Setelah semua yang telah dilalui Sadam bersama dengan isi kepalanya malam tadi, akhirnya ia baru bisa tertidur ketika waktu sudah menunjukkan pukul setengah empat dini hari. Ternyata efek dari kalimat gadis itu sangat kuat sehingga mampu membuat Sadam terus kepikiran, hingga tak bisa tidur lelap. Bahkan dalam tidurnya pun ia tidak sepenuhnya tidur. Sudah mencoba berbagai macam cara untuk membuatnya terlelap, namun, nihil.
Sejak pukul sepuluh malam tadi dia pamit untuk tidur duluan kepada Sherina dan Aryo, hingga pukul tiga dini hari ia masih belum bisa terlelap. Hanya menggulingkan badan kesana-kemari di atas kasurnya. Kadang duduk, berdiri, mondar-mandir, hingga membuang diri ke kasur. Itu semua dilakukan oleh Sadam karna pikirannya yang tidak bisa diajak kompromi, selalu memikirkan perkataan Sherina kepada Aryo malam tadi.
Hingga mungkin hippocampusnya kelelahan dan semua organ-organnya juga sudah melayangkan protes ke otak untuk segera membuat Sadam tertidur, maka itulah di pukul setengah empat dini hari lelaki itu baru terlelap di alam mimpinya. Sebelum benar-benar tertidur, ia merapalkan doa agar pikirannya tentang perkataan Sherina tadi tidak muncul di mimpinya, karena ia benar-benar ingin tidur agar bisa menyetir dengan fit pagi nanti.
Tok, tok, tok...
Rasanya baru sebentar ia terlelap, sudah ada saja yang mengganggu tidurnya dengan ketukan di pintu kamarnya. Sadam tak langsung membuka pintunya, ia mengerjapkan matanya mencoba untuk menyesuaikan dengan cahaya yang masuk, lalu, menggeliatkan badannya dahulu, baru beranjak dari tempat tidurnya untuk membuka pintu kamar yang terkunci dari dalam olehnya.
"Iya, kena--pa, Sher?" Ia yang masih setengah sadar seketika tersadar penuh ketika melihat siapa yang ada di balik pintunya saat ini. Ya, Sherina. Gadis itu sudah terlihat segar, dengan make up tipis khas dirinya, ia tersenyum kepada Sadam. Senyuman yang sangat manis, saking manisnya mampu membuat lelaki itu tergagu.
"Eh aku ganggu kamu ya?" Tanya Sherina canggung, ia tak enak pada lelaki itu karena merasa telah mengganggu tidurnya. Sadam menggeleng kemudian berkata.
"Nggak kok. Untung kamu bangunin, kalau nggak tadi udah bablas tidurnya sampe siang. Kenapa, Sher?" Tanya Sadam sambil berusaha mencairkan suasana dengan sedikit berlelucon, namun, gadis itu tetap merasa asing dengan panggilan Sadam yang sejak kemarin berbeda, dari yang biasanya menggunakan 'Neng', kini menggunakan 'Sher'.
"Oh, nggak, mau ajakin kamu sarapan, ada Aryo juga." Ujar Sherina sambil memperhatikan penampilan Sadam yang terlihat urakan dibanding sebelumnya, rambut yang acak-acakan, kantung mata yang terlihat menghitam dari biasanya, dan raut wajah yang terlihat lesu.
"Oh, iya nanti aku nyusul. Kalian duluan aja." Balas Sadam dengan senyum simpulnya. Sherina merasa aneh dengan itu, tumben-tumbenan Sadam tidak langsung mengiyakan ajakannya, padahal biasanya dia selalu oke.
"Dam, kamu kurang istirahat ya?" Dengan hati-hati Sherina bertanya kepada Sadam sambil terus menatap lelaki itu yang terlihat sedang menunduk tak semangat.
"Hah? Nggak kok, ini kemarin insomnianya kambuh aja. Nanti kalau selesai mandi udah seger lagi." Jawab Sadam dengan sedikit semangat yang dibuat-buat dan senyuman tipis yang terlihat agak dipaksakan itu. Sherina terlihat berpikir sejenak.
"Sejak kapan kamu ada insomnia?" Gadis itu terlihat berpikir, mengingat kapan Sadam memiliki riwayat insomnia yang setahunya sejak mereka bersahabat tidak punya riwayat itu, adanya hanya asthma Sadam yang sekarang sudah sembuh. Sadam agak tergagap menjawab pertanyaan Sherina lalu mengalihkan pembicaraan.
"Ah, iya, itu, sejak aku kerja di OUKAL. Dari situ insomnia-ku ada. Karna pekerjaan yang ga beraturan waktunya, apalagi di awal. Oh iya, Sher, udah jam tujuh nih, kamu makan duluan sama Aryo ya. Aku mau mandi dulu." Ujar Sadam buru-buru mengalihkan pembicaraan agar gadis itu tak bertanya lebih banyak lagi padanya. Sherina hanya mengangguk kaku, ia masih berperang dengan pikirannya saat ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Saujana
Fanfiction/Sau∙ja∙na/ : sejauh mata memandang Beberapa tahun berpisah ternyata tidak sontak merubah apa yang pernah terjalin. Walaupun awalnya agak canggung tapi naluri dua orang sahabat selalu menemukan jalan untuk kembali bersedia seperti sebelumnya. "Di p...