/Sau∙ja∙na/ : sejauh mata memandang
Beberapa tahun berpisah ternyata tidak sontak merubah apa yang pernah terjalin. Walaupun awalnya agak canggung tapi naluri dua orang sahabat selalu menemukan jalan untuk kembali bersedia seperti sebelumnya.
"Di p...
Cuaca mendung pagi ini disertai rintik halus gerimis seakan mampu mewakili isi hati sepasang anak manusia yang saat ini tengah berada di dalam mobil, dengan lelaki yang ada di bangku kemudi dan wanita yang duduk di bangku sebelahnya. Keduanya membisu, seakan kehilangan kata-kata untuk diucapkan.
Perlahan mobil yang sejak tadi berhenti karna terjebak lampu merah kini berjalan lagi, siap untuk menembus jalanan yang lumayan padat pagi ini. Keheningan terus menjalar membuat udara di dalam mobil semakin terasa dingin.
Sherina melirik Sadam takut-takut, aura lelaki itu terlihat sangat menyeramkan baginya sekarang. Ia memantapkan hati untuk memulai pembicaraan dengan waktu yang sudah sangat menipis itu.
"Yang..." Panggil Sherina pelan yang dijawab dengan deheman sekenanya oleh Sadam, lelaki itu tetap fokus pada jalanan di depannya, tidak sedikitpun menoleh ke arah Sherina yang kini sudah menatapnya sempurna.
Helaan nafas pelan terdengar dari gadis itu, "Aku minta maaf." Cicitnya pelan sambil memainkan jemarinya, kini ia tak berani menatap Sadam, namun, ia dapat merasakan Sadam sedang menatapnya.
"Buat apa?" Tanya lelaki itu sambil menarik pedal rem ketika akhirnya mereka bertemu kembali dengan lampu merah selanjutnya.
"Kamu semalam sempet baca notifikasi dari Aryo dan aku tau itu yang buat kamu jadi diemin aku begini. Jadi, aku minta maaf untuk itu." Ujar Sherina pelan masih betah menunduk.
Tak ada balasan lagi dari Sadam yang membuat Sherina memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya melihat ke arah Sadam. Ternyata lelaki itu sedang mencengkram kuat kemudi dan menatap datar ke arah jalanan di depannya.
Tak lama Sadam menghela nafas kasar kemudian menatap Sherina tajam, sedikit membuat nyali gadis itu ciut. "Kamu ada meeting apa sama Pak Ilyas sampai ada Herman segala?" Tanya Sadam berusaha menekan emosinya yang kembali memuncak pagi ini.
"Aku juga ga tau meeting apa, Dam." Kebohongan baru tercipta dari bibir mungil Sherina dan itu berhasil membuat Sadam semakin marah.
"Kamu ga tau atau pura-pura ga tau, Sher?" Tanya Sadam dengan nada tegasnya.
Sumpah demi apapun Sherina sedang ketakutan sekarang, ia menggigit bibir bawahnya, tidak menyangka Sadam akan semarah ini.
"Kenapa diem? Ga bisa jawab? Atau musti aku yang ingetin kalau kamu sama Herman diajak meeting bareng Pak Ilyas buat bicarain soal liputan WEF di Davos? Sekarang udah inget kan?" Kalimat Sadam barusan mampu membuat Sherina membelalakkan matanya. Dari mana Sadam tau? Batinnya.
"Haha kenapa? Kamu kaget kok aku bisa tau soal liputan kamu bareng Herman di Davos walaupun kamu belum kasih tau?" Sadam tertawa palsu, ia terkekeh namun Sherina bisa merasakan kekecewaan di balik kekehannya.
"Yang, ak--" perkataan Sherina terpotong oleh Sadam yang sepertinya tidak ingin memberikan ruang untuk gadis itu berkelit dengan penjelasannya. Ia sudah cukup kecewa sejak ia mengetahui kebenarannya dari Aryo tadi malam.
🎵🎵🎵
Sejak membaca pesan dari Aryo, mata Sadam sama sekali tidak bisa terpejam, ia masih memikirkan apa yang akan dibicarakan oleh Pak Ilyas kepada Sherina hingga harus menyertakan Herman di dalamnya? Ia terus membolak-balik badannya di sofa yang sangat pas untuk dirinya sendiri itu. Ia ingin bertanya langsung kepada Sherina, namun, ia urungkan karna ia tau ini akan menjadi pembahasan yang tidak mungkin singkat. Jadi, demi memuaskan rasa penasarannya, ia akan menanyakannya langsung kepada sang pengirim pesan, yaitu, Aryo. Semoga lelaki itu belum tidur.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.