Sekarang mereka sedang berada di dalam sebuah coffee shop, menikmati secangkir kopi dan beberapa makanan ringan lainnya untuk meredakan rasa capek khususnya untuk Mami, teh Alya, dan Qia setelah flight berjam-jam. Rencana awalnya memang mereka akan langsung tembak ke Bandung, hanya saja setelah memasukkan barang ke bagasi mobil, Sadam berinisiatif mengajak semuanya untuk beristirahat sejenak di sebuah coffee shop disana sambil meregangkan badan sebelum melanjutkan perjalanan. Lagipula ini masih pukul lima kurang lima menit, satu jam dipakai untuk beristirahat bisa lah, sempat untuk tiba di Bandung tidak kemalaman.
Mereka turut larut dalam hiruk pikuk yang terjadi di bandara sore ini sambil menikmati pemandangan sang surya kembali ke peradabannya.
"Tadi penerbangannya gimana, Mi?" Tanya Sadam membuka percakapan sore itu, Mami yang sejak tadi asik mengamati orang-orang berlalulalang pun menoleh ke arah anak lelaki satu-satunya itu kemudian tersenyum.
"Tadi penerbangannya lancar, cuaca dari Sydney kesini bagus. Mami sampai ketiduran tadi di pesawat." Ujar Mami yang dibalas dengan kekehan oleh semuanya.
"Syukurlah kalau begitu, Mi. Kak Billy kapan nyusulnya?" Tanya Sadam lagi.
"Tanggal berapa kitu teh? Mami lupa." Ujar Mami meminta bantuan untuk menjawab kepada teh Alya.
"Tanggal 16 bulan depan, Mi. Soalnya Billy masih harus ngurus bisnis disana biar bisa ditinggal." Jelas teh Alya sambil menyuapkan sesendok eskrim ke dalam mulutnya. Oh iya, teh Alya itu ice cream addict, tak heran jika selama hampir satu jam mereka duduk disini, ini sudah cone es krim ketiga yang akan dia habiskan, dan itu turun ke Qia. Qia love ice cream so much. Yes, like mother like daughter hahaha...
Sadam mengangguk paham, "Teteh sampai kapan liburannya disini?" Tanya Sadam lagi dan lagi.
"Tanggal 21 Januari, Dam, soalnya sekolah Qia ga boleh lama-lama cutinya. Kalau teteh mah fleksibel, soalnya kan ga terikat sama kantor, biasa juga kerjaan teteh handle dari rumah. Sama juga kayak Billy." Ujar teh Alya yang diangguki oleh Sadam.
"Sherina kok dari tadi diem aja? Lagi ada kerjaan ya, Nak?" Tanya Mami saat melihat Sherina sejak tadi hanya diam dan sibuk dengan ponselnya, sontak gadis itu menoleh ke arah mami lalu membalasnya dengan senyuman canggung.
"Maaf, Mi, lanjut aja dulu ceritanya sama Sadam ya, Sher lagi di chat sama Aryo, cameramennya Sher, ada yang mau dibahas bentar soal liputan kemarin." Jelas Sherina sungkan, namun, senyum teduh dari Mami berhasil membuatnya tenang kembali.
"Yaudah, sok atuh dilanjut, nanti kalau udah selesai, ikut nimbrung sama kita ya." Ucap Mami yang diangguki oleh Sherina dengan senyum manisnya. Sadam menoleh ke arahnya sekilas dan mata mereka bertemu, lalu, mereka saling melempar senyum dan kembali fokus ke kegiatan masing-masing.
"Oh iya, Dam, kamu udah ambil cuti?" Kini giliran Mami yang bertanya kepada Sadam.
Lelaki itu menyeruput kopinya sebelum menjawab pertanyaan dari Mami.
"Udah, Mi, Sadam ambilnya dari tanggal 18 Desember sampai 6 Januari. Sadam boleh libur 3 minggu sama kepala OUKAL, soalnya Sadam jarang ambil cuti juga hehe..." Kekehnya yang dibalas dengan kekehan dari sang Mami."Qiaaa... Makan es krimnya jangan banyak-banyak dong, Nak. Udah ya, nanti batuk." Tiba-tiba teh Alya berujar demikian kepada Qia saat melihat anaknya itu sudah menghabiskan 3 cone eskrim dan ini sudah cone keempatnya.
Qia menatap mamanya dengan tatapan tak berdosa kemudian tersenyum sambil menampakkan deretan gigi putihnya yang rapi itu, "Oke Mommy, I'm sorry. Ini terakhir, nanti Qi banyak minum air hangat, promise." Janjinya sambil mengacungkan jari kelingkingnya di depan sang ibu yang dibalas oleh teh Alya dengan mengaitkan kelingkingnya ke jari kelingking Qia disertai senyuman dan anggukan, sedangkan Sadam melihatnya sambil menggeleng dan mendengus sebal, "Teteh kalau negur Qia tuh minimal eskrimnya dihabisin dulu atuh, malu. Orang sama-sama suka eskrim kok." Gerutu Sadam yang membuat teh Alya tersadar dengan eskrim yang masih ada di genggamannya lalu nyengir kuda ke arah Sadam, "Ya sorry, Dam, ga sadar hehe..." Cengiran khas teh Alya membuat Sadam lagi-lagi hanya bisa menggeleng dan maklum dengan tingkah kakak pertamanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saujana
Fiksi Penggemar/Sau∙ja∙na/ : sejauh mata memandang Beberapa tahun berpisah ternyata tidak sontak merubah apa yang pernah terjalin. Walaupun awalnya agak canggung tapi naluri dua orang sahabat selalu menemukan jalan untuk kembali bersedia seperti sebelumnya. "Di p...