22 | Tak Seperti Yang Terlihat

1.5K 110 8
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

BRAKKK!!! BRAKKK!!! BRAKKK!!!

"KURANG AJAR!!! SIALAN!!!"

Eka mengamuk di dalam mobilnya sambil memukuli kemudi berulang kali. Amarahnya benar-benar memuncak, setelah hampir saja dirinya kalah dari Iblis yang pernah dipuja oleh Almarhum Bapak dan Ibunya. Ia sudah menghindar selama bertahun-tahun agar tidak perlu meneruskan pesugihan yang dulu pernah dijalani oleh keluarganya. Ia pikir Iblis itu sudah tidak ada di rumah tersebut, sehingga dirinya memutuskan datang ketika mendengar sebuah panggilan yang terngiang di telinganya tanpa henti.

"Siapa sebenarnya yang memanggilku tadi? Apakah dia berniat menjebak aku, agar ditemukan oleh Iblis itu? Tapi siapa yang tahu soal pesugihan itu? Aku selalu merahasiakannya selama ini dan tidak pernah berhenti memastikan bahwa hal itu adalah rahasia terbesarku. Bagaimana bisa sampai ada yang mencoba menjebak aku? Siapa orang itu?" geram Eka, benar-benar tidak bisa terima soal kejadian tadi.

Ahmad terus mengikuti laju mobil yang Eka kemudikan. Dela telah memutus sambungan video call dengan Melina, agar bisa fokus terhadap Eka yang sedang mereka kejar.

"Dia akan belok kiri, Mas," ujar Dela.

"Ya, itu benar, Dek. Hanya saja, itu kalau dia tidak salah menyalakan lampu sein," tanggap Ahmad, yang kemudian langsung mengambil arah kanan seperti yang dilakukan oleh Eka.

Dela ternganga selama beberapa saat ketika menyaksikan hal tersebut. Baru kali ini ia benar-benar mendapati, bahwa menyalanya lampu sein kiri bisa berarti seseorang akan berbelok ke kanan.

"Wah ... SIM yang dia punya pasti hasil tembakan, tuh! Bisa-bisanya dia nyalakan lampu sein kiri tapi beloknya ke kanan!" omel Dela, tidak bisa menahan diri.

Ahmad hanya bisa terkekeh geli ketika mendengar omelan Dela saat itu. Bagi Ahmad, Dela benar-benar tidak berubah sedikit pun. Dela tetap wanita yang sama, seperti yang pernah ia kenal saat masih SMP. Jika bahagia, dia akan langsung tersenyum atau tertawa lepas. Jika sedih, dia akan menangis atau merajuk. Jika kesal, maka dia akan langsung mengomel seperti yang baru saja terjadi. Ahmad suka semua yang ada pada diri Dela, dan semakin suka setelah mereka kembali bersama.

"Main dukun untuk menyakiti orang lain, jago. Giliran bawa kendaraan, bodohnya setengah mati," desis Dela.

"Memang Eka dari dulu enggak pintar dalam hal apa pun, Dek. Dia hanya pintar mempermainkan pikiran dan memanipulasi orang lain. Bahkan dalam soal pelajaran di sekolah pun dia sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan kamu atau Melina. Kami semua mendengar kabar kalau dia berhenti sekolah saat menjelang naik ke kelas tiga SMA pada akhirnya. Dia tidak mampu memperbaiki nilai-nilainya saat itu dan memilih menyerah," jelas Ahmad.

"Oh, ya? Jadi dia lebih memilih putus sekolah daripada mencoba memperbaiki nilai-nilainya?" kaget Dela.

"Kamu baru tahu, Dek?" tanya Ahmad.

"Ya ... jelas aku baru tahu, Mas. Masalahnya, aku kaget dengan hal yang Mas ceritakan barusan karena sangat tahu kalau dia itu bukan tipikal orang yang mau dikalahkan oleh orang lain. Dia seharusnya berjuang dengan cara apa pun agar bisa mengalahkan orang di sekitarnya. Mas paham 'kan, dengan apa yang aku maksud?"

"Sedikit paham, meski tidak paham sepenuhnya."

Dela pun mengubah posisi duduknya setelah membuka seat belt yang sejak tadi menghalangi pergerakan dirinya. Wanita itu kini duduk menyamping agar bisa menatap Ahmad dengan lebih leluasa.

"Begini, Mas ... jadi Eka itu sengaja memainkan pikiran dan memanipulasi orang lain, karena dia tidak ingin kalah dalam hal apa pun. Contoh, dia sengaja mengadu domba antara Melina dan Zahri. Dia berupaya keras membuat pikiran Zahri menjadi tidak terkontrol setelah mendengar hal-hal bohong yang Eka katakan soal Melina. Hal itu dia lakukan bukan semata-mata karena iri dengan hubungan kelewat romantis yang mereka jalani, Mas. Eka melakukan hal itu, agar pikiran Melina jadi tidak bisa fokus pada pelajaran di sekolah dan berharap nilai-nilai terbaiknya menjadi berantakan. Sayangnya, Eka justru berhasil membuat Zahri dan Melina putus, tapi gagal membuat nilai-nilai Melina hancur. Setelah tahu bahwa Melina tetap mendapat dukungan dariku sehingga bisa mempertahankan nilai di tengah rusaknya hubungan dengan Zahri, maka Eka pun langsung kembali membalas dengan cara menghasut Mas Ahmad agar meragukan kesetiaanku saat kita menjalani hubungan jarak jauh. Eka berharap bahwa prestasiku akan hancur, jika hubunganku dengan Mas Ahmad berhasil dirusak olehnya. Tapi ... dia jelas tidak bisa memeriksa apakah prestasiku hancur atau tidak. Karena saat itu aku tidak ada di hadapannya. Tidak seperti Melina," tutur Dela.

Ahmad memikirkan semua itu dalam diamnya. Mobil yang Eka kemudikan akhirnya tiba di sebuah rumah yang cukup mewah, namun terlihat begitu sepi. Ahmad memarkirkan mobil agak jauh dari rumah tersebut.

"Wah ... terjun ke dalam dunia perdukunan ternyata membawa dia ke sebuah rumah terkumuh yang pernah aku lihat," ujar Dela.

"Hah? Kumuh?" kaget Ahmad. "Dek, kamu enggak salah lihat, 'kan? Itu rumah mewah, Dek. Eka tinggal di rumah mewah."

"Itu yang bisa Mas Ahmad lihat. Beda lagi dengan yang bisa aku lihat, Mas. Itu bukan rumah mewah. Itu adalah rumah yang tidak layak untuk ditinggali oleh manusia manapun."

Dela meraih sebotol air yang masih tersegel dari kursi belakang, lalu membukanya dan membacakan doa yang bisa Ahmad dengar dengan jelas. Setelah itu, Dela meniup air tersebut dan memberikannya pada Ahmad.

"Minum, Mas. Jangan lupa baca bismillah dulu. Tapi ... jangan kaget kalau nanti Mas akan melihat yang aku lihat," Dela memberi peringatan lebih awal.

Ahmad pun mengambil air tersebut dan membaca basmalah sebelum meminumnya. Hingga sesaat kemudian, pria itu benar-benar tidak bisa menyembunyikan ekspresi di wajahnya ketika melihat hal sesungguhnya yang sejak tadi Dela lihat.

"Astaghfirullah hal 'adzim! Ke-kenapa bi-bisa begitu, Dek? Kenapa bisa tadi yang aku lihat justru sebuah rumah mewah?" tanya Ahmad.

"Bukan hanya Mas Ahmad yang melihat hal seperti tadi. Semua orang yang melihat juga akan mengatakan bahwa rumah itu adalah rumah mewah, jika tidak aku bantu melihat dengan benar. Bahkan Eka sendiri saat ini juga merasa demikian, bahwa dirinya tinggal di sebuah rumah mewah yang menjadi impiannya selama ini. Itu adalah manipulasi dari Iblis yang dia layani. Iblis itu tidak benar-benar memberikan kekayaan padanya, Mas. Semuanya hanya tipu daya semata," jelas Dela.

"Ya Allah, betapa sesat hidupnya dan semakin sesat karena disesatkan oleh Iblis yang dia ikuti. Naudzubillahi min dzalik," gumam Ahmad.

Dela sudah mengirimkan foto rumah dan juga lokasi dari Google Maps kepada Melina. Tugasnya hari itu sudah selesai, dan kini dirinya terpikirkan dengan hal lain yang bisa ia lakukan.

"Ayo, Mas. Sebaiknya kita pergi dari sini dan menemui Melina. Dia menunggu kita di coffee shop yang siang tadi kita kunjungi," ajak Dela.

"Ya, ayo kita ke sana," Ahmad setuju.

* * *

DENDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang