+++GALAN STORY+++
Galan melangkah masuk ke dalam sebuah kamar yang diberikan oleh Wijaya untuknya. Letaknya berdekatan dengan gudang. Dulunya itu kamar berisi mainan-mainan anak-anak Wijaya sewaktu masih kecil. Tetapi sekarang sudah disulap menjadi sebuah kamar untuk tidur. Tak memiliki barang yang lengkap, hanya ada kasur, meja belajar bekas, dan lemari. Selebihnya kamar itu kosong tanpa ada hiasan dinding apapun.
"Buset gue kek pembantu. Di kamar tamu kek, ini gudang cadangan," dumel Galan sambil mendudukkan dirinya di kasur.
"Astaghfirullah ... kasur atau roti expire sih. Keras banget."
Galan berdecak. Ia berjalan menuju lemari yang seukuran badannya. Galan membuka pintu lemari itu, pikirnya cukuplah untuk menampung beberapa lembar baju yang ia bawa ke sini.
"Its okay. Yang terpenting sekarang adalah gue udah selangkah lebih maju deket sama Mama," monolog Galan tersenyum lebar. "Awas aja tuh kucing garong bertiga. Kagak bakal gue biarin tenang idupnya."
Di kamar Rukan, Dekan dan Alkan berkumpul. Mereka merundingkan perihal masuknya Galan ke kehidupan mereka yang lebih dalam. Yakni ikut bergabungnya Galan di rumah mereka.
"Bang, lo nggak coba ngomong sama Papah?" tanya Alkan mengarah pada Dekan yang sedang duduk di sofa sambil makan kuaci.
"Lo?"
"Ck, kok gue? Kan elu yang lebih tua."
"Gue males," sahut Dekan seraya bersedekap santai, menikmati kunyahan di mulutnya.
"Lo nggak mulai simpatik kan sama tuh bocah?" tanya Rukan mendelik ke arah Dekan. Posisinya duduk di pinggir ranjang, menghadap ke arah Dekan dekat dengan balkon.
"Engga," sahut Dekan singkat.
"Awas aja lu, Bang. Diem-diem naruh simpatik sama tu bocah," sindir Alkan.
"Ya buat aja dia nggak nyaman tinggal di rumah ini. Sekuat-kuatnya dia, pasti ada rasa jenuhnya juga," ucap Dekan lagi.
"Masalahnya tuh anak nyebelin parah. Kesel gua!" lontar Rukan geram.
"Ho'oh, Bang. Apalagi pas dia panggil kita dengan sebutan kakak abang. Gila si, jijik gue dengernya," celetuk Alkan bergidik ngeri.
"Ntar juga orangnya jenuh sendiri. Nggak bakal tahan dia di sini," ucap Dekan seraya bangkit, dengan santainya meninggalkan kamar tersebut.
"Ck, Bang Dekan kenapa si, Bang? Sebel banget gua. Kek kesannya nggak keberatan tuh anak tunggal di rumah kita," protes Alkan.
"Tau. Tapi kalau simpatik sama tuh anak keknya nggak mungkin. Hati batu kek dia coba. Ngahahaha!"
"Gila lo. Kedengeran Bang Dekan dipatahin buyung lu," ucap Alkan ikut tertawa.
"Dah ah balik ke kamar lo. Besok harus full energi buat ngerjain tuh bocah," ujar Rukan sambil membenarkan sprei kasurnya sebelum merebahkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALAN STORY [COMPLETED]
Roman pour Adolescents"Terkadang manusia memang tak tahu diri. Dirinya yang membuat kesalahan, tetapi malah membenci hasil dari perbuatan itu." Galan Ardian Syaputra. Galan itu sosok yang keras seperti batu dari luar, pembuat onar, tidak sopan, dan berbuat semaunya. "Gal...