Di sela-sela rapat, Rayyan membuka salah satu notifikasi ponsel miliknya yang sudah berbunyi sedari tadi. Pesan itu dari sang ibu yang mengatakan jika dirinya sebisa mungkin harus mempercepat jalannya rapat karena Ayra sudah menunggu di rumah belakang.
Setelah menutup ponsel, Rayyan kembali mengalihkan perhatiannya pada semua dewan pengajar.
"Sepertinya itu saja dulu, sekurangnya kita bahas di lain waktu karena ada hal yang harus saya selesaikan terlebih dahulu," kata Rayyan mengakhiri rapat tersebut. "Saya akhiri, wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."
"Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh," balas dewan asatidz dan asatidzah kompak.
Setelah mendapat balasan salam, Rayyan segera menuju rumahnya untuk menemui Ayra. Benar nasehat sang ibu, jika masalah dibiarkan terlalu lama, maka bisa saja akan menimbulkan masalah baru. Maka dari itu, ia berniat menjelaskan semuanya pada sang istri. Ia berharap semoga Ayra bisa menerima penjelasannya dengan baik.
Sesampainya di depan rumah, Rayyan meraih handle pintu dan membukanya, ia juga tak lupa mengucapkan salam sebelum masuk.
Rayyan melihat arah jam dinding yang kini menunjukkan pukul sebelas malam.
Hening, sudah dipastikan bahwa saat ini gadis itu sudah terlelap. Terbukti saat ia membuka pintu kamarnya, Ayra tengah tertidur pulas dengan posisi membelakangi pintu. Rayyan mendekat, lelaki itu membenarkan helaian rambut yang menutupi wajah sang istri ke belakang telinga.
Ayra yang merasakan sebuah tangan menyapu kepalanya kini menggeliatkan tubuhnya perlahan. Netranya mengerjap pelan sebelum akhirnya menatap Rayyan yang sudah berada di depan matanya.
"Mas udah pulang?" tanyanya dengan suara khas bangun tidur.
Rayyan mengangguk kecil. "Baru pulang, Sayang. Kamu tidur lagi, ya? Udah malam."
Cup! Rayyan memberikan sebuah kecupan singkat di kening sang istri. "Maafin Mas untuk hari ini."
"Peluk." Ayra memutar tubuhnya seraya merentangkan kedua tangan pada Rayyan.
Lelaki itu tersenyum dan menerima pelukan sang istri dengan senang hati.
"Tadi siang kenapa lari waktu Mas kejar, hem?" Rayyan melepas kembali pelukan, menggantinya dengan mengusap puncak kepala gadis itu.
"Ya, nggak papa. Cuma pengin lari aja," ketus Ayra, seketika ingatannya kembali pada kejadian beberapa saat lalu.
"Cemburu?" Rayyan menoel-noel pipi Ayra.
KAMU SEDANG MEMBACA
KIBLAT CINTA
General FictionBagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan percintaan. Mengisahkan tentang Ayrania yang menempuh pendidikan di sebuah pesantren karena paksaan dar...