- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Eka yang ditinggalkan sendirian di tengah hutan tidak pernah berhenti menangis. Ia ingin sekali melepaskan diri dari tali yang mengikat dirinya di pohon besar itu, namun ia masih saja tidak dapat menggerakkan satu bagian pun dari tubuhnya. Ia sadar, namun benar-benar mati rasa akibat obat bius kedua yang Dela berikan padanya. Dirinya kini dipenuhi ketakutan. Ia tahu akan berakhir seperti apa jika dirinya tidak lari dari sana, saat Mbah Naryo ataupun Eyang Rogo Geni tahu mengenai pengkhianatan yang ia lakukan.
"Hei ... tolong aku. Lepaskan aku dari sini. Aku tidak mau di sini," mohon Eka, kali ini dengan suara yang begitu putus asa.
Di tengah rasa putus asanya, Eyang Rogo Geni pun muncul tanpa diduga sama sekali. Eka kaget bukan main ketika melihat sosoknya yang berbentuk kobaran api. Ketakutannya semakin menjadi, dan ketakutan yang Eka alami bisa dirasakan oleh Eyang Rogo Geni ketika sedang mengelilingi pohon besar itu.
"Aku iso ngrasakke pengkhianatanmu. Kowe ora nduwe hak kanggo mbela awakmu dhewe. Saiki, kowe ora bakal mandheg ngroso lara ning awakmu!*"
BRUBHHH!!!
Dalam sekejap, Eka bisa melihat banyaknya kelabang dan ular yang keluar dari tanah dan mulai merambati tubuhnya.
"Arrrggghhh!!! Jangan!!! Ampuni aku, Eyang!!! Jangan siksa aku!!! Ampuni aku!!! Arrrggghhh!!!" jerit Eka.
Eyang Rogo Geni sama sekali tidak mendengarkan jeritan dan permohonan Eka. Iblis itu membiarkan Eka tenggelam dalam siksaannya, lalu pergi begitu saja menuju tempatnya berdiam selama ini. Eka terus berusaha ingin menyingkirkan kelabang dan ular yang menjalari tubuhnya. Sayangnya, perempuan itu hanya bisa menghabiskan tenaganya untuk berteriak-teriak tanpa henti, tanpa bisa menggerakkan bagian tubuh manapun. Siksaan itu akan berlangsung selamanya, dan Eka tidak bisa lari sampai akhir hidupnya nanti.
Tatapan Mbah Naryo benar-benar tidak lepas dari sosok Dela yang akhirnya berada di hadapannya secara langsung. Laki-laki tua itu tampak seperti telah menyimpan-nyimpan dendam ketika berhadapan dengan Dela. Amarahnya tentang kegagalan berulang kali yang ia dapatkan membuat Mbah Naryo tidak lagi bisa menyembunyikan wajahnya yang asli. Dela sendiri saat ini tampak begitu tenang. Wanita itu tersenyum ketika menatap ke arah Mbah Naryo, padahal dirinya tahu kalau Mbah Naryo sedang dalam keadaan marah. Kedua tangannya diam-diam telah menyiapkan ajian untuk menangkis serangan apa pun yang akan datang ke arahnya. Karena ia tahu persis kalau saat itu Mbah Naryo sangat berniat untuk membunuhnya.
"Akhirnya kamu muncul juga di hadapanku, manusia kurang ajar! Berani-beraninya kamu mengganggu jalannya ritualku dan menggagalkan setiap langkah yang aku lakukan! Aku pikir kamu adalah seorang tua bangka yang kurang kerjaan, sehingga terus saja mengganggu pekerjaanku! Tapi ternyata kamu adalah perempuan muda yang hobi mengusik urusan orang lain! Cuih!"
Mbah Naryo benar-benar mengumpat dan meludahi tanah karena tidak lagi bisa menahan diri. Harga dirinya merasa diinjak-injak, saat tahu bahwa sosok yang telah membuatnya gagal berulang-ulang kali adalah seorang wanita berusia muda. Ia tidak bisa menerima kenyataan itu, kenyataan bahwa ia dikalahkan oleh bocah ingusan seperti Dela.
"Aku? Kamu menuduhku hobi mengusik urusan orang lain, orangtua? Siapa orang yang aku usik urusannya? Kamu? Atau, Bian?" tanya Dela.
Bian menatap tajam ke arah Mbah Naryo. Pria itu juga marah atas semua penderitaan yang Mbah Naryo kirimkan kepadanya selama beberapa bulan terakhir. Namun amarah pria itu tidak seberapa meluap, karena Mira terus berada di sampingnya untuk membuat perasaannya tetap tenang. Hal itulah yang membuat Bian bisa mengendalikan diri, meski pada akhirnya berhadapan dengan orang yang membuatnya geram selama berbulan-bulan.
"Kalau maksudmu adalah hal-hal yang aku lakukan untuk Bian selama beberapa hari terakhir, aku rasa kamu tidak berhak mengatakan bahwa yang aku lakukan bertujuan untuk mengusik urusan orang lain. Pertama, Bian adalah temanku. Aku mengenalnya dan dia juga mengenalku. Kedua, Bian tidak merasa bahwa aku mengusik urusan pribadinya. Dia membiarkan aku membantunya, agar bisa terlepas dari penderitaan yang selalu kamu kirimkan kepadanya melalui makhluk-makhluk halus suurhanmu. Oh ya, jangan lupa tambahkan bahwa ritual yang kamu jalani untuk menyakiti Bian adalah suruhan dari Eka, orang yang telah mengkhianati kamu beserta Iblis pujaanmu," tambah Dela.
Mbah Naryo menatap setiap langkah Dela dengan waspada. Semua orang yang ada di belakang Dela justru melayangkan tatapan waspada ke arah Mbah Naryo. Langkah kedua orang itu sangat tidak tidak terjebak bagi mereka. Namun yang pasti, mereka tidak akan membiarkan Mbah Naryo berhasil melakukan sesuatu terhadap Dela sebelum Dela berhasil menghadapi Eyang Rogo Geni.
"Apa maksudmu? Eka tidak mungkin berkhianat padaku dan Eyang Rogo Geni! Dia adalah salah satu dari abdi yang setia terhadap Eyang Rogo Geni! Jadi tidak mungkin kalau dia ...."
"Buktinya, aku bisa sampai di sini tanpa hambatan," potong Dela begitu cepat.
Mbah Naryo kembali terdiam setelah ucapannya dipotong oleh Dela.
"Dari mana aku tahu soal tempat ini, rumahmu, dan juga tempat bersarangnya Iblis yang menamai dirinya sebagai Eyang Rogo Geni itu? Dari mana? Kalau bukan Eka yang memberi tahu aku, maka aku tidak akan bisa sampai di sini setelah menghancurkan ketiga mustika milik Iblis pujaanmu itu. Bantuannya amat sangat berharga bagiku sehingga bisa ada di hadapanmu saat ini. Oh ya, Eka juga aku bawa ke sini, kok. Hanya saja aku tinggalkan dia di tengah hutan. Dia terikat di pohon besar yang menjadi tempat paling disukai oleh Iblis pujaanmu untuk menyiksa seseorang. Cobalah diam dan dengarkan. Mungkin kamu akan bisa mendengar jeritan Eka dari sini, karena Iblis yang kamu puja sedang menyiksanya."
Semua orang mendadak diam karena ingin mencoba mendengar sesuatu. Tak lama kemudian, mereka benar-benar bisa mendengar suara jeritan Eka yang begitu memilukan dari bagian tengah hutan. Mbah Naryo pun sudah tidak bisa lagi berpikir jernih, setelah mendengar semuanya dari Dela mengenai pengkhianatan yang Eka lakukan. Ia marah, dan dengan cerobohnya ia langsung menyerang ke arah Dela menggunakan salah satu ajian ilmu hitam yang dikuasainya.
BLAAAMMM!!!
WHUUUSSHHH!!!
Dengan satu kibasan tangan Dela menangkis serangan mendadak tersebut. Melina dan Bian bersiaga dengan pistol mereka masing-masing, setelah meminta yang lainnya bersembunyi di balik pepohonan. Mbah Naryo tampak terkejut, ketika melihat bagaimana cara Dela menangkis serangannya dengan sangat mudah. Apa yang Dela lakukan membuatnya tahu, bahwa wanita itu benar-benar salah satu keturunan dari pemilik ilmu putih. Hal tersebut tentu saja membuat Mbah Naryo merasa gentar, namun harga dirinya menolak untuk menyerah ataupun lari dari sana.
"Kamu jangan sombong dulu! Seranganku barusan bukanlah apa-apa! Itu baru serangan biasa! Sekarang, terima seranganku yang paling dahsyat!"
BLAAAMMM!!! BLAAAMMM!!! BLAAAMMM!!!
* * *
*TRANSLATE : Aku bisa merasakan pengkhianatanmu. Kamu tidak punya hak untuk membela dirimu sendiri. Sekarang, kamu tidak akan pernah berhenti merasakan sakit pada tubuhmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM
Horror[COMPLETED] Dela sedikit merasa aneh dengan undangan reuni yang ia terima dari SMP tempatnya belajar di Purwodadi. Pasalnya, ia hanya belajar di SMP tersebut tak sampai dua tahun, karena dulu dirinya terpaksa harus pindah sekolah ketika orangtuanya...