Bab 5 : Perkara Pohon Mangga.

345K 15.8K 169
                                    

"MasyaAllah banget nggak, sih? Kira-kira siapa yang bakal jadi istrinya Gus Rayyan? Udah ganteng, sholeh lagi," ujar Farah yang kini mereka semua sedang berada di kamar asrama, duduk lesehan di lantai karena saat ini adalah waktu luang semua santri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"MasyaAllah banget nggak, sih? Kira-kira siapa yang bakal jadi istrinya Gus Rayyan? Udah ganteng, sholeh lagi," ujar Farah yang kini mereka semua sedang berada di kamar asrama, duduk lesehan di lantai karena saat ini adalah waktu luang semua santri.

"Gue," sahut Ayra asal. Ia merasa jengah pada semua orang yang lagi dan lagi membahas tentang Rayyan. Seolah dunia ini hanya memiliki satu spesies laki-laki.

"Lo? Jadi istrinya Gus Rayyan?" Adel menatap Ayra seraya terkekeh. "Nggak mungkin! Jauh banget udah kayak langit sama bumi." Nada suara itu terdengar mengejek.

"Lagian kalian bahasnya itu mulu, bosen gue dengernya," keluh Ayra.

"Kalian berdua kenapa, sih, ribut mulu?" timpal Maya melirik Adel dan Ayra bergantian.

"Gue? Sama dia?" balas Adel menunjuk Ayra masih menatapnya sinis. "Nggak bakal bisa akur, sama-sama batu."

"Hem, kali ini gue setuju sama lo." Ayra mengangguk kecil, merasa setuju dengan ucapan Adel.

"Udah, udah, kalian mau ikut, nggak?" ujar Farah menengahi, ia mulai beranjak dari tempatnya berada.

"Ke mana?" tanya Adel.

"Ke ndalem, piket. Kali aja mau bantuin."

"Gue ikut!" Adel ikut berdiri dengan langkah penuh semangat. "Kalau urusan ndalem gue semangat."

"Aku juga ikut, bosen di sini." Maya ikut berdiri. Kini, ketiga gadis itu menatap Ayra yang masih berada di tempatnya.

"Kamu ikut, kan, Ra?" tanya Farah.

Ayra menggeleng.
"Gue mau tidur." Ia turut berdiri kemudian menggiring ketiga temannya keluar kamar. "Udah, sana pergi, hus!"

"Ya, udah, lo jaga kamar, jangan kangen sama gue,"ujar Adel tak jelas.

"Dih!" sinis Ayra. "Siapa lo harus gue kengenin?" balasnya seraya menutup pintu kamar dengan keras. Detik berikutnya, ia melangkah menuju koper yang ia simpan di sudut ruangan.

"Karena mereka pergi, waktunya gue buka hape." Gadis itu terkikik pelan. Mengingat misinya berhasil dengan membawa ponsel tepat pada hari pertama masuk pesantren tanpa sepengetahuan orang tua dan juga pihak pesantren.

"Astaga! Udah berapa hari gue di sini? Rasanya lama bener dah!" gerutu Ayra. Jari jemari yang indah dan lentik itu bergulir menyapa setiap aplikasi miliknya, berakhir pada postingan milik Andre.

"Keren banget temen-temen gue," monolog Ayra.

"Ini pasti mereka menang balapan lagi kalau kayak gini gayanya," ucap Ayra melihat postingan mereka yang berada di depan motor masing-masing. "Apalagi si Bima cap buaya kadal, udah pasti tuh bocah ngapel sama ayangnya."

KIBLAT CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang