Hari-hari dilalui Sherina dengan baik, begitupun juga dengan Sadam. Seakan jarak tak menjadi penghalang, mereka selalu dapat menikmati waktu bersama walaupun hanya melalui panggilan video. Waktu terus berjalan, konflik kecil yang sudah sewajarnya terjadi di dalam hubungan mereka pun menjadi bumbu-bumbu pemanis yang semakin merekatkan keduanya.
Hari ini, tanggal 10 Desember, sepuluh hari sebelumnya ia dan Sadam berpisah kembali untuk sementara. Dan dua belas hari dari sekarang ia akan memulai cutinya dan bertemu kembali dengan lelakinya itu untuk sementara juga. Hal yang tak lelah untuk ia nantikan selain dari memberitahukan kepada Ibu dan Ayah tentang hubungan yang terjalin di antara mereka beberapa minggu ke belakang ini.
Ia menimang-nimang ponsel di tangan kanannya, badannya bersandar di sandaran sofa yang sedang ia duduki, matanya terlihat sedang menatap diam pada di satu titik, namun, dalam sorot matanya terlihat ia sedang bingung. Bibir bagian dalamnya ia gigit-gigit kecil, khas orang yang sedang dilanda kebingungan. Dan pikirannya sedang berusaha bagaimana caranya merangkai 26 alfabet agar bisa menjadi satu kalimat yang pas untuk ia gunakan saat memberitahukan kepada kedua orangtuanya perihal hubungan yang terjalin diantara ia dengan Sadam nantinya.
Pikirannya bercabang sekarang, hmm sorry, sejak tadi. Percabangan pertama sedang merangkai 26 alfabet tadi, percabangan kedua sedang menebak-nebak reaksi kedua orangtuanya setelah mendengar pengakuannya, dan percabangan ketiga adalah bagaimana ia menghadapi godaan dan rentetan pertanyaan yang pasti akan terlontar dari mulut Ayah dan Ibu setelah pengakuannya ini.
"Harus sekarang. Jangan ditunda-tunda lagi, nanti makin lama makin ribet urusannya. Mumpung lagi weekend juga, pasti Ayah Ibu lagi di rumah. Ok, Sher, lo pasti bisa!" Ia bermonolog mencoba meyakinkan dirinya sebisa yang ia mampu bahwa semuanya pasti berjalan sebaik mungkin dan pastinya Ibu dan Ayah akan menerima kabar ini dengan baik.
Ia yakin sekali bahwa Ayah dan Ibu selalu mendukung apapun yang ia lakukan, termasuk soal asmara, keduanya tidak pernah membatasinya untuk dekat dengan siapapun. Bahkan saking Ayah dan Ibu percaya pada pilihannya, saat ia menjalin hubungan dengan Devano, --lelaki yang kemudian berubah menjadi brengsek di akhir kisah cinta mereka-- walaupun sempat ada rasa kurang senang, mereka mencoba mengesampingkan hal itu agar tidak sampai membuatnya risih kemudian memutuskan hubungannya yang saat itu sedang indah-indahnya. Mereka berlaku seperti itu karena menganggap pilihan anak gadisnya tidak pernah salah. Walaupun setelah putus, Ibu mengajak Sherina untuk ngobrol berdua, membicarakan semua hal yang anak gadisnya rasakan setelah hubungannya berakhir dan sang Ibu mencoba untuk menyisipkan obrolan tentang firasat mereka terhadap Devano sedari awal. Dan sejak itu, Sherina belum pernah berpacaran lagi, bukan karna trauma, tapi, belum ada yang menarik hatinya. Hingga akhirnya Sadam kembali lagi, pelan-pelan rasa nyaman yang dulunya pernah ada kini hadir kembali mencuat dan tumbuh menjadi perasaan yang lebih besar dari itu. Untuk kali ini Sherina yakin bahwa keputusannya adalah benar.
"Halo, Sher..." Sapaan ramah dari Ibu di seberang sana setelah telepon tersambung membuat Sherina menyunggingkan senyum lebarnya.
"Halo, Ibu... Apa kabar?" Tanyanya dimulai dengan pertanyaan basic yang sudah seperti template selalu ditanyakan di awal percakapan.
"Baik, Sher. Ibu dan Ayah baik. Kamu sehat?" Sang Ibu balik bertanya kepadanya.
"Sehat, Bu, aku sehat. Cuma belakangan lebih sibuk aja karna udah mau cuti." Jelas Sherina sambil menyenderkan badannya lemas di senderan sofa.
Dengusan kecil terdengar dari seberang telepon, disertai dengan kekehan kecil setelahnya, "Ayo semangat, demi cuti panjang di akhir tahun nanti..." Ibu memberi dukungan yang membuat Sherina tertawa kecil.
"Ibu sama Ayah lagi apa ini?" Pertanyaan kedua yang sudah seperti template lagi.
"Lagi duduk nih di sofa, sambil nonton TV." Balas Ibu yang diangguki langsung oleh Sherina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saujana
Fanfiction/Sau∙ja∙na/ : sejauh mata memandang Beberapa tahun berpisah ternyata tidak sontak merubah apa yang pernah terjalin. Walaupun awalnya agak canggung tapi naluri dua orang sahabat selalu menemukan jalan untuk kembali bersedia seperti sebelumnya. "Di p...