- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Eka memperhatikan wajahnya di depan cermin sekaligus memeriksa seluruh bagian kulitnya yang lain. Setelah semalam ia terkena ledakan arang yang membara di rumah Mbah Naryo, kini bekas-bekas lepuhan di kulitnya mulai menghitam dan terlihat begitu jelas. Hal itu membuatnya merasa jijik dengan diri sendiri.
"Kurang ajar! Siapa sebenarnya yang membantu Bian sehingga bisa lolos dari semua serangan yang dikirim oleh Mbah Naryo? Kenapa akhirnya justru aku yang mendapat sial, padahal akulah yang ingin sekali membalas dendam padanya? Aku yang diganggu makhluk halus! Aku juga yang akhirnya terkena ledakan arang hingga kulitku melepuh! Kenapa bukan Bian yang mendapat kesialan? Kenapa aku yang menempati posisinya?" amuk Eka.
Perempuan itu mengamuk sambil melempar semua bantal hingga berhamburan di lantai. Rasa marahnya benar-benar tidak bisa dibendung, setelah melewati hari kemarin yang benar-benar sial baginya.
"Bian tidak boleh berbahagia lagi! Aku benci dia, karena dia berani menolak perasaan cintaku untuknya! Dia membuatku kehilangan muka dan harga diri, meski dia menolakku secara baik-baik! Aku tidak bisa menerima itu! Dia harus menderita! Dia harus merasakan derita sampai mati!"
Ponsel miliknya berdering, hingga membuatnya teralihkan sesaat dari kemarahannya. Ia menatap nama penelepon yang menghubunginya saat itu, sebelum akhirnya mengangkat telepon tersebut.
"Halo. Ada apa? Ada kabar baru?" tanya Eka.
"Bian pindah tugas. Dia dijemput langsung sama pimpinan dari kantor barunya tadi pagi. Dia bukan lagi anggota Polisi yang menyandang jabatan rendah. Dia langsung ditunjuk untuk menjadi Wakil Kapolres Purwodadi."
"Apa??? Kenapa bisa??? Siapa yang masih mau mempercayai Bian setelah melihat sederet keburukan kinerja kerjanya??? Siapa???" Eka kembali mengamuk.
"Aku tidak paham bagaimana bisa begitu. Intinya, Bian ditunjuk langsung oleh Kapolres Purwodadi dan dijemput langsung dari sini tadi pagi. Selebihnya, kamu cari tahu saja sendiri."
Orang yang memberikan laporan pada Eka mengenai Bian memutus sambungan telepon itu secara sepihak. Eka kembali melempar semua barang yang ada di sekelilingnya, demi menuntaskan emosi yang sedang membakar hatinya.
"Kurang ajar, Bian!!! Jangan pikir kamu bisa lari dariku!!! Kamu akan aku kejar ke mana pun dirimu berada!!!"
Dela memarkirkan mobilnya di depan studio setelah selesai berbelanja benang bersama Melina. Melina ikut membantu sebentar, sebelum dirinya kembali ke kantor.
"Bagaimana keadaan Bian menurut kamu, setelah tadi kamu bertemu dengannya secara langsung?" tanya Melina.
"Alhamdulillah, keadaan Bian terlihat sudah jauh lebih baik daripada kemarin. Kamu tidak perlu risau. Aku akan membantunya sampai benar-benar tuntas. Bagaimana dengan Eka? Sudah ada kabar mengenai keberadaannya?" Dela bertanya balik.
"Belum. Aku sudah menyuruh bawahanku untuk mencari keberadaannya. Tapi sampai sekarang aku sama sekali belum mendapat kabar," jawab Melina.
Dela menatap Melina yang tengah membantunya begitu lama. Ia paham bahwa Melina juga ada urusan yang jauh lebih penting di kantornya, dan tidak bisa mengerjakan semuanya sekaligus dalam waktu bersamaan.
"Aku bisa bantu cari keberadaan dia kalau kamu mau," tawar Dela.
"Sendirian?" Melina mendadak cemas.
"Ya, sendirilah. Mau sama siapa coba, menurutmu?" balas Dela.
"Sama Ahmad," saran Melina.
"Mel ... sudahlah, jangan bahas soal Mas ...."
"Kamu sudah lihat WhatsApp dariku belum?" potong Melina. "Lihat dulu, baru kembali berpikir jernih."
Dela pun membuka ponselnya dan melihat pesan yang Melina kirimkan padanya. Ia melihat foto ponsel Ahmad yang Melina ambil, lalu memperbesar gambarnya.
"Sudah jelas? Itu fotomu, Del. Ahmad memasang fotomu pada ponselnya. Itu adalah fotomu yang pernah terpajang di Facebook beberapa tahun lalu. Dia pasti mengambilnya dari sana dan memakainya menjadi wallpaper agar bisa dilihat setiap saat. Sudah ... jangan salah paham lagi terhadap Ahmad. Dia juga masih cinta sama kamu, persis seperti kamu yang masih cinta sama dia," ujar Melina.
Seketika senyuman pun terbit di wajah Dela. Wanita itu terlihat sangat berbunga-bunga ketika tahu bahwa wallpaper di ponsel Ahmad selama ini adalah fotonya.
"Kamu benar, Mel. Sebaiknya aku tidak perlu salah paham lagi sama Mas Ahmad. Sekarang aku janji, Insya Allah aku akan balas cintanya dengan sangat ugal-ugalan," balas Dela, sambil mendekap ponselnya.
Melina langsung menatapnya dengan sengit, lalu melemparkan segulung benang milk cotton yang sedang disusunnya ke lemari. Dela jelas tidak bisa menghindari serangan itu. Wanita itu hanya bisa menangkap gulungan benang tersebut, sambil mewaspadai gerakan Melina selanjutnya.
"Enggak usah bertingkah brutal, ya! Santai saja! Kamu itu bukan sejenis Kasuari yang setiap saat kakinya butuh ditackling olehku! Jadi bersikaplah kalem, sesuai dengan kodratmu sebagai wanita!" Melina memberi ceramah.
"Inggih, Ndoro Putri," tanggap Dela, demi menyelamatkan diri.
Setelah mengantar Melina kembali ke kantornya, Dela pun segera memacu mobilnya menuju bengkel milik Ahmad. Ia memutuskan mengikuti saran dari Melina untuk mengajak Ahmad ketika akan mencari keberadaan Eka. Lagipula menurut Dela, sedikit banyaknya Ahmad pasti tahu soal di mana Eka tinggal atau di mana Eka bekerja.
Tak sampai dua puluh lima menit, akhirnya Dela tiba di depan bengkel milik Ahmad. Pria itu tampak kaget dengan kedatangan mobil milik Dela yang sangat ia ingat sejak pertemuan kemarin. Dela benar-benar keluar dari mobilnya dan tampak mencari keberadaan Ahmad. Ahmad pun segera menyudahi pengecekan nota yang sejak tadi ia lakukan. Ia segera keluar dan menyambut Dela dengan penuh senyum. Dela ikut tersenyum saat akhirnya menemukan keberadaan Ahmad. Mereka benar-benar tidak pernah terlihat canggung, meski baru beberapa kali bertemu setelah lama berpisah.
"Assalamu'alaikum, Mas. Maaf kalau aku mengganggu pekerjaan Mas siang ini," ujar Dela.
"Wa'alaikumsalam, Dek. Kamu sama sekali enggak mengganggu pekerjaanku, kok. Kamu lihat sendiri, semua mobil yang datang ke sini sudah ditangani oleh para bawahanku. Aku sendiri cuma kebagian memeriksa nota dan juga mengurus pesanan onderdil yang sudah kosong stoknya. Jadi ... bagaimana kamu bisa menemukan bengkel tempatku bekerja? Aku yakin sekali, kalau sejak kemarin aku belum pernah memberi tahu kamu soal pekerjaanku dan juga alamat tempat kerjaku ini," Ahmad terlihat penasaran.
Senyum di wajah Dela pun tampak semakin mengembang. Wanita itu merasa takjub dengan perubahan pada diri Ahmad, yang kini menjadi lebih banyak bicara ketimbang dulu.
"Aku sering sekali lewat di depan bengkel ini, Mas. Hanya saja aku tidak pernah mencoba untuk mampir dengan membawa alasan-alasan yang klise. Aku berpikir kalau kita ditakdirkan bertemu lagi, maka kita harus bertemu dengan alasan yang jelas dan dalam keadaan yang tepat. Aku benar-benar sering lewat di jalan ini, terutama saat Covid-19 mengharuskan semua orang untuk berdiam di rumah dan ke mana-mana memakai masker. Aku jadi lebih sering lewat, karena ingin memastikan bahwa keadaan Mas Ahmad baik-baik saja," jawab Dela, apa adanya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM
Horror[COMPLETED] Dela sedikit merasa aneh dengan undangan reuni yang ia terima dari SMP tempatnya belajar di Purwodadi. Pasalnya, ia hanya belajar di SMP tersebut tak sampai dua tahun, karena dulu dirinya terpaksa harus pindah sekolah ketika orangtuanya...