Saat ini Ayra sedang duduk di depan cermin, memasang jilbab yang Rayyan berikan pagi tadi hingga benda itu terpasang sempurna menutupi rambut indahnya.
Tujuan gadis itu sekarang adalah asrama putri untuk kembali tinggal di sana. Awalnya, Rayyan menolak dengan keras permintaan Ayra. Namun, mendengar semua alasan gadis itu membuatnya tak bisa menolak hingga pada akhirnya ia mengizinkan sang istri kembali ke asrama dengan berat hati.
Keluar kamar, Ayra berniat menemui Umma Maryam yang kini statusnya bukan hanya Umma di pesantren. Akan tetapi juga mertuanya sendiri, ibu kedua setelah bundanya. Sedang Rayyan, pagi tadi sudah keluar kamar lebih dulu untuk mengajar di kelas santri putra.
"Assalamualaikum," salam Ayra menghampiri Umma yang berada di dapur. Rupanya, Umma tengah membuatkan teh untuk abah di sana. "Pagi, Umma."
"Wa'alaikumussalam." Umma tersenyum menyambut kedatangan sang menantu. "Pagi juga, Sayang. Gimana keadaan menantu Umma yang cantik ini?"
Kedua pipi Ayra kembali merona mendengar kalimat pujian tersebut.
"Alhamdulillah jauh lebih baik, Umma, berkat bubur buatan Umma pagi tadi Ayra jadi langsung sembuh."
"Oh, ya? Alhamdulillah kalau gitu, nanti Umma buatin lagi, mau?" tawar Umma disela membuat teh tersebut.
"Nanti Ayra bantu, Umma," balas Ayra.
Sebuah lengkungan senyum tercipta di bibir Umma begitu mendengar ucapan Ayra. Gadis itu terlihat jauh lebih baik dari saat pertama kali datang ke pesantren.
"Umma, kenapa Umma nggak kasih tau Ayra dari dulu kalau Ayra itu menantu Umma?" tanya Ayra sembari memperhatikan Umma yang sedang mengaduk secangkir teh dengan asap yang mengepul.
"Itu hak suami kamu, Nduk, jadi Umma nggak bisa apa-apa selain menunggu suamimu yang bilang sendiri sama kamu."
Ayra mengangguk paham. "Makasih, Umma."
"Makasih buat apa?"
Ayra memeluk lengan Umma dari samping.
"Makasih udah menerima Ayra sebagai menantu Umma dari banyaknya perempuan di luar sana atau bahkan santri di sini yang lebih baik dari Ayra untuk bersanding dengan Gus Rayyan."Lagi dan lagi Umma tersenyum menanggapi itu, ia mengusap pelan jari jemari gadis itu yang bersarang di sebelah lengannya. "Kamu udah Umma anggap sebagai putri umma sendiri, Sayang. Sejatinya, apa yang menjadi takdirmu pasti akan datang menemuimu. Mau sejauh apapun dan dalam keadaan bagaimana pun, kalian memang ditakdirkan untuk bersama."
Kedua mata Ayra sedikit mengembun mendengar penuturan Umma. "Jadi sayang sama Umma." Gadis itu mengeratkan kembali pelukan lengannya, pun dengan Umma yang tak kalah erat membalas pelukan tersebut.
Rayyan yang sedari tadi berdiri di pintu dapur tersenyum melihat dua orang yang ia sayangi saling mengeratkan pelukan satu sama lain.
"Sama Mas sayang juga, nggak?" ujar Rayyan secara tiba-tiba hingga kedua perempuan itu menoleh bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KIBLAT CINTA
General FictionBagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan percintaan. Mengisahkan tentang Ayrania yang menempuh pendidikan di sebuah pesantren karena paksaan dar...