/Sau∙ja∙na/ : sejauh mata memandang
Beberapa tahun berpisah ternyata tidak sontak merubah apa yang pernah terjalin. Walaupun awalnya agak canggung tapi naluri dua orang sahabat selalu menemukan jalan untuk kembali bersedia seperti sebelumnya.
"Di p...
"Lalu, maksud dari foto aku yang ada di jurnal kamu itu apa tadi?" Tanya Sherina sambil menyendokkan sesuap nasi goreng ke dalam mulutnya, matanya menatap Sadam penasaran.
Saat ini mereka sudah berada di apartemen Sherina sambil menyantap makan malam dan sedikit bercerita tentang pertemuan dengan Zara tadi.
Sadam tidak langsung menjawab pertanyaan Sherina, ia meneguk air terlebih dulu, lalu berujar, "Kamu percaya nggak, kalau aku bilang kamu selalu ada bareng aku selama delapan tahun kita lost contact?" Tanya Sadam menantikan jawaban gadis itu sambil menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
Sherina menggeleng, "Kalau itu kalimatnya denotasi, aku ga percaya. Tapi, karna ini kalimatnya konotasi yang artinya kamu mengaitkannya dengan fotoku yang kata kamu selalu ada di jurnal kamu, jadi aku percaya." Jawab Sherina yang membuat Sadam tersenyum kagum, lalu, mengacungkan jempolnya di depan gadis itu, "Wihh, pinter banget pacar aku. Bisa gitu ya jawabnya. Kerennnn!!" Puji Sadam yang membuat Sherina terkekeh kemudian menggeleng pelan, "Padahal kamu bisa bereaksi biasa aja lho, Yang. Tapi, karna ini Yayang si anak mami, jadi reaksinya pasti beda dan it's mean a lot for me. Hahaha ini agak dangdut, tapi, kelebihan kamu ya itu, selalu ngapresiasi hal-hal kecil yang aku lakuin, yang padahal mungkin ga perlu di highlight. Mungkin itu kali ya alasannya aku selama ini betah jomblo setelah dari Devano, karna cowok yang aku kenal ga ada yang bisa lakuin yang kamu lakuin hahaha..." Sherina mengatakan yang sejujurnya kepada Sadam dan itu benar yang dirasakan olehnya selama lebih dari separuh usianya bersama dengan Sadam.
Lelaki itu tergelak singkat, lalu, menirukan gerakan sayap dengan kedua tangannya, "Duh, si eneng bisa aja nih, udah dong aku terbang lho ini, Neng." Setelah itu keduanya tertawa bersama. Sungguh sebuah perpaduan yang sangat sempurna, dua piring nasi goreng dengan telur ceplok yang tinggal separuh di atasnya, dua gelas air putih yang setengahnya sudah tandas, dan dua anak manusia yang sedang tertawa menikmati kebersamaan di malam yang teduh ini. Sangat jauh dari kata sakral ala ala candle light dinner yang mewah dan formal, tapi, justru itu yang membuatnya istimewa, ternyata bahagia bisa didapat dengan cara sesederhana itu.
Setelah keduanya selesai dengan tawanya, Sadam lanjut menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Sherina padanya, "Yang kamu bilang itu bener, Neng, kamu selalu bareng aku kemanapun, karna foto kamu selalu ada di dalam jurnal ku. Kamu inget nggak yang waktu itu libur semester trus kita ga langsung pulang ke Bandung malah jalan-jalan dulu berdua, trus ponsel nya sengaja dimatiin karna kamu ga mau diganggu sama Devano dan aku juga sengaja matiin biar bisa dengerin kamu cerita sepuasnya. Trus kamu minta difotoin dengan background hutan ijo-ijo gitu. Kalau ga salah kamu ada pajang deh itu fotonya. Hmmm... Nah itu dia." Tunjuk Sadam ke arah foto yang di pajang Sherina di atas rak tempat biasa ia menaruh buku-bukunya.
Mata gadis itu mengikuti arah telunjuk Sadam, lalu, ia menganga, kembali menoleh ke arah lelaki itu, menatapnya tak percaya, "Jadi, kamu punya juga foto itu? Aku pikir kamu cetaknya cuma satu buat aku."
Sadam tersenyum kemudian menggeleng, ia menaruh piringnya sejenak ke atas meja dan mengambil sesuatu dari dalam tas nya, "Ini jurnal aku yang selalu aku bawa kemana-mana, walaupun sekarang isinya udah penuh tulisan, tapi, selalu aku bawa. Nah, ini foto yang aku maksud." Ujar Sadam sambil mengeluarkan selembar foto yang dimaksud olehnya dan menunjukkannya pada Sherina.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.