Di depan kamar asrama sang istri, Rayyan tak lupa mengetuk pintu disertai dengan salam. Tak kunjung mendapat sahutan dari dalam, Rayyan mencoba menarik handle pintu yang ternyata tidak terkunci.
Pintu terbuka, Rayyan melangkah masuk menghampiri Ayra yang tengah terpejam. Lelaki itu duduk di tepian tempat tidur, sebuah lengkungan senyum hadir menghiasi bibirnya ketika melihat rambut panjang gadis itu yang terurai begitu saja.
Sebelah tangan Rayyan terangkat mengelus surai panjang tersebut. "Cantik," katanya, sebelah tangannya bergerak maju menyentuh dahi sang istri.
"Panas sekali," lirih Rayyan, ia mencoba membangunkan sang istri dengan pelan. "Ayra?"
Tidak mendapat respon apapun membuat Rayyan sedikit mengguncang pipi sang istri. "Hei, bangun."
Masih sama.
Hening.
Ternyata Ayra pingsan.
Segera, Rayyan melilitkan sorban miliknya untuk menutupi rambut Ayra yang tidak mengenakan hijab. Sedetik kemudian mengangkat tubuh kecil istrinya itu ke dalam gendongannya ala bridal style menuju ndalem.
"Assalamualaikum." Rayyan tak lupa mengucapkan salam sebelum masuk.
"Wa'alaikum—Ya Allah, Ayra kenapa, Ray?" tanya Umma yang tengah berada di ruang depan.
"Sebentar, Umma, biar Ray bawa Ayra ke kamar dulu." Rayyan bergegas membawa Ayra ke kamar miliknya yang berada di lantai dua dengan hati-hati.
Sesampainya di sana, Rayyan membaringkan tubuh sang istri di atas tempat tidur.
"Kenapa bisa sampai pingsan?" tanya Umma, ia mengikuti langkah sang putra sedari tadi.
"Ray nggak tau, Umma, tadi Ayra nggak berangkat madin. Kata temannya sakit, jadi Ray coba masuk ke asrama buat mastiin istri Ray baik-baik aja. Tapi ternyata Ayra udah nggak sadarkan diri."
"Ya, udah, Umma panggilkan dokter pesantren dulu." Umma kembali melangkah keluar untuk mengambil ponsel miliknya yang tertinggal di bawah. Di pertengahan jalan, ia berpapasan dengan Abah yang baru saja masuk ke ndalem.
"Umma kenapa?" tanya Abah Umar yang melihat sang istri dengan raut penuh kekhawatiran.
"Umma mau hubungin dokter, putri kita pingsan."
"Ayra sakit apa?" "
"Umma juga nggak tau, Bah," balas Umma dengan jari jemari yang berselancar di atas ponsel mencari nomor dokter yang dimaksud. "Sebentar, Umma hubungin dulu dokternya."
***
"Kenapa nggak bangun-bangun hm?" Rayyan mengelus surai panjang Ayra yang masih tertutup sorban, berharap gadis itu segera kembali membuka mata. "Bangun, Ayra, jangan buat saya khawatir. Saya lebih suka kamu yang berisik daripada diam seperti ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
KIBLAT CINTA
General FictionBagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan percintaan. Mengisahkan tentang Ayrania yang menempuh pendidikan di sebuah pesantren karena paksaan dar...