Devan, Bima, dan Andre, ketiga lelaki itu sudah berlalu dari beberapa menit yang lalu. Saat ini waktu menunjukkan pukul delapan malam, Rayyan kembali membawa Ayra ke dalam dekapan dengan melantunkan syair untuk istri tercinta.
Uhibbuki mitsla maa anti..
Uhibbuki kaifamaa kunti..
Wamahma kaana mahmaa shoro..
Anti habibati anti..
Zaujati anti habibati anti..Ayra tersenyum, merasa hatinya kembali berdesir ketika Rayyan melantunkan syair "Zawjati" untuknya. Suara itu, suara yang Ayra rindukan telah kembali menemani hari-hari.
Sebelah tangan Rayyan terulur mengelus perut Ayra, sehingga menghadirkan rasa nyaman yang tercipta. Ayra balas mengeratkan pelukannya pada perut Rayyan.
Syair yang terdengar sangat merdu dengan arti yang sangat mendalam bagi Ayra. Lagi dan lagi Ayra merasa sangat bersyukur mendapat imam hidup seperti Rayyan. Di balik itu semua, ada harapan besar di hati Ayra agar anaknya nanti bisa seperti abbanya.
Ada lenggang beberapa saat, Rayyan tersenyum setelah selesai melantunkan syair untuk Ayra. Merasa sangat bahagia begitu melihat sang istri yang menjadi lebih baik dari sebelumnya.
"Ngantuk?" tanya Rayyan, mengusap pelan puncak kepala Ayra, ia belum bisa leluasa menggerakkan tangan kirinya yang masih terpasang cairan infus.
Ayra mendongak menatap mata indah milik Rayyan, ia tersenyum seraya menggeleng pelan. Sejak tadi, ia memang memejamkan mata. Namun, bukan karena merasa kantuk, tetapi ia tengah menikmati syair yang terdengar sangat merdu.
"Beneran? Kalau ngantuk tidur aja nggak papa, Sayang."
"Aku belum ngantuk, Mas. Oh, iya, ada yang mau aku omongin tentang Ning Aiza."
"Ning Aiza?" tanya Rayyan. Ingatan bagaimana perempuan itu berusaha mendekatinya kembali berputar.
"Satu minggu Mas di rumah sakit, Ning Aiza datang ke sini. Beliau datang untuk meminta maaf atas semua perbuatannya selama ini."
"Lalu, apa tanggapan kamu?" tanya Rayyan.
"Seperti yang aku bilang, semua yang terjadi itu udah kehendak Allah. Jadi, semua yang berlalu udah aku maafkan, karena aku yakin di balik semua musibah yang terjadi, pasti ada hikmah yang bisa kita pelajari."
Rayyan tersenyum haru mendengar jawaban Ayra, entah sudah berapa banyak waktu yang ia lewatkan bersama sang istri.
"Ay, lagi-lagi Mas bangga sama kamu. Maaf, dulu Mas nggak bermaksud bohongin kamu. Mas bingung bagaimana caranya menjelaskan ke kamu karena tidak ada bukti yang Mas punya. Mas cuma takut, Mas takut kamu—"
Cup!
Bibir Rayyan kembali terkatup saat mendapat kecupan singkat dari Ayra.
"Aku percaya sama kamu, Mas."
Rayyan terdiam beberapa saat sebelum akhirnya sebuah senyuman tersungging di sudut bibirnya. Rayyan balas mencium kening Ayra dengan singkat.
"Makasih, Sayang. Percayalah, rasa cinta dan sayang Mas ke kamu selamanya nggak akan pernah terbagi, apalagi terganti."
KAMU SEDANG MEMBACA
KIBLAT CINTA
General FictionBagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan percintaan. Mengisahkan tentang Ayrania yang menempuh pendidikan di sebuah pesantren karena paksaan dar...