MAKANAN DARI DEKAN

1K 110 8
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


+++ GALAN STORY +++


Motor Galan memasuki halaman rumah Wijaya. Hari sudah sangat mendung, gemuruh hujan sudah terdengar dari kejauhan. Galan segera masuk ke dal rumah karena merasa dingin yang mulai menembus kulitnya.

Galan sudah berada di kamarnya. Ia mengganti seragam dengan atasan kaus biru muda dan celana boxer abu-abu. Cowok itu segera keluar kamar kembali untuk mendapat jatah makan di dapur.

Sepi, biasanya Rani terlihat menyiapkan makanan untuk anak-anaknya yang pulang sekolah. Galan membuka tutup saji di atas meja pantry ternyata ada ayam lalapan beserta nasinya.

"Wih lalapan, eh, punya siapa nih?" gumam Galan bingung.

"Kalo mau makan, sisaan gue," ucap suara berat yang baru saja datang. Dia adalah Dekan.

"Punya lo nih?" tanya Galan. Sejujurnya, ia cukup terkejut mendengar Dekan bicara padanya duluan. Apalagi nada bicara pria itu tidak ketus seperti biasanya.

"Sisa," sahut Dekan sambil membuka kulkas.

"Sisa apaan. Utuh nih."

"Kalau nggak mau nggak usah. Bacot bener!"

Ketus lagi. Galan merotasikan matanua sambil duduk di kursi depan pantry.

"Gue makan nih ye," ujar Galan mulai menjamah makanan itu.

Dekan menutup kulkas, ia menatap punggung Galan yang tengah menikmati makannya dengan satu kaki naik ke atas kursi. Dekan kembali mengingat ucapan Qeno padanya tadi pagi. Mengingat hal itu, perasaan Dekan sangat campur aduk.

"Mama ke mana, Dek?" tanya Galan tanpa menoleh.

"Dek dek! Emang gue adek lo. Tua gue!" ketus Dekan.

"Dekan maksud gue," ujar Galan.

"Ya kedengerannya kayak lo panggil gue adek!"

"Ya lo dipanggil abang kagak mau."

Dekan terdiam untuk sesaat.

"Mama di rumah nenek."

"Ngapain? Oh, bertamu ya?"

"Kandungan sungsang bayinya. Diurut orang sana. Bakal nginep buat dua sampai tiga hari di sana," ujar Dekan membuat Galan menghentikan makannya.

Galan menoleh pada Dekan dengan raut jelas khawatir.

"Kok nggak bilang gue? Terus mama gimana? Itu ... sungkang. Apa itu?"

"Sungsang!"

"Iya sung ... sang! Gimana? Itu gimana?"

Dekan mulai kesal, ia berjalan meninggalkan Galan yang masih dilanda kebingungan.

"Gimana, Bang?! Mamanya gimana?"

"Lo telepon lah, bego!"

Suara Dekan menggelegar. Galan kembali fokus menghabiskan makanannya dengan lebih cepat. Hatinya tak karuan jika sudah menyangkut tentang ibunya.

 GALAN STORY [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang