Di dunia ini, ada dua tipe manusia jika sudah bersahabat dekat. Yang pertama, adalah manusia yang sebenarnya tau boundaries namun sudah terlalu nyaman akhirnya akan merasa wajar saja jika langsung masuk ke rumah sahabatnya ketika bertamu tanpa harus menunggu untuk disuruh masuk. Yang kedua, adalah tipe manusia yang tidak enakan. Gambarannya kurang lebih seperti, jika ia sudah mengetuk pintu ketika bertamu dan tak kunjung ada sahutan, maka ia akan tetap menunggu di luar hingga si empunya rumah datang dan mempersilakannya untuk masuk. Biasanya tipe kedua seperti ini sangat menjaga boundaries dengan keluarga sahabatnya, terlihat berjarak namun ketika sudah bersama mereka akan tetap dekat tak berjarak.
Nah, dalam persahabatan yang sudah terjalin belasan tahun di antara Sadam dan Sherina, mereka berdua masuk ke tipe kedua. Sama sama sungkan bila bertamu ke rumah satu sama lain, harus menunggu dipersilakan masuk dulu baru mau masuk. Jika tidak, maka mereka akan tetap menunggu di depan rumah, seperti saat ini. Sherina dan Ayah Ibu sudah tiba di teras rumah Ardiwilaga. Dari luar tampak sepi, hanya ada beberapa pekerja yang lalu lalang sembari mengangguk hormat kepada mereka.
"Halooo..." Ibu berseru sambil mengetuk pintu depan yang tertutup itu, namun, tak kunjung ada jawaban.
Giliran Sherina kali ini, "Sadam... Teteh... Mami..." Ia sudah menyerukan hampir semua nama orang yang tinggal didalamnya, namun, tetap tak ada jawaban. Hingga mereka memutuskan untuk duduk sebentar di teras depan sembari menunggu beberapa menit untuk mengulang ketukan lagi.
"Bu, Ayah keliling bentar ya, mau liatin perkebunan Pak Ardiwilaga. Ibu sama Sherina tunggu disini saja." Ujar Ayah kepada Ibu setelah melayangkan pandangannya ke arah perkebunan yang menarik perhatiannya itu.
Ibu mengangguk setuju, "Yasudah, tapi jangan lama-lama, langsung kesini." Balas Ibu yang diangguki oleh Ayah kemudian berlalu dari hadapan kedua perempuan yang ia sayangi itu.
Kini tinggal Ibu dan Sherina yang masih menunggu pintu dibukakan untuk mereka. Sherina sudah mengirim pesan untuk Sadam, isinya mengatakan bahwa ia sudah disini sekarang, namun, sepertinya Sadam sedang tidak memegang ponselnya, buktinya pesan darinya hanya delivered. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk mengetuk pintu sekali lagi, berharap ada jawaban kali ini.
"Teteh... Sadam... Mami..." Serunya sekali lagi dan berhasil, sayup-sayup terdengar sahutan dari dalam membuatnya menghentikan ketukannya dan menunggu sang pemilik suara untuk membuka pintu.
"Iyaa... Sebentar..." Seru sang pemilik suara sekali lagi, namun, kali ini terdengar dekat. Hingga bunyi gagang pintu terdengar dan menampilkan teh Aul di ambang pintu menyambut Sherina dan Ibu dengan senyuman lebarnya.
"Ah Sherina dan Ibu rupanya. Ayo masuk, masuk. Udah lama nunggu disini?" Tanya teh Aul sambil mempersilakan keduanya untuk duduk di dalam.
Sherina dan Ibu tersenyum, "Belum lama, Teh. Beberapa menit yang lalu. Tadi aku sama Ibu juga udah manggil tapi ga ada yang nyahutin, aku pikir lagi sibuk." Jelas Sherina lalu mengambil tempat di samping Ibu.
"Oh gitu, maaf ya, tadi teteh lagi di kamar, bantu beresin barangnya teh Alya. Tapi, kok cuma berdua sama Ibu? Ayah ga ikut?" Tanya teh Aul sambil melihat ke arah luar.
"Ayah ada, tadi ikut juga. Tapi, sebelum ada sahutan dari dalam, Ayah pamit mau liat perkebunan Papi dulu." Kali ini Ibu yang menjawab menghasilkan anggukan dari teh Aul.
"Ah iya, Mami sama Sadam kemana, Teh?" Tanya Sherina saat tak melihat keberadaan Mami dan Sadam disana.
"Oh itu, Mami sama Sadam lagi di gazebo tuh, lagi duduk sambil ngeliatin perkebunan dari sana. Atau mau kesana aja?" Tawar teh Aul yang membuat Sherina tertarik, kemudian berpandangan sejenak dengan Ibu dan seakan sudah mengetahui arti tatapan itu, Ibu tersenyum sambil mengangguk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Saujana
Fanfiction/Sau∙ja∙na/ : sejauh mata memandang Beberapa tahun berpisah ternyata tidak sontak merubah apa yang pernah terjalin. Walaupun awalnya agak canggung tapi naluri dua orang sahabat selalu menemukan jalan untuk kembali bersedia seperti sebelumnya. "Di p...