14 | Bertemu Lagi

1.5K 119 22
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Melina membawa Bian ke coffee shop yang terletak paling dekat dari Polsek Purwodadi. Pria itu telah mengabari Zahri soal kepindahannya ke Polsek Purwodadi. Ia belum mengatakan secara detail, hanya secara singkat yang ia sampaikan agar Zahri atau yang lainnya tidak perlu lagi mencari Bian ke kantor sebelumnya.

"Pesanlah makanan ataupun minuman di tempat ini, Bi. Tempat ini bisa dipercaya seratus persen, karena pemiliknya adalah teman dekatku dan Dela. Kami sudah bilang padanya semalam ketika menemuinya, bahwa akan ada satu orang pelanggan baru yang saat ini sedang mengalami trust issue terhadap makanan dan minuman. Jadi jangan takut untuk memesan sesuatu di sini. Tidak ada yang akan menyabotase makanan dan minumanmu lagi mulai sekarang," jelas Melina.

Seorang wanita pun mendekat pada mereka berdua dan tampak tersenyum begitu ramah.

"Hai, Gis," sapa Melina, seraya memakai bahasa isyarat. "Kenalkan, ini adalah Bian. Dia adalah teman SMPku dan Dela. Mulai hari ini dia bekerja di kantor yang aku pimpin. Dia adalah orang yang memiliki trust issue, yang semalam aku dan Dela ceritakan padamu."

Bian akhirnya paham, bahwa wanita yang sedang diajak bicara oleh Melina tidak bisa mendengar dan juga tidak bisa bicara. Gista melambaikan tangannya ke arah Bian. Bian balas melambaikan tangan sekaligus tersenyum.

"Kamu bicara saja dengannya tanpa bahasa isyarat sementara waktu. Gista sudah biasa membaca gerak bibir seseorang," saran Melina.

"Oh, begitu rupanya. Aku pikir, aku harus mempelajari bahasa isyarat dulu agar bisa berkomunikasi," tanggap Bian, agak kaku.

"Belajarlah sedikit-sedikit. Jangan terlalu memaksakan diri agar cepat bisa. Bagaimana pun, bahasa isyarat akan memudahkan Gista berkomunikasi sama kamu ketika memesan makanan atau minuman."

Setelah memesan makanan dan minuman, keduanya kemudian duduk pada salah satu meja yang kosong. Belum berapa lama, meja mereka di datangi oleh beberapa orang yang membuat Melina merasa cukup kaget.

"Eh? Kalian kok bisa datang ke sini?" tanya Melina.

"Aku yang memberi tahu mereka di mana keberadaanku. Aku sudah bilang soal pindah tempat kerja, jadi mereka ingin bertemu denganku sekalian makan siang sama-sama," jelas Bian.

Rozi duduk di samping Bian. Asril dan Amir juga demikian. Hanya Zahri dan Ahmad memilih duduk di dekat Melina.

"Kenapa, Mel? Kamu takut kami meminta ditraktir? Tenang ... akan kami laksanakan, kok," ujar Rozi.

"Heh! Jangan macam-macam, ya! Jangan bikin susah Melina," omel Zahri.

Ahmad, Asril, dan Amir kompak tertawa ketika melihat Rozi mendapat omelan dari Zahri. Melina hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat kelakuan mereka saat itu. Ahmad menyimpan ponselnya di meja, lalu mulai melihat papan menu yang terlihat dari meja tersebut. Melina melirik ponsel itu, lalu dengan cepat terpikirkan sesuatu.

"Ahmad, boleh aku pinjam ponselmu?" tanya Melina.

"Ya, silakan. Pinjam saja," jawab Ahmad.

Pria itu kemudian pergi untuk memesan sesuatu bersama Zahri dan yang lain. Melina membuka ponselnya dan mendapati kalau wallpaper foto wanita yang Ahmad pasang adalah salah satu foto Dela yang pernah terpajang di Facebook. Melina langsung menahan tawa sambil mengambil foto ponsel itu menggunakan ponselnya. Bian mengawasi Melina, lalu mulai menebak-nebak hal apa yang sebenarnya sedang dilakukan oleh wanita itu.

"Kenapa ponselnya Ahmad harus kamu foto seperti itu?" tanya Bian.

"Kemarin Dela bilang padaku, kalau dia tidak sengaja melihat wallpaper foto seorang wanita di ponselnya Ahmad sebelum pulang dari rumahmu. Dia langsung patah semangat dan berniat mundur, karena berpikir bahwa Ahmad sudah punya wanita pilihannya yang lain. Makanya sekarang aku foto ponselnya berserta wallpapernya sekalian. Biar dia sadar, bahwa sekarang sudah saatnya dia pakai kacamata dan tidak lagi menghindari kenyataannya soal matanya yang sudah minus," jawab Melina, sambil menahan tawa.

Bian tertawa geli ketika mendengar hal itu. Dela ternyata tidak bisa melihat dengan jelas siapa wanita yang fotonya dijadikan wallpaper oleh Ahmad, sehingga menjadi salah paham.

"Sejak kapan matanya Dela minus? Sudah lama?" Bian ingin tahu.

"Sejak lulus kuliah, sebenarnya. Tapi karena dia tidak mau terlihat tua gara-gara pakai kacamata, maka akhirnya dia sering salah lihat sesuatu sesekali. Tapi tenang ... kalau urusan lihat setan matanya masih jernih, kok."

Ahmad kembali duduk di samping Melina bersama Zahri. Asril, Rozi, dan Amir menyusul tak lama kemudian.

"Fajar ke mana? Kenapa tidak ikut bersama kalian?" tanya Bian.

"Dia pergi ke Semarang bersama Wina. Ada perintah mendadak dari atasan mereka pagi tadi," jawab Asril.

"Aku hampir disuruh ikut. Tapi karena masih banyak kerjaan yang harus kukerjakan di kantor, akhirnya hanya Fajar dan Wina yang diminta pergi. Benar-benar dadakan perintah itu datang," tambah Amir.

"Untung bukan Dela yang jadi bawahan Bosmu, Mir. Kalau Dela mendapat perintah mendadak begitu, dia bisa meledak dalam sekejap dan mengomel sepanjang hari sambil konser membawakan lagu Taylor Swift. Dulu saat masih kuliah, entah berapa orang Dosen yang kena amukannya ketika memberi tugas atau datang mengajar secara mendadak. Dia adalah manusia yang tidak segan meluapkan amarahnya jika merasa benar-benar kesal," ujar Melina, sambil menikmati makan siangnya.

"Cuma sama kamu dia tidak pernah begitu, 'kan?" tebak Rozi.

"Iya, tepat sekali. Dela tidak pernah mengamuk padaku meski kadang aku selalu mendadak menginginkan sesuatu atau mengajaknya pergi," jawab Melina.

"Nah ... belajarlah pada Melina, bro," saran Rozi, seraya menatap ke arah Ahmad. "Melina adalah pawangnya Dela, jadi dia tahu persis bagaimana menghadapi Dela setiap harinya."

Ahmad berusaha keras menahan tawanya agar tidak meledak. Sementara Melina sendiri sudah tertawa lepas bersama Zahri yang kini mulai menepuk-nepuk pundak Ahmad agar bisa bersabar menghadapi semua ucapan Rozi.

Pandangan Bian tertuju ke arah pintu saat melihat kedatangan Dela dan Mira. Mira berlari kecil ke arahnya dengan penuh senyuman, hingga membuat Bian segera menyambutnya dengan pelukan yang hangat.

"Hai, semuanya. Reuni kemarin dilanjutkan di sini?" tanya Dela, sambil menyomot kentang goreng dari piring milik Melina.

"Enggak, Del. Reuni kemarin yang akhirnya berantakan akan disusun ulang jadwalnya oleh Wina dan Aira. Kita ke sini karena dengar kabar kalau Bian pindah tempat kerja," jawab Asril.

Ahmad meminta Dela untuk duduk di sampingnya. Dela menuruti hal itu tanpa banyak tanya.

"Kamu dari mana, Dek? Kok bisa bersama Mira?" tanya Ahmad.

"Aku dan Mira habis jalan-jalan, Mas. Tadi aku juga sempat bawa Mira ke studioku," jawab Dela.

"Kamu membawa Mira ke studio? Karena kamu mau sekalian cek stok benang, ya?" tebak Melina.

"Iya. Dan stok benangku ternyata memang sudah menipis tanpa aku sadari," sahut Dela.

"Coba tebak, Mel ... apa yang Dela berikan untukku ketika membawaku ke studionya," tantang Mira.

* * *

DENDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang