Chapter 26

439 42 78
                                    

Kamu tau apa yang paling menyusahkan dibanding membereskan semua kekacauan sendiri? Ya, membereskannya dengan orang yang ingin sekali kamu peluk, namun, sekaligus kamu hindari juga.

Ada banyak alasan mengapa seseorang menghindari seorang lainnya. Mungkin karena memang sudah tidak cocok lagi untuk berteman. Atau pernah ada konflik sebelumnya. Ataupun karna memang sifat jeleknya yang membuat orang terpaksa menjauhinya. Dan itu terjadi pada dua anak manusia yang sedang berada di satu ruangan yang sama saat ini dan sedang membereskan segala barang yang masih tergeletak tak beraturan di setiap sudut ruangan.

Sadam sebenarnya tidak sepenuhnya menghindari gadis itu. Ia hanya masih berusaha untuk memperbaiki suasana hatinya yang terlanjur kacau sewaktu mendengar perkataan Sherina di malam itu. Sedangkan Sherina, antara tidak menyadari atau memang tidak mau menyadari akibat dari perkataannya yang berakhir membuat Sadam jadi bersikap dingin padanya. Hmm, kalau dingin sih nggak ya, mungkin lebih ke ngomong seadanya dan meminimalisir interaksi di antara mereka.

Saat ini keduanya masih berkutat dengan berbagai barang yang harus dibereskan secepat mungkin karna waktu sudah menunjukkan pukul delapan lewat dua puluh menit, itu tandanya mereka cuma punya waktu 40 menit lagi untuk bersiap-siap sebelum berangkat ke airport. Beruntung bawaan Sherina sudah terkemas sempurna sejak kemarin, jadinya hari ini mereka cukup fokus untuk membereskan barang Aryo saja.

Di sela-sela kegiatan mereka membereskan barang, Sherina dan Sadam masih membisu. Belum ada yang mau membunuh keheningan itu, hingga ketika Sherina sedang berusaha untuk meraih sesuatu yang berada di atas lemari kayu di pojok ruangan dengan cara melompat. Sadam tiba-tiba mendekat dan membantu gadis itu untuk mengambilnya.

"Makasih, Dam." Ujar Sherina setelah Sadam memberikan benda yang ternyata kresek berukuran sedang berisi tas kamera Aryo dan beberapa perintilan lainnya itu padanya. Sadam mengangguk kemudian tersenyum singkat pada gadis itu dan kembali membereskan beberapa hal lagi.

Tak terasa sepuluh menit setelah itu, ruangan yang ditempati Aryo sebagai kamarnya selama beberapa hari berada disini sudah rapi dan terlihat kosong karna semua barang lelaki itu yang sebelumnya mengisi ruangan ini sudah tersusun rapi semua di dalam koper dan ranselnya. Mereka kini meletakkan ransel dan koper Aryo di depan tempat tidur Aryo, menyatukannya disana agar lebih mudah ketika nanti dipindahkan ke mobil untuk di bawa kembali ke Jakarta.

Sherina terlihat sedang duduk di sisi bawah tempat tidur Aryo saat tengah memperhatikan Sadam yang masih sibuk mengelap beberapa perabotan di dalam ruangan itu dengan menggunakan kain lap yang tadi ia bawa dari dapur. Sherina tersenyum melihat Sadam yang kini telah tumbuh dewasa menjadi lelaki yang tangguh dan pembawaannya tenang. Saking tenangnya, ia tidak membicarakan apapun kepada gadis itu tentang apa yang membuat sikapnya sedemikian berubah kepada Sherina.

"Dam, aku mau nanya, boleh?" Tanya Sherina hati-hati setelah melihat Sadam hampir merampungkan elapannya di atas meja yang merupakan perabot terakhir yang di lapnya. Sadam menoleh ke arah Sherina sebentar, lalu, mengangguk dan mengambil posisi duduk di kursi yang sepaket dengan meja kayu yang tadi ia bersihkan. Matanya menatap lurus ke arah Sherina, seakan menaruh fokus yang dalam kepada setiap kata yang akan diucapkan oleh gadis itu.

Sherina mengatur detak jantungnya yang sudah mulai tak beraturan itu. Seperti biasa, tatapan Sadam selalu bisa membuat jantungnya berdetak tak sesuai dengan irama lagi, hanya bedanya kali ini tatapan itu terlihat tajam dan tegas. Itu semakin membuat Sherina mati kutu dan menelan ludahnya kasar, mencoba meredakan rasa gugupnya agar pertanyaan yang sejak kemarin menghantuinya bisa terlontarkan dengan baik.

"Kamu oke?" Dari sekian banyak calon pertanyaan yang diajukan oleh otaknya untuk ditanyakan kepada lelaki itu, ia lebih memilih dua kata itu yang terlontar. Setelahnya ia merutuki dirinya habis-habisan dalam hati, merutuki nyalinya yang selalu kalah dengan tatapan tajam dari Sadam.

SaujanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang