51 | Iblis Yang Enggan Dikalahkan

1.3K 111 40
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Melina menatap ke arah Dela setelah Mbah Naryo terkapar di tanah. Wanita itu juga tengah mengawasi Iblis yang tampak tidak bisa terima kalau Dela sulit untuk dikalahkan. Dela sendiri tampak begitu tenang ketika menatap ke arah Eyang Rogo Geni. Entah apa yang sudah direncanakan oleh Dela, Melina kali ini sama sekali tidak bisa menebaknya.

"Hei ... hanya aku yang lihat atau kalian juga lihat? Sepertinya langit mulai berubah," ujar Bian.

Ahmad, Rozi, dan Zahri langsung menatap ke arah langit seperti yang Bian lakukan. Hanya Mira dan Melina yang saat itu terus menatap Dela.

"Ya. Kamu benar, Bi. Langit benar-benar berubah," sahut Zahri.

"Mungkinkah itu artinya kalau Iblis itu akan melakukan sesuatu yang buruk terhadap Dela?" duga Ahmad.

Rozi langsung menatap ke arah punggung Dela begitu lama. Dela sama sekali tidak bergerak dari posisinya dan tetap menatap Eyang Rogo Geni sejak tadi.

"Dela kok tenang sekali daripada biasanya, tho? Padahal biasanya dia agak pecicilan. Aku jadi merinding karena sama sekali tidak ada pergerakan di depan sana," ungkap Rozi, jujur.

Melina langsung berkacak pinggang usai mendengar yang Rozi ungkapkan.

"Ck! Kalau mau menilai itu, cobalah menilai dengan benar, Zi! Kenapa harus disertai kata 'agak', sih? Sudah jelas kalau biasanya Dela itu memang pecicilan! Ubah kalimatmu! Tegaskan dengan benar!" omelnya.

"Lho kok kalian berdua malah bertengkar, tho? Ini kita sedang menyaksikan hal yang menegangkan. Dela akan menghadapi Iblis itu, Mel, dan wajar kalau Rozi merasa heran karena Dela tenang sekali," Ahmad melerai dengan cepat.

"Sebenarnya hal itu tidak perlu ditanyakan, Ahmad. Dela jelas menjadi lebih tenang ketika harus berhadapan dengan hal-hal gaib seperti itu karena ada kamu di dekatnya. Kamu tidak tahu betapa repotnya aku yang harus selalu membawakan fotomu untuk diperlihatkan pada Dela, sebelum dia menghadapi pertarungan seperti tadi. Dia sekarang bisa tenang karena kamu benar-benar ada di sisinya, tidak seperti dulu saat kalian putus. Paham?" jelas Melina.

"Eh? Gimana? Coba diulang, Mel," pinta Bian, terlihat keheranan.

"Melina enggak perlu mengulang, Mas," cegah Mira. "Mudah sekali memahami penjelasan Melina tentang Dela. Intinya, selama Ahmad ada di dekatnya, maka Dela memang akan setenang itu ketika menghadapi hal-hal tidak masuk akal sekalipun. Karena hal terwaras yang bisa Dela pikirkan selama ini ketika sedang bertarung adalah Ahmad."

"Iya! Persis seperti itu yang aku maksud!" Melina bangga sekali pada Mira yang bisa memahami penjelasannya.

Wajah Ahmad pun memerah usai tahu bahwa Dela selalu memikirkannya untuk bertahan di tengah hal paling sulit. Hatinya terasa hangat, hingga tanpa disadari senyumnya kembali menghiasi wajah tampannya.

"Sudah, jangan mendadak berekspresi malu-malu kambing," tegur Zahri, sambil menepuk-nepuk pundak Ahmad dengan kuat.

"Eh? Kok, malu-malu kambing?" heran Mira.

"Karena wajahnya Ahmad tidak selucu anak kucing, Dek Mira," jawab Rozi, terdengar penuh ketulusan.

BRUUAAAKKKHHHH!!!

Semua orang kembali terkejut saat mendengar suara yang begitu keras, tepat di tengah reruntuhan rumah Mbah Naryo. Kali itu, mereka bisa melihat Dela sedang berusaha bertahan sekuat tenaga dari serangan yang dikerahkan oleh Eyang Rogo Geni.

"Dela," lirih Melina, yang paham bahwa Dela sedang bertahan.

Mira memutuskan mendekat pada Melina, meski dirinya sudah ditahan-tahan oleh Bian sejak tadi.

"Mel, Dela akan baik-baik saja, 'kan? Iya, 'kan?" tanya Mira, cemas.

Melina menatapnya begitu lama, kemudian tersenyum.

"Aku belum pernah melihat dia kalah. Mari kita sama-sama berdoa agar Dela tetap berada dalam perlindungan Allah," ajak Melina, berusaha meyakinkan Mira agar berhenti cemas.

Dela kembali menatap ke arah Eyang Rogo Geni yang baru saja menyerangnya. Serangan yang akhirnya berhasil ditangkis oleh Dela dengan ajian wates senyap kembali memancing amarah Iblis tersebut.

"Aku tidak akan membiarkan kamu memenangkan apa pun!!! Kamu hanya manusia biasa dan aku adalah Iblis yang bisa melakukan segalanya dengan bebas!!! Kamu bukanlah tandinganku, karena sebentar lagi kamu akan merasakan bagaimana rasanya dikalahkan!!!"

Dela diam-diam segera menyiapkan ajian brata weling, ketika Eyang Rogo Geni sedang sibuk bicara dan menyombong di hadapannya.

"Aku tahu rasanya kalah. Aku pernah dikalahkan satu kali oleh seseorang yang tanpa aku sadari bahwa aku akan dikalahkan olehnya, sehingga harus kehilangan sesuatu yang berharga bagiku. Tapi aku sama sekali tidak berniat kalah darimu hari ini. Allah juga pasti setuju dengan niatanku yang ingin membuatmu kembali ke tempat asalmu. Di sini, kamu hanya membuat kerusakan. Entah itu kerusakan pada alam ataupun pada hati manusia yang kamu bujuk untuk menjadi pemujamu. Tidak ada faedahnya sama sekali jika kamu tetap berada di sini," balas Dela.

"Beraninya kamu bicara sejujur itu padaku!!! Kamu pikir, kekuatan yang kamu miliki itu bisa membuatku takluk, hah??? Meskipun Naryo akhirnya berhasil kamu kalahkan, bukan berarti kamu juga bisa mengalahkan aku!!! Aku sudah bilang, bahwa aku bukanlah tandinganmu!!!"

Eyang Rogo Geni kembali hendak menyerang Dela. Namun sayang, persiapan Dela akan ajian brata weling sudah benar-benar matang pada saat itu dan serangan Eyang Rogo Geni segera ditangkis dalam satu kali gerakan yang tidak dapat dihindari.

"Bismillahirrahmanirrahim!!!"

BLAAAMMMM!!!

Wujud Eyang Rogo Geni langsung terlempar ke dalam guanya dan kemudian lenyap seketika, setelah terdengar bunyi ledakan yang begitu keras. Apa yang disaksikan oleh semua orang saat itu benar-benar di luar dugaan. Bahkan Melina sekalipun tak pernah menduga kalau Dela akan menapaki bagian dari kuatnya ilmu putih yang mengalir di dalam diri wanita itu. Keberadaan Eyang Rogo Geni sudah tidak lagi terlihat. Dela benar-benar mengirimnya kembali ke tempat asalnya di salah satu gunung berapi, Indonesia. Tempat itu kini tidak lagi terasa menyeramkan seperti sebelumnya. Keadaan yang tadi benar-benar gelap telah berubah menjadi cerah seperti di bagian hutan lainnya.

Tatapan Dela kini beradu dengan tatapan milik Ahmad yang tampak begitu lega, setelah rasa cemasnya berakhir. Dela tahu persis bahwa Ahmad telah menantikan penyelesaian dari masalah hidup Bian dan Mira. Hal itu membuatnya segera melangkah ke hadapan pria itu, lalu meraih tangannya untuk digenggam dengan lembut seperti saat pertama kali mereka saling jatuh cinta.

"Ayo bicarakan dengan serius rencana pernikahan kita, Mas. Aku sekarang punya banyak waktu luang untuk dihabiskan bersama kamu," ajak Dela.

"Heh! Jangan menjelma jadi manusia tidak tahu diri, ya!" omel Melina. "Mbah Naryo ini nasibnya bagaimana? Apakah dia harus kita bawa keluar dari hutan ini, atau sebaiknya menunggu bantuan datang? Pikirkan, dong! Jangan langsung main lepas tangan saja kamu!"

Dela pun berbalik dan berkacak pinggang saat bertatapan dengan Melina. Wanita itu tidak lupa memberikan tanda pada Ahmad, agar segera mendekat pada kelompok pria, sebelum Melina menyemprotnya dengan kata-kata mutiara.

"Ck! Kamu itu kok hobi sekali bikin suasana romantis menjadi runyam, tho? Apakah tidak ada rencanamu untuk memiliki hobi yang lain, Mel?" heran Dela.

Mira langsung mengibarkan sapu tangan putih miliknya pada sebuah ranting, sambil menahan tawa sekuat mungkin.

"Aku menyerah! Aku enggak kuat jika harus menghadapi adu mulutnya Dela dan Melina!" akunya, sangat jujur.

* * *

DENDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang