Seminggu berlalu sejak ia menceritakan hubungannya dengan Sadam kepada Ibu dan Ayah. Seminggu berlalu juga sejak ia menceritakan tentang itu kepada Sadam, tentang bagaimana kehebohan yang terjadi di malam Senin itu. Sadam yang kemudian tertawa mendengarkan ceritanya dan Sadam yang tak sabar ingin cepat-cepat untuk segera ke Jakarta menemui gadis cantiknya yang saat ini hanya bisa ia lihat melalui monitor yang menjadi penghubung antara mereka berdua.
♫♫♫
"Kamu cutinya udah fix minggu depan kan?" Tanya gadis itu setelah pembahasan mengenai orangtuanya selesai. Sadam pun mengangguk mantap.
"Sudah." Jawabnya singkat yang diangguki oleh Sherina.
"Kamu udah packing?" Tanyanya selanjutnya yang lagi-lagi diangguki oleh lelaki itu.
"Udah, Neng... Lagian bawaan aku kan gak banyak lagi, soalnya udah di apartemen kamu semua. Paling beberapa potong pakaian lagi dari sini sama beberapa hmm... rindu?" Ujarnya dengan sedikit tanya diakhir kalimat disertai senyum tertahannya yang membuat Sherina mengernyitkan keningnya dan menatap Sadam dengan tatapan bertanya.
"Iya, tabungan rindunya udah full tank, bakal meledak kalo ga ketemu secepatnya." Lanjut lelaki itu seakan mengetahui kebingungan dari raut wajah Sherina yang sontak membuat gadis itu tergelak setelah mengetahui maksud dari kalimat Sadam kemudian mencibir, "Halah... Peres amat kamu."
Melihat itu, Sadam terkekeh, "Gak percaya? Yaudah, tunggu ya nanti aku bawain rindunya ke kamu, biar kamu lihat sendiri udah se-full apa tank nya sekarang." Balas Sadam serius seolah ini adalah hal yang sangat menentukan, sayang jika tidak dibahas.
Lagi-lagi Sherina tergelak mendengarnya, "Yaudah, aku tunggu ya rindunya sampai disini." Ucapnya tulus dengan senyum manis yang tanpa sadar menular kepada lelaki itu.
"Ini yang ditunggu sampai disana cuma rindunya aja nih? Akunya nggak?" Tanya Sadam kemudian.
"Ya otomatis, kalau orangnya ga sampai ga mungkin rindunya sampai. Kan?" Jawab Sherina dengan senyum manisnya yang tak luntur sejak tadi.
Sadam ikut tersenyum, lalu, berubah menjadi kekehan disertai anggukan paham darinya.
♫♫♫
Setelah seminggu berlalu, Senin yang padat dan membosankan kembali menghampiri Sherina. Memang Senin selalu menjadi mon(ster)day-nya semua orang, khususnya orang dewasa.
"Perasaan Jumat baru kemarin deh, kok tau-tau sekarang udah Senin lagi aja sih?" Gerutunya masih dengan badan telentang di ranjangnya, mata setengah terpejam, tangan yang menggenggam ponsel, dan ponsel yang menampilkan layar kunci dengan wallpaper yang masih foto genggaman tangannya dan Sadam dan disana terpampang jelas bahwa sekarang sudah pukul setengah enam kurang sepuluh menit.
"Masih belum setengah enam... Lima menit lagi deh ya, lima menit." Ia menceracau kemudian kembali memejamkan matanya dengan meyakini lima menit lagi ia akan terbangun dan bersiap-siap.
Namun, nyatanya, sudah setengah jam lebih ia terlelap hingga akhirnya terbangun kembali dengan wajah kusutnya, dan ia tak menyadari hal itu. Kesalahan pertamanya hari ini adalah percaya dengan kalimat, "Lima menit lagi", kesalahan keduanya adalah karena ia sungguh meyakini bahwa ia baru tertidur lima menit, akhirnya ia tak lagi mengecek jam yang ada di ponselnya untuk memastikan sekarang sudah pukul berapa, dan kesalahan ketiganya timbul akibat dua kesalahan sebelumnya itu.
Ia kemudian memutuskan untuk bangun sekarang, "Ayo bangun. Minggu depan udah cuti, dijamin hari Seninnya ga serem lagi." Monolognya mencoba menyemangati dirinya yang entah akan manjur atau, "Semoga~~" lanjutnya yang mungkin kalian tau apa artinya. Kan?

KAMU SEDANG MEMBACA
Saujana
Fanfiction/Sau∙ja∙na/ : sejauh mata memandang Beberapa tahun berpisah ternyata tidak sontak merubah apa yang pernah terjalin. Walaupun awalnya agak canggung tapi naluri dua orang sahabat selalu menemukan jalan untuk kembali bersedia seperti sebelumnya. "Di p...