Bab 48 : Aku Rindu.

259K 14.3K 1.3K
                                    

"Alhamdulillah, atas izin dan pertolongan Allah, pasien berhasil melewati masa kritisnya," sambung dokter, membuat semuanya bernapas lega

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Alhamdulillah, atas izin dan pertolongan Allah, pasien berhasil melewati masa kritisnya," sambung dokter, membuat semuanya bernapas lega.

"Alhamdulillah."

"Mas Ray, Bun. Mas Ray kembali." Ayra memeluk Luna dan kembali menangis di bahu sang ibu.

Luna mengelus bahu Ayra yang semakin bergetar di dalam dekapan. "Alhamdulillah, Sayang."

"Apa kami bisa menemui pasien, Dok?" tanya Haikal.

"Untuk saat ini belum bisa karena pasien masih harus dipindahkan ke ruang rawat inap terlebih dahulu."

"Baik, Dok. Terima kasih."

"Sama-sama, saya permisi dulu, mari." Dokter tersenyum sesaat sebelum akhirnya berlalu pergi.

"Bunda tahu? Pagi tadi jantung Ayra rasanya ikut berhenti waktu pihak rumah sakit kasih kabar itu. Ayra takut, Bun. Ayra nggak mau kehilangan Mas Ray."

Tangis Ayra belum juga reda, ia masih membayangkan bagaimana hidup jika tanpa Rayyan di sisinya.

"Suami kamu baik-baik aja, insyaallah. Kamu tenang, ya? Sebentar lagi kita bisa temuin suami kamu."

Ayra mengangguk perlahan, ia mengurai pelukan dan menghapus sisa air matanya.

"Sebentar, ayah mau kasih kabar baik ini sama orang tua suami kamu dulu."

Dari seberang sana, umma yang mendengar kabar jika putranya berhasil melewati masa kritisnya pun meneteskan air matanya. Tak lupa untuk mengucap syukur pada Allah yang telah memberi kekuatan untuk sang putra bertahan, pun abah dan Kafka yang turut mengucap syukur tiada henti mendapat kabar baik pagi ini.

***

Setelah dokter mengizinkannya untuk masuk ke dalam ruang inap Rayyan, kini Ayra tengah membersihkan tubuh sang suami dengan kain waslap yang sudah Ayra siapkan. Senyum itu tak luntur sejak dokter mengatakan bahwa Rayyan berhasil melewati masa kritisnya.

"Tidur aja kamu ganteng, Mas. Nggak salah kalau kamu itu sebenarnya pangeran tidur." Ayra terkekeh mendengar ucapannya sendiri. Setelah selesai, ia menuju kamar mandi untuk menyimpan kembali waslap dan baskom yang Ayra gunakan tadi.

Ada lenggang beberapa saat, Ayra keluar kamar mandi dengan merapikan jilbab yang ia kenakan. Tanpa Ayra sadari, seseorang yang ia tunggu-tunggu telah membuka mata yang saat ini tengah menatap lekat ke arahnya.

Ayra yang baru saja berjalan menghentikan langkah begitu tak sengaja melihat tatapan seseorang yang sangat ia rindukan. Segera, ia menghampiri Rayyan dengan air mata yang kembali mengalir.

"Assalamualaikum, Mas." Ayra meraih tangan Rayyan dengan suara yang bergetar menahan isak tangis.

Ayra mencium seluruh inci wajah sang suami yang sangat ia rindukan sehingga membuat bibir Rayyan tertarik ke atas ketika mendapat serangan tiba-tiba dari Ayra.

KIBLAT CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang