- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Mbah Naryo kaget setengah mati ketika melihat Jin yang ia kirimkan kembali lagi ke hadapannya. Keadaan Jin itu benar-benar tidak sama seperti sebelumnya. Seakan Jin itu baru saja menghadapi sebuah pertarungan yang sangat sengit.
"Kenapa kamu kembali??? Bukankah aku sudah menyuruhmu mengawasi Bian dan juga orang-orang yang ada di sekitarnya???" tanya Mbah Naryo, emosi.
"Aku tidak sanggup! Manusia yang melindungi manusia bernama Bian itu adalah pemegang ilmu putih! Meski aku tidak menyerang Bian, dia tetap tahu soal kehadiranku di sisi Bian dan dia langsung mencoba untuk membuatku musnah! Cari saja jalan yang lain dan jangan libatkan aku! Aku tidak mau lagi berhadapan dengan manusia itu!"
Jin itu kemudian menghilang dari hadapan Mbah Naryo, seiring dengan padamnya bara di dalam wadah tanah liat yang sejak tadi ia jaga. Mbah Naryo sudah benar-benar kehabisan akal dan perasaannya diliputi emosi yang tidak bisa tersalurkan.
"KURANG AJAR!!! PEMEGANG ILMU PUTIH??? BAGAIMANA BISA BIAN MENGENAL ORANG SEPERTI ITU??? BAGAIMANA MUNGKIN MASIH ADA ORANG YANG MEMEGANG ILMU PUTIH PADA ZAMAN MODERN SEPERTI INI??? SUDAH SETUA APA ORANG ITU??? AKU AKAN MEMBUNUHNYA JIKA AKU BERHASIL MENEMUKANNYA!!!"
Eka balas menatap ke arah Dela meski mulai merasa takut, setelah ia melihat sendiri bagaimana mudahnya Dela melawan jin kiriman Mbah Naryo. Ia ingin sekali tidak lagi bicara dengan Dela. Namun karena dalam pikirannya ada banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban, maka ia memilih untuk tetap bicara dengan wanita itu.
"Kamu ... bagaimana bisa kamu memiliki ilmu seperti yang tadi aku lihat?" tanya Eka. "Dan kamu Ahmad ... kenapa kamu tidak terlihat kaget dengan ilmu yang Dela miliki? Kenapa kamu justru terlihat seperti bisa menerima dia dengan ilmu anehnya itu?"
Pertanyaan yang terlontar dari mulut Eka sontak membuat Ahmad tertawa pelan. Dela tetap terlihat begitu tenang dan tidak menunjukkan kalau dirinya merasa tidak nyaman. Wanita itu sama sekali tidak merasa terintimidasi, meski kekuatan yang ia miliki dipertanyakan di depan Ahmad secara terang-terangan.
"Cangkemmu ngomong opo, tho? Ilmu aneh? Lebih aneh mana antara ilmu yang Dela miliki jika dibandingkan sama kelakuanmu yang hobi main dukun? Kamu enggak merasa dirimu itu aneh? Enggak sama sekali?" balas Ahmad, setengah menyindir.
Rasa geram kembali terasa di dalam hati Eka. Ia tidak paham kenapa Ahmad tidak merasa kalau Dela harus dijauhi, karena memiliki ilmu yang tidak jelas asal-usulnya. Entah kenapa Ahmad justru terlihat biasa saja dan bahkan siap membantu Dela kapan pun jika wanita itu butuh untuk dibantu. Dela kembali mengusap pundak Ahmad dengan lembut seperti tadi. Hal itu membuat Ahmad merasa kembali tenang.
"Sudah, Mas. Jangan ditanggapi terlalu jauh. Dia tidak punya hak untuk tahu apa pun soal diriku. Dia adalah orang yang harus menjawab banyak pertanyaan dari kita. Jadi jangan tanggapi jika dia bertanya lagi," saran Dela.
"Iya, Dek. Tidak akan aku tanggapi lagi pertanyaan apa pun yang dia ajukan. Insya Allah," janji Ahmad.
Eka benar-benar merasa muak dengan romantis dan serasinya kedua orang yang sedang ia tatap. Rasa irinya semakin menjadi-jadi. Hanya saja Dela bukanlah orang yang bisa ia jatuhkan nama baiknya dengan mudah dan Ahmad jelas tidak akan terpengaruh dua kali, setelah dimasa lalu pria itu pernah terkena pengaruh buruk darinya. Dela jelas sudah membuktikan pada Ahmad, bahwa pria itu adalah satu-satunya yang Dela inginkan dan Dela akan selalu setia padanya. Tak peduli berapa lama waktu yang telah terlewati setelah mereka berpisah. Ahmad pun jelas sudah melihat pembuktiannya, bahwa Dela selalu setia padanya dan tidak berpaling sedikit pun meski ada kesempatan bagi Dela untuk berpaling. Hal itu adalah penghalang besar bagi Eka, sehingga tidak bisa menempati posisi yang Dela tempati.
"Cih! Hanya karena dia terbukti setia dan tidak pernah berpaling, sehingga kamu menutup mata dari anehnya Dela yang bisa memiliki ilmu tidak jelas seperti itu? Lalu kamu mau menyuruhku membandingkan diri dengan dia? Sudah jelas aku yang lebih baik daripada dia. Aku memang selalu main dukun, tapi aku tidak mempelajari ilmu tidak jelas seperti yang Dela lakukan. Aku bersih dari ilmu-ilmu aneh itu, tidak seperti dia," Eka terus berusaha mempengaruhi Ahmad.
Sayangnya, Eka tidak lagi mendapat tanggapan seperti tadi. Ahmad benar-benar menepati janjinya pada Dela untuk tidak menanggapi apa pun yang Eka katakan atau tanyakan. Melihat dirinya tidak mendapat tanggapan, Eka menjadi semakin kesal dan langsung menatap tajam ke arah Dela.
"Pelet apa yang sudah kamu kasih pada Ahmad? Kenapa dia bisa jadi sepatuh itu padamu?" tanyanya, sinis.
"Sudah berapa kali kamu tidur dengan Iblis pujaanmu? Apakah Iblis pujaanmu protes, ketika tahu bahwa kamu sudah tidak perawan saat tidur dengannya?" Dela balas bertanya.
"TUTUP MULUT KAMU!!! KATA SIAPA AKU TIDAK PERAWAN SAAT SEDANG MELAYANI EYANG ...."
"Enak, jadi perempuan simpanan Bapaknya Risti?" potong Dela, dengan cepat.
Eka pun langsung berhenti berteriak dan terlihat sangat kaget ketika Dela membongkar masa lalunya.
"Enak, ya, bisa menawarkan keperawanan pada laki-laki berstatus suami orang saat usiamu masih tiga belas tahun? Terus, dengan penuh percaya diri kamu menyatakan perasaan pada Bian dan berharap Bian akan menerima sampah seperti dirimu? Wah ... apakah 'tahu diri' sebaiknya menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah sejak dini, ya? Soalnya, entah kenapa manusia seperti kamu justru menjadi tidak tahu diri setelah lulus dari SD dan SMP. Bian? Kamu berharap Bian menerima pernyataan cintamu dan menjadikan kamu istrinya? Jangan mimpi. Sampah itu tempatnya, ya, di tong sampah. Bukan di istana megah yang Bian bangun. Istana megah yang Bian bangun itu hanya untuk di tempati seorang bidadari. Dan bidadari pilihan Bian adalah Mira, bukan kamu."
Eka tidak pernah membayangkan kalau dirinya akan mendapat skakmat dari Dela, sosok yang bahkan tidak pernah ia kenali dengan baik selama mereka berada satu kelas di SMP. Dela dan Eka hanya pernah berinteraksi beberapa kali, setelah itu Dela harus pindah sekolah dan meninggalkan Purwodadi. Siapa sangka kalau Dela adalah orang yang akan mengalahkannya, baik itu dalam hal tindakan ataupun ucapan.
Ahmad berbelok sesuai GPS yang tertera pada ponselnya. Mobil milik Bian--yang sudah kembali ke bagian belakang--serta mobil milik Melina juga ikut berbelok seperti yang Ahmad lakukan. Ketiga mobil itu berhenti tak lama kemudian, karena mereka tidak ingin Mbah Naryo tahu kalau dirinya sedang diincar dari dekat.
Dela menghela nafas sejenak sambil menatap Ahmad, lalu setelahnya kembali menatap Eka yang tampak semakin ketakutan.
"Ayo, Eka. Mari kita sama-sama temui dukun kepercayaanmu dan juga Iblis yang kamu puja," ajaknya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM
Horor[COMPLETED] Dela sedikit merasa aneh dengan undangan reuni yang ia terima dari SMP tempatnya belajar di Purwodadi. Pasalnya, ia hanya belajar di SMP tersebut tak sampai dua tahun, karena dulu dirinya terpaksa harus pindah sekolah ketika orangtuanya...