orang itu sering melaporkan gerak-gerikmu pada Eka dan juga membantu Eka memasukkan sesuatu pada minuman kopi yang mendadak ada di mejamu. Dela juga yakin, kalau kamu tahu siapa orang yang berkhianat itu. Kamu sadar dengan perubahannya, karena karirnya mulai menanjak ketika karirmu menurun. Jadi ... aku ingin tahu apakah firasat Dela itu memang benar? Apakah ada pengkhianat di sekitarmu selama ini, dan kamu tahu siapa orangnya?" tanya Rozi.

Bian masih diam dan tidak menjawab dengan cepat. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh pria itu. Namun tampaknya hal tersebut berkaitan dengan orang yang mengkhianatinya.

"Melina juga mengatakan hal yang sama padaku. Dela sudah berasumsi sejak awal bahwa ada pengkhianat di sekitarmu, selama kamu bekerja di kantor yang lama. Aku ingin tidak mempercayai asumsi seperti itu. Tapi masalahnya, apa yang Dela katakan pada Melina terbukti dengan jelas tadi, ketika aku dan Melina melihat sendiri bahwa Eka sedang mengawasi kantor Polsek Purwodadi dari seberang jalan. Jadi aku rasa, itu bukanlah asumsinya Dela semata," tambah Zahri.

Ahmad memperhatikan Bian. Mencoba mencari tahu apakah Bian akan memberikan mereka jawaban atau tidak.

"Apa yang Dela pikirkan, mungkin saja benar," ujar Bian, memulai dengan perasaan yang berat. "Aku tahu siapa orangnya dan aku sadar bahwa karirnya memang langsung menanjak setelah karirku mulai menurun. Selama ini dia selalu terlihat baik didekatku. Tapi ketika karirnya mulai menanjak, dia menjadi orang paling pertama yang menyindir setiap kesialan pada diriku. Sejak itu, semua orang di kantor mulai ikut menyindirku. Bahkan terakhir kali sebelum Melina membantuku berkemas, dia masih juga melemparkan sindiran."

"Namanya?" tanya Ahmad, to the point.

Bian langsung menatap ke arah Ahmad, karena merasa terkejut dengan pertanyaan yang baru saja diajukan oleh pria itu.

"Untuk apa kamu bertanya namanya? Kamu mau cari dia? Kamu mau bertemu empat mata? Dia Polisi, Ahmad, sama seperti aku. Sebaiknya kamu jangan cari masalah atau kamu akan berkubang dalam masalah," jawab Bian.

"Enggak ada yang mau cari masalah, Bi. Aku cuma mau silaturahmi," Ahmad berusaha meyakinkan Bian.

Ketiga mobil itu kembali melaju setelah mereka selesai beristirahat. Dela kembali mengawasi Eka, sementara Ahmad kembali mengemudi. Pria itu menyodorkan secarik kertas ke tangan Dela, sehingga Dela menerima kertas tersebut dan membaca tulisan di dalamnya.

"Hariansyah Siswandi? Nama siapa ini, Mas?" tanya Dela, seraya mengerenyitkan keningnya.

"Itu adalah nama pengkhianat yang selama ini ada di sekitar Bian, Dek. Bian sendiri yang menuliskan namanya di kertas itu," jawab Ahmad.

Dela pun kemudian tampak antusias setelah mendengar jawaban Ahmad. Wanita itu kemudian segera menghubungi Gista untuk meminta bantuan.

"Apakah kamu sudah punya rencana untuk memberi pelajaran pada laki-laki itu, Dek?" tanya Ahmad.

"M-hm. Di dalam pikiranku sudah berkelebat beberapa rencana untuk membuat laki-laki itu menempati posisi yang Bian tempati selama beberapa bulan terakhir, Mas. Mas Ahmad tunggu saja. Nanti pasti akan tersebar, kok, kabarnya. Menjahili orang lain adalah bakat terpendam yang aku miliki," jawab Dela, penuh semangat.

Ahmad pun tersenyum karena sudah menduga bahwa Dela akan bersemangat untuk berbuat jahil pada orang itu. Dela selalu memiliki banyak ide untuk membuat orang lain jera dan meratapi kesalahannya. Maka dari itulah ia sengaja menanyakan nama si pengkhianat tersebut kepada Bian.

"Tolong jahilnya jangan setengah-setengah, ya, Dek. Pastikan dia memahami bahwa kehidupan Bian memiliki harga yang sangat mahal bagi kita, para teman baiknya," pinta Ahmad.

* * *

DENDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang