Setelah kurang lebih delapan jam perjalanan, ketiganya telah sampai di depan sebuah gerbang bertuliskan, "SELAMAT DATANG DI PONDOK PESANTREN NURUL MAHABBAH". Pesantren berbasis salafi yang terletak di Kota Pasuruan, Jawa Timur.
"Banyak bener orangnya, Bun," ujar Ayra yang tengah memperhatikan beberapa santri yang berlalu lalang.
"Kalau sepi bukan pesantren namanya, Ayra." Haikal menatap Ayra sejenak, setelahnya ia kembali fokus menyetir.
Ayra menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Bener juga, hehe!" lirihnya.
Ayra turun dari mobil dengan langkah lesu, ia menatap bangunan sekitar yang terlihat tidak asing di matanya. Pikirannya kembali berkelana. Mampukah ia tinggal di sini? Bahkan, pesantren kakeknya saja ia enggan mendatanginya, tapi sekarang? Ah! sepertinya ia tidak bisa lagi berkata-kata.
Ayra berjalan di belakang Haikal dan Luna, di sepanjang jalan banyak santri yang menatapnya tanpa berkedip. Alis rapi, hidung mancung, bibir tipis serta bulu mata lentik membuat siapa saja jatuh pada pesonanya. Bahkan dari semua santri baru, hanya Ayralah yang berpenampilan mencolok, di saat semua santri berpakaian rapi, Ayra justru memasang jilbabnya dengan asal-asalan.
Sesampainya di ndalem, Ayra mengamati sejenak rumah dua tingkat atau yang sering disebut ndalem oleh para santri. Rumah yang tampak elegan meski ukurannya tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, sangat pas menurutnya.
"Assalamualaikum." Haikal mengetuk pintu, terlihat salah seorang santri mendekat ke arah pintu yang terbuka.
"Wa'alaikumussalam warahmatullah. Maaf, cari siapa, nggih?" tanya salah satu santri yang berada di ndalem— Farah.
"Abah Umarnya ada? Saya memiliki janji dengan beliau hari ini."
"Kebetulan jam segini abah masih ngajar, tapi tadi abah titip pesan sama saya, kalau ada tamunya beliau disuruh nunggu dulu. Jadi, monggo, silakan masuk."
"Baik, terima kasih." Haikal mengajak istri dan putrinya masuk.
"Sama-sama, silakan duduk dulu," kata Farah dengan ramah. "Saya panggilkan umma dulu di belakang."
"Iya, silakan." Haikal mempersilakan Farah kembali ke belakang, Luna menanggapi itu dengan tersenyum ramah. Ayra? Jangan ditanya, ia masih asik dengan ponselnya tanpa mempedulikan sekitar.
Tak menunggu lama, Umma Maryam datang menemui tamu pentingnya yang tak lain adalah besannya sendiri. Setelah mengucapkan salam, umma menangkupkan tangan pada Haikal, dan setelahnya memeluk Luna.
KAMU SEDANG MEMBACA
KIBLAT CINTA
General FictionBagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan percintaan. Mengisahkan tentang Ayrania yang menempuh pendidikan di sebuah pesantren karena paksaan dar...