Bab 34 : Hukuman Dua Minggu.

326K 16K 721
                                    

Rayyan mensejajarkan wajahnya dengan wajah Ayra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rayyan mensejajarkan wajahnya dengan wajah Ayra. "Kamu yang salah, kenapa nyalahin pohon hm?"

Ayra memberengut kesal.
"Kan, udah aku bilang tadi, Mas. Gara-gara pohon itu aku sial terus."

"Kamunya yang nakal, Sayang. Jadi, harus mendapat hukuman yang setimpal," ujar Rayyan yang kembali membahas hukuman.

"Iya, Mas, iya. Hukumannya nanti ba'da maghrib, kan, sama Adel?" tanya Ayra.

"Itu hukuman yang kedua. Kalau untuk sekarang beda lagi hukumannya."

"Beda gimana? Memangnya sekarang hukuman apa?" Ayra tak mengerti maksud dari ucapan sang suami.

"Hukuman yang sekarang sama Mas, praktek Fathul Izar."

***

"Hei, Mbak Dedel," panggil seseorang pada Adel yang sedang melangkah menuju masjid.

Adel menoleh ketika mendengar seseorang yang sepertinya memanggil namanya. Seseorang itu adalah Kafka yang berada tak jauh di belakang. "Salam dulu, Gus, dan nama saya Adel, bukan Dedel."

Kafka, lelaki itu tengah mencari keberadaan sang kakak sedari tadi untuk meminta tanda tangannya pada berkas laporan santri bulan ini. Beruntung ia bertemu dengan teman dari kakak iparnya, berharap mengetahui di mana saat ini mereka berada.

"Ah, iya, assalamualaikum, Mbak Dedel," ujar Kafka begitu mendapat kritikan dari Adel.

"Wa'alaikumussalam," balas Adel sebelum kembali berdecak kesal. "Adel, Gus, Adel. A D E L." Adel mengeja satu persatu huruf pada namanya.

"Susah, Mbak, Mbak Dedel aja biar lebih mudah," balas Kafka membuat Adel melongo, apa sesusah itu namanya?

"Terserah, Gus, terserah." Adel tak mau memperpanjang masalahnya. "Ada apa manggil saya?"

"Mbak, lihat kakak saya nggak?" tanya Kafka.

"Gus Rayyan?" Bukannya menjawab, Adel justru kembali bertanya.

"Memangnya kakak saya ada lagi, Mbak? Kalaupun ada, itu kakak ipar saya. Mbak pasti udah tahu, kan?"

Adel memutar bola matanya malas. "Tinggal jawab iya apa susahnya, Gus?"

"Kan, Mbak nanya tadi, udah saya jawab, kan?"

Lagi dan lagi Adel mencebik kesal, dosa apa yang ia lakukan sampai berdebat dengan gusnya yang sangat menyebalkan ini?

"Iya, Gus benar, kok, saya yang salah." Adel tersenyum paksa. Sedetik kemudian ia kembali bertanya, "cari Gus Rayyan, kan? Beliau ada di rumahnya, kebetulan saya dari sana tadi."

"Memangnya Mbak ada urusan apa di rumah kakak saya?" balas Kafka lagi, membuat emosi Adel meluap-luap.

"JANGAN BANYAK NANYA, GUS!" pekik Adel.

KIBLAT CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang