Bab 45 : Jakarta.

257K 13.8K 1K
                                    

Setelah menempuh perjalanan udara kurang lebih satu jam, kini Ayra telah sampai di sebuah rumah tingkat dua yang berada di Jakarta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah menempuh perjalanan udara kurang lebih satu jam, kini Ayra telah sampai di sebuah rumah tingkat dua yang berada di Jakarta. Sebelum masuk, ia menghela napas panjang, sudah sangat lama Ayra tidak bertemu dengan ketiga sahabatnya itu.

Awalnya, Ayra ingin kembali ke rumahnya sendiri. Tapi ia urungkan karena takut akan mendapat amukan dari Haikal ataupun Luna. Jadilah ia memutuskan untuk pergi ke rumah Devan.

Ayra menekan sebuah bel yang berada di luar gerbang. Tak lama, terlihat salah seorang satpam berjalan mendekat dengan tatapan terkejut.

"Neng Ayra? Ya Allah, Neng. Kemana aja baru kelihatan?" ujar satpam yang sangat Ayra kenali—Mang Ujang seraya membukakan pintu gerbang.

Ayra terkekeh.
"Gimana, Mang? Ayra tambah cantik, kan?"

Mang Ujang memperhatikan Ayra dari atas hingga bawah, perubahan yang sangat drastis menurutnya.
"Mamang sampai pangling, Neng."

Ayra tersenyum.
"Mamang bisa aja."

"Mamang sampai lupa, mari masuk, Neng." Mang Ujang mempersilakan. "Kebetulan Den Devan sama yang lain ada di dalam. Kecuali tuan sama nyonya, mereka lagi ada proyek di luar kota."

"Siap, Mang. Kalau gitu Ayra masuk dulu, assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Ayra melangkah menuju pintu utama, sedang Mang Ujang tersenyum melihat perubahan teman majikannya itu yang menjadi lebih baik sebelum akhirnya menurup pintu gerbang kembali.

Pintu terbuka dari luar. Devan, Bima dan Andre membelalakkan matanya melihat siapa yang berada di depannya saat ini.

"Assalamualaikum." Ayra menghentikan langkah ketika melihat raut keterkejutan di wajah ketiga sahabatnya. "Gitu amat lihatin gue."

"Ini beneran lo, Cil?"

Ayra mengangguk samar, ia mendekat dan turut duduk di salah satu sofa kosong yang berada tak jauh dari Devan. Sedang, tatapan Devan tak beralih dari pintu sedikitpun.

"Lo nyari siapa?" tanya Ayra.

"Sama siapa lo ke sini?"

"Lo berharap gue datang sama siapa?"

"Mana suami lo?"

Ayra bungkam.

"Jangan bilang lo kabur?" Bima menimpali.

"Bahas yang lain aja." Ayra menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa. Lagi dan lagi ia menarik napas panjang.

Devan berdecak kesal. Sedang, Andre sedari tadi tatapannya tak beralih dari Ayra.

"Kenapa lo lihatin gue segitunya?" tanya Ayra, yang menyadari tatapan Andre.

"Lo lagi isi atau badan lo emang gemukan?"

KIBLAT CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang