Hal yang tak pernah Ayra lupakan ketika masuk ke dalam ruangan Rayyan adalah mengganti bunga yang setiap hari Ayra berikan selama lima bulan berturut-turut. Sungguh waktu yang sangat panjang untuknya menjalani hidup tanpa Rayyan di sisinya.
Hidup Ayra terasa kosong, tidak ada lagi senyuman yang terbit dari bibir lelaki yang dulu selalu setia menemani dan tidak ada lagi ucapan ataupun tutur kata lembut dari cara Rayyan menasehatinya. Kini Ayra merindukan itu semua.
Ayra menghela napas panjang seiring dengan pandangan mata yang berkaca-kaca. Ia akan berusaha sabar menunggu Rayyan yang entah kapan akan membuka mata kembali. Sebelah tangan Ayra terangkat mengelus pelan rambut hitam sang suami yang semakin hari semakin bertambah panjang, ia tersenyum sebelum akhirnya meninggalkan jejak di kening Rayyan dengan lembut.
Sejak beberapa bulan yang lalu, umma dan abah serta Adel sudah kembali ke pesantren karena ada satu dan lain hal yang tidak bisa ditinggalkan, jadilah Ayra sendiri di sini. Hanya ada Haikal dan Luna serta ketiga sahabatnya yang sesekali akan datang berkunjung menemaninya di rumah sakit.
"Assalamualaikum, Sayang. Aku kembali lagi, Mas dengar aku, nggak?" Ayra membawa tangan Rayyan yang dingin itu menyentuh perutnya. "Anak kita sehat, dia tumbuh dengan baik di dalam sana. Kadang dia nendang nyari abbanya, tapi udah aku bilangin kalau abbanya lagi jadi pangeran tidur, hehe." Ayra terkekeh kecil menanggapi ucapannya sendiri.
"Hafalan aku udah banyak, Mas. Sembilan belas juz bil ghoib aku bisa, tapi dengan syarat kamu harus bangun dulu. Atau kamu mau coba masakan aku lagi?"
"Aku juga udah pinter masakloh, sekarang. Mas mau aku masakin apa? Aku udah hafal semuanya nggak kayak dulu." Mata Ayra kembali memanas ketika ingatannya kembali pada saat pertama kali Rayyan mencoba masakannya, di mana masakan itu sangat asin, akan tetapi Rayyan tetap mau memakannya bahkan hampir saja makanan itu habis jikalau Ayra tidak segera merebut paksa.
Ayra memejamkan mata sejenak, ia berusaha menenangkan dirinya kembali.
"Aku pulang dulu, nanti aku balik lagi ke sini." Ayra meraih tangan Rayyan dan menyalaminya dengan takzim, kemudian ia berjalan ke arah arah pintu keluar setelah mengucapkan salam.
Tanpa Ayra sadari, perlahan tapi pasti air mata itu keluar dari sudut mata Rayyan yang masih setia memejamkan matanya.
***
"Assalamualaikum, boleh aku ikut duduk di sini?" Ayra mengalihkan perhatiannya pada seorang wanita bercadar yang saat ini berada di hadapannya.
Ayra tersenyum.
"Wa'alaikumussalam, dengan senang hati. Silakan, Kak."Wanita itu tersenyum, kemudian turut duduk di samping Ayra yang saat ini berada di taman rumah sakit.
"Perkenalkan, nama aku Salma." Salma mengulurkan tangannya, Ayra pun menerima uluran tangan itu.
"Salam kenal, nama aku Ayrania. Panggil saja Ayra kalau kepanjangan."
KAMU SEDANG MEMBACA
KIBLAT CINTA
General FictionBagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan percintaan. Mengisahkan tentang Ayrania yang menempuh pendidikan di sebuah pesantren karena paksaan dar...