Bagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya?
...
Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan percintaan. Mengisahkan tentang Ayrania yang menempuh pendidikan di sebuah pesantren karena paksaan dar...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ayra mengiyakan ajakan Rayyan yang akan membimbingnya dalam hal memasak.
"Tapi ada syaratnya," sambung Rayyan, mengajukan syarat untuk Ayra.
"Syarat?"
"Iya, dengan satu syarat."
"Apa syaratnya?"
"Kamu menetap tinggal di sini, di rumah kita."
"Pindah dari asrama gitu?"
Rayyan menanggapi itu dengan anggukan. "Iya, Ay. Udah nggak ada lagi hal yang perlu kamu takutkan, kan? Mas rasa kamu sudah berubah menjadi lebih baik sedikit demi sedikit, jadi nggak ada yang perlu dikhawatirkan."
Ayra terdiam sejenak, memikirkan tawaran Rayyan yang menurutnya cukup masuk akal, terlebih ia ingin belajar menjadi seorang istri yang baik.
"Jadi, bagaimana?" tanya Rayyan lagi.
"Aku mau." Ayra menjeda ucapannya. "Tapi aku sedih kalau harus pisah sama teman-teman aku, Mas."
Rayyan membubuhkan satu kecupan di hidung mancung Ayra dengan singkat. "Hei, kamu akan terus di sini. Bahkan sampai mereka lulus, kamu masih di sini. Jadi, kamu masih bisa bertemu sama mereka kapanpun, Sayang."
"Tapi beda, Mas, rasanya. Kan, aku tiap malam sama mereka."
"Jadi maksud kamu, kamu nggak suka kalau tinggal sama Mas?"
"Ish! Bukan gitu."
Rayyan terkekeh melihat kekesalan Ayra.
"Iya, Mas ngerti," balas Rayyan. "Sekarang Mas tanya, kalau Mas meminta kamu untuk tetap tinggal di sini, apakah kamu bersedia?"
Ayra terdiam sesaat, menimang keputusannya untuk boyong dari asrama. Sesaat setelah lama berpikir, kini Ayra menyetujui syarat yang Rayyan berikan.
"Istri shalehah." Rayyan mengacak pelan jilbab Ayra begitu mendengar keputusan gadis itu.
"Jangan diacakin." Ayra berdecak kesal karena kebiasaan Rayyan yang selalu merusah jilbab yang ia kenakan.
Kekehan kecil kembali terdengar dari Rayyan. Sedang, Ayra yang melihat tawa itu menatap Rayyan dengan seksama.
"Mas, kok, beda banget?"
"Beda gimana?"
"Aku lebih suka Mas tersenyum dan tertawa kayak tadi daripada Mas marah-marah."
