Bab 37 : Mual?

346K 17.7K 1.2K
                                    

Tok, tok, tok!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tok, tok, tok!

"Assalamualaikum, Mas." Kafka mengetuk pintu kamar Rayyan yang entah keberapa kali tidak mendapat sahutan dari dalam.

Sebelah tangannya kembali terangkat untuk mengetuk pintu. Namun, ia urungkan ketika pintu lebih dulu terbuka.

"Wa'alaikumussalam, ada apa?" tanya Rayyan dengan nada suara sangat rendah.

"Itu, Mas. dipanggil Umma buat sarapan," balas Kafka.

Rayyan mengangguk pelan. "Nanti—" Rayyan langsung berlari ke kamar mandi dengan tangan yang menutupi mulutnya.

"Loh, Mas kenapa?" tanya Kafka spontan. Detik berikutnya menyusul sang kakak ke dalam kamar mandi.

"Huek, huek."

"Antum kenapa?" ucap Kafka seraya mengurut tengkuk Rayyan dengan pelan, tidak ada apapun yang keluar kecuali cairan bening.

Rayyan menggeleng pelan, sudah terlewat enam hari sejak Ayra mendiaminya, baru kali ini perutnya terasa sangat bergejolak. "Lagi nggak enak badan aja," balas Rayyan.

"Kenapa? Jangan-jangan Mas nggak tidur karena mikirin Mbak Ayra?" tebak Kafka, Rayyan hanya diam walaupun itu adalah faktanya.

Kafka menuntun pelan Rayyan ke atas tempat tidur. "Istrirahat aja dulu, nanti sarapannya biar Kafka bawa ke sini."

"Nggak mau makan, maunya istri Mas, Ka. Panggil Mbak kamu ke sini," rengek Rayyan.

Kafka yang mendengar itu sontak mengedipkan matanya dengan pelan, apakah ini benar kakaknya? Kenapa jadi seperti ini?

"Ini beneran Mas, kan?" Kafka mengecek suhu badan Rayyan dengan punggung tangannya. "Nggak panas."

Kafka menggeleng tak percaya. "Oke. Lebih baik Mas istirahat dulu sekarang karena mungkin nyawa Mas belum kumpul saat bangun pagi tadi," katanya, membuat Rayyan hampir melayangkan protes kalau saja Kafka tidak berlalu secepat mungkin ke luar kamar.

"As—ssalamualaikum." Kafka terkejut karena bukan hanya ada kedua orang tuanya saja di meja makan, melainkan kedua orang tua kakak iparnya sudah berada di sana entah sejak kapan.

"Wa'alaikumussalam," balas semuanya hampir bersamaan.

"Pagi Ayah, Bunda," sapa Kafka menyambut kedua orang tua Ayra.

"Pagi, maaf bikin kamu terkejut pagi-pagi," ucap  Haikal.

"Hehe, nggak papa, Yah. Kafka cuma kaget aja," balas Kafka kemudian mengambil duduk di samping Abah.

"Kakak kamu mana? Kenapa kamu turun sendiri?" ujar umma yang tidak melihat keberadaan putra sulungnya.

Mendengar itu Kafka kembali teringat dengan sikap Rayyan yang terlihat sangat berbeda. "Lagi nggak enak badan, Umma. Mas Ray jadi agak sedikit..., aneh."

KIBLAT CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang