41 | Telah Tertipu

1.2K 108 19
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- TIGA EPISODE (KHUSUS HARI INI)
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Eka mulai sadar, ketika mereka semua hampir sampai di rumah yang ditinggali oleh perempuan itu. Ia bisa melihat kalau Dela saat itu sedang menatap ke arahnya untuk mengawasi. Sayangnya, kepala Eka masih terasa pusing akibat efek dari obat bius. Tubuhnya pun masih lemas, sama sekali tidak bertenaga untuk mencoba melepaskan tangannya yang terikat.

"Cih! Bisa-bisanya kamu kembali lagi pada Ahmad, setelah dia memutuskan kamu secara sepihak," lirih Eka, ketika menyadari siapa pria yang ada di sisi Dela.

"Bukan urusanmu. Hatiku adalah milikku. Siapa yang aku pilih dan aku inginkan adalah urusanku. Lagi pula, Mas Ahmad memutuskan aku karena terhasut oleh omongan busukmu, bukan karena dia sudah tidak cinta padaku," balas Dela, dengan senyum yang tidak pernah pudar.

Eka merasa geram dan ingin sekali marah setelah mendengar yang Dela katakan. Sayangnya, ia sama sekali tidak berdaya dan hanya bisa menatap tajam ke arah Dela. Ahmad menghentikan laju mobil, lalu mengajak Dela turun. Melina kemudian mendekat ke mobil tersebut untuk membantu Dela menyeret Eka agar bisa keluar dari sana. Eka benar-benar hanya bisa pasrah ketika tubuhnya diseret oleh Melina dan Dela. Mira mendekat pada mereka dan membuat Eka kembali merasakan gejolak amarah yang membara di dadanya.

"Mau apa perempuan kurus itu di sini??? Suruh dia jauh-jauh dariku!!!" Eka mulai mengamuk.

Mira tidak mempedulikan amukan perempuan itu. Ia memilih segera menyerahkan sebuah botol berukuran kecil ke tangan Dela, lalu membisikkan sesuatu agar tidak ada yang mendengar.

"Oke. Aku akan gunakan ini sebentar lagi. Terima kasih, ya, Mir. Tetaplah bersama Bian ketika kami mengurus perempuan ini," pinta Dela.

"Iya, Del. Insya Allah aku akan tetap bersama Mas Bian," janji Mira.

"Sialan kamu, Dela!!! Bisa-bisanya kamu berbaik hati sama perempuan kurus itu dan memperlakukan aku dengan buruk seperti ini!!!" Eka merasa tidak terima.

Melina sudah mulai menggosok-gosok telinganya, karena merasa gerah setiap kali mendengar Eka bicara. Wanita itu segera melepaskan cengkraman tangannya atas tubuh Eka, sehingga Eka akhirnya terbanting ke atas tanah.

"Sudah kubilang tadi, harusnya kita lakban saja mulutnya biar dia bisa diam. Aku benar-benar muak dengar suaranya," omel Melina.

"Enggak bawa lakban aku, Mel. Sabar saja, ya. Biar aku kasih suntikkan obat ini saja, kalau kamu memang segeram itu sama dia," sahut Dela, sambil memperlihatkan botol yang tadi Mira berikan.

Kedua mata Eka membola saat tahu apa yang akan Dela lakukan padanya. Perempuan itu berusaha berontak meski tubuhnya masih sangat lemas. Dia berusaha membalik tubuhnya, lalu mencoba untuk merayap di tanah. Sayangnya, hal itu justru membuat Dela menjadi lebih mudah menyuntikkan obat yang ada di tangannya pada paha kiri Eka.

"Arrgghhh! Sakit! Kamu beri obat apa padaku, hah? Keterlaluan kamu, Del!"

"Keterlaluan? Menurut kamu aku ini sangat keterlaluan? Terus, kegilaanmu yang main dukun untuk menghancurkan hidup Bian harus aku sebut apa?" tanya Dela.

Melina pun mencoba menahan diri agar dirinya tidak kelepasan tertawa. Ia tahu persis kalau Dela akan sedikit berceramah, karena itu sudah bakat alami yang Dela miliki jika sedang menghadapi orang menyebalkan. Dela merapikan rambut Eka yang agak berantakan, agar wajah perempuan itu bisa terlihat dengan jelas.

"Janganlah kamu bertingkah seperti artis sinetron. Cuma disuntik obat bius saja, kok, sampai menyebut aku keterlaluan. Ini hanya obat bius, Eka, dan obat biusnya cuma akan bekerja setengah badan saja. Kamu akan tetap sadar dan bisa melihat apa pun yang nanti akan aku lakukan di sini. Penilaianmu terhadap aku terlalu berlebihan. Terlalu lebay. You need to calm down, you're being too loud*," tambah Dela, seraya tersenyum manis.

Melina langsung memutar kedua bola matanya.

"Ujung-ujungnya bocah satu ini selalu saja nyanyi! Apakah menurutmu Ahmad tidak akan stress, kalau kamu terlalu ngefans sama Taylor Swift sampai tua?" protesnya.

"Enggak, Mel! Aku enggak keberatan, kok!" sahut Ahmad, yang ternyata sejak tadi mendengarkan semua hal meski sedang berkumpul bersama Bian dan yang lainnya.

Pria itu langsung menjadi sasaran tatapan maut yang Melina layangkan. Rozi dan Zahri hanya bisa menyabarkan Ahmad, agar Ahmad tidak takut menghadapi Melina. Mira hanya bisa tertawa pelan sambil merangkul lengan Bian.

"Sudah ... sudah ... jangan lampiaskan kekesalanmu sama Mas Ahmad yang paling aku cintai. Ayo, sekarang bantu aku ambil air dari bagasi mobil. Aku akan membuat matanya Eka terbuka," ajak Dela.

"Eh? Memangnya dari tadi dia tidak buka mata, gitu? Perasaan dari tadi dia sudah membuka matanya, loh," heran Rozi.

"Ya Allah, Zi! Jangan bikin aku tambah naik darah, ya! Perhatikan saja sambil diam di tempatmu! Jangan kebanyakan protes ngono, lho!" omel Melina.

Dela benar-benar menyeret Melina agar segera mengikuti langkahnya menuju mobil. Kedua wanita itu kembali ke tempat di mana Eka berada ketika sudah mengambil botol berukuran besar berisi air yang sudah dibacakan doa. Eka terlihat ketakutan saat Dela kembali mendekat padanya. Entah apa yang ditakutkan oleh perempuan itu, padahal Dela sama sekali tidak terlihat akan melakukan sesuatu yang buruk terhadapnya.

"Mau apa kamu, hah??? Mau apa???" tanya Eka, histeris.

"Mau memberimu minum. Kenapa? Takut air yang aku beri ada racunnya atau takut air ini sudah dibubuhi sesuatu dari dukun seperti yang kamu lakukan pada Bian? Iya? Benar begitu?" tebak Dela.

Nafas Eka terlihat sedikit memburu. Berulang kali perempuan itu menatap wajah Dela dan paper cup yang telah terulur ke hadapan wajahnya.

"Kejauhan sekali jalan pikiranmu. Memangnya apa keuntungan yang akan aku dapat jika aku berhasil mengguna-guna dirimu? Ayo cepat, minum sampai habis biar kamu tidak kehausan," titah Dela.

Mau tidak mau, Eka akhirnya benar-benar meminum air tersebut sampai habis. Ia tidak punya pilihan lain, karena takut nanti dirinya akan dibiarkan kehausan. Namun setelah ia meminum air tersebut, perlahan apa yang dilihatnya setiap hari mendadak berubah. Tidak ada lagi taman yang indah. Tidak ada lagi rumah mewah yang selama ini ia tinggali. Semuanya berubah dan membuatnya jijik dalam sekejap.

"Bagaimana? Sudah terlihat penampakan asli dari rumah yang diberikan oleh Iblis pujaanmu? Sudah sadar, bahwa selama ini kamu hanya ditipu olehnya agar terus memujanya tanpa akhir?" tanya Dela.

"Tidak! Tidak mungkin Eyang Rogo Geni menipuku! Tidak! Ini pasti akal-akalan kamu dan yang lainnya agar aku berkhianat! Ini semua tidak benar! Aku sudah memberikan semuanya untuk Eyang Rogo Geni, jadi tidak mungkin dia menipuku!" tolak Eka, akan kenyataan yang ada di hadapannya.

"Memberikan semuanya? Maksudnya ... kamu bahkan sudah sering tidur dengan Iblis yang kamu puja itu?" tanya Melina, seraya menunjukkan ekspresi jijik yang begitu nyata.

* * *

*petikan lagu berjudul You need to calm down dari Taylor Swift

DENDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang